Setelah hari itu, harem yang awalnya sangat antusias untuk melancarkan serangan terhadap gadis baru yang Azure bawa menjadi sangat tenang. Mereka semua adalah gadis-gadis cerdas, dan melihat perlakuan Azure terhadap Ruby membuat mereka sadar saat itu juga bahwa penyerangan terang-terangan tidak akan berhasil atau yang akan berakhir buruk adalah diri mereka sendiri.
Jadi saat ini para selir yang merasa terancam itu mulai menyusun banyak rencana untuk menjatuhkan Ruby secara diam-diam.
Ruby yang tidak sadar bahwa punggungnya telah di awasi oleh para selir haus kekuasaan itu setiap hari masih menjalani hari-harinya dengan tenang. Belajar dan membuat ramuan setiap hari hingga Willow dan Tifa yang bertugas untuk membersihkan setiap kekacauan yang dia buat di kamar menjadi sangat lelah. Namun tidak bisa mengeluh karena para pelayan kini sangat menghormati Ruby.
Alhasil mereka hanya bisa menghibur diri masing-masing sembari mengumpat di balik punggung Ruby.
Hingga suatu hari, Ratu Sophia datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan dan menggemparkan para pelayan yang tidak siap dengan kedatangan wanita nomor satu di kerjaaan mereka itu.
Jadi hari itu, di kastil putra mahkota terjadi sedikit kekacauan di mana para pelayan meninggalkan semua pekerjaan mereka dan berlari cepat ke lantai satu untuk menyambut Sang Ratu, berbaris dengan sangat rapi sembari menatap kedepan pintu dengan waswas
Matahari sedang bersinar dengan sangat cerah, Dan Ratu Sophia juga datang dengan senyum yang sama cerahnya, memakai gaun biru tau yang di lapisi jubah kebesarannya, rambut ikal panjangnya tersanggul rapi di puncak kepalanya, di lingkari dengan jepitan rambut mutiara yang bersinar terkena pantulan mentari. Di umurnya yang menginjak usia 45 tahun, Ratu Sophia masih terlihat begitu muda, terlebih ketika dia sedang tersenyum lebar.
Ratu Sophia memang terkenal sikap ramah dan tingkahnya yang sangat aktif, bahkan ketika usianya telah melewati usia paruh baya, sifat itu masih menempel padanya.
Karena itu jugalah, Ratu Sophia sangat di sukai oleh rakyat Kerajaan Timur.
“Di mana Pangeran Azure?” Ratu Sophia menyeret gaunnya dan bertanya begitu dia masuk ke dalam kastil.
“Aku di sini Ibunda Ratu.” Azure turun dari tangga dan melakukan penghormatan sebelum kembali melanjutkan kata-katanya. “Mengapa ibunda datang tanpa pemberitahuan?”
Ketika berada di depan umum, Raja Alfred, Ratu Sophia dan Azure memang mempertahankan panggilan kehormatan mereka dan hanya saling memanggil dengan akrab ketiga hanya ada mereka bertiga.
Ratu sophia mencebik dan menghampiri Azure dan meraih lengan putranya itu dengan kesal. “Kau berjanji akan mempertemukanku dengan tabib barumu segera, tapi kau tidak pernah datang berkunjung ke istana lagi setelah pulang ke kastilmu.”
Azure tersenyum pasrah dan menepuk lembut genggaman tangan ibunya. “Aku berencana membawa Ruby hari ini ke istana, tapi siapa yang menyangka Ibunda Ratu datang lebih dulu.”
Ratu Sophia tahu bahwa putra semata wayangnya itu berkata seperti itu hanya untuk menghiburnya. Namun, dia sama sekali tidak memiliki niat untuk bertanya lebih panjang karena dia memiliki sesuatu yang lebih penting untuk di tanyakan. “Sekarang di mana Ruby?” Dia melihat ke sekeliling dan tidak menemukan gadis asing di antara pelayan yang menyambutnya dan hanya melihat empat selir di belakang Azure yang sedang berusaha tersenyum sangat manis padanya.
Ratu Sophia mengabaikan mereka dan kembali memusatkan perhatiannya kepada Azure.
Azure berkata, “Ruby sedang membuat ramuan untukku dan aku tidak ingin mengganggu konsentrasinya.” Dia memerkan senyum yang sarat permohonan. “Apakah Ibunda Ratu keberatan untuk menunggu sebentar?”
“Sama sekali tidak keberatan.” Ratu Sophia mengangguk antusias dan tidak menampakkan sedikit pun kemarahan karena harus menunggu untuk seorang tabib. “Dia sedang membuat obat untukmu, tentu saja kita tidak boleh mengganggunya. Tapi sebagai gantinya, kau harus menemaniku minum teh.”
Azure yang sudah memperkirakan permintaan ibunya itu tersenyum cerah, menampakkan senyum yang sangat mirip dengan ibunya. “Tentu saja.”
Azure tidak perlu memerintahkan apa pun dan kepala pelayan di kastilnya telah bergerak untuk menyiapkan teh khusus dengan tangannya sendiri. Azure hanya perlu membimbing ibunya melewati Ballroom dan menuju taman belakang kastil.
Di sisi lain, Ruby yang baru saja selesai membuat ramuan, akhirnya keluar dari kamarnya dengan sebotol ramuan di tangannya, bertemu dengan Boo di depan pintu.
“Apa yang kau lakukan disni?” Ruby bertanya, karena dia tau, selama Azure kembali ke kastil, Boo dan juga Demien sama sekali tidak pernah meninggalkan sisi Azure. Dan melihat bahwa remaja itu menunggu di depan pintu, Ruby menebak bahwa Boo menunggunya secara khusus untuk menyampaikan sesuatu yang penting
Boo selalu bersikap sangat akrab di hadapan Ruby ketika hanya berdua dengan gadis itu. Dia mendekat dan langsung merangkul bahu Ruby. “Yang Mulia Ratu menunggumu di bawah bersama Pangeran.”
Ruby berniat untuk menepis tangan remaja itu di pundaknya, namun mematung setelah mendengar berita yang Boo sampaikan.
Setelah tinggal di istana selama beberapa hari, Ruby tidak hanya mempelajari tentang ramuan dan obat, tapi juga membaca banyak buku tentang kerajaan timur dan dia tahu bahwa Ratu saat ini adalah ibu kandung Azure.
Ruby akhirnya terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri untuk menyingkirkan tangan di pundaknya dan bertanya, “Berapa lama mereka menungguku?”
Boo menghitung dengan jarinya dan menjawab, “Sekitar 30 menit yang lalu.”
Ruby langsung tercekat. “Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?”
Boo hanya mengendikkan bahu. “Yang Mulia Azure dan Baginda Ratu tidak ingin mengganggu penelitianmu dan memerintahkanku untuk memberitahumu hanya jika kau sudah keluar dari ruangan.”
Ruby membelai botol ramuan di tangannya dan mengangguk pelan. “Aku akan ganti baju terlebih dahu.”
Boo mengangguk pelan dan melepaskan rangkulannya. “Yang Mulia mengatakan bahwa kau tidak perlu teralu buru-buru.”
Ruby tidak berbasa-basi lagi dan kembali ke ruangannya untuk berganti pakaian dan tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk keluar kembali dengan penampilan yang sedikit lebih rapi.
Boo membimbingnya turun dan menuju ke taman belakang istana
Dari kejauhan, empat selir Azure sedang menatap tajam punggung Ruby, seolah jika tatapan mereka bisa menjadi pisau, punggung Ruby kini telah tergores dengan parah.
“Mereka memandangku terlalu tajam sehingga sulit untuk berpura-pura untuk tidak tahu.” Ruby berkata pelan kepada Boo dan menghentikan langkahnya lalu mendongak ke arah para selir itu memandangnya.
Boo ikut menoleh, namun para selir itu telah bersembunyi. “Mereka tidak bisa menyakitimu bahkan jika mereka ingin, tapi jika kau tidak waspada, bukan berarti mereka tidak akan membuat masalah untukmu.”
Ruby melanjutkan langkahnya. “Aku tidak peduli, jika mereka datang langsung kepadaku, aku bisa membuat mereka bermimpi buruk setiap malam.”
Boo tidak menahan tawanya dan menggeleng pasrah, diam-diam membayangkan jika Ruby masuk ke dalam harem Azure. Entah berapa lama para selir keras kepala itu bisa bertahan.
Tapi sayang...
Boo melirik penutup mata Ruby dan menghela nafas.
Apa pun alasan Ruby menutup matanya, gadis itu tidak akan bisa memasuki harem Azure apalagi menjadi istri utama jika dia tidak melepas penutup matanya.
Namun, Boo tidak memiliki hak untuk memberitahu Ruby tentang masalah itu. Lagi pula, meski pun Azure menunjukkan banyak perhatian khusus kepada Ruby, Pangerannya itu belum tentu benar-benar memiliki perasaan spesial kepada Ruby.
Ada kemungkinan Azure hanya merasa tertarik karena kemampuan spesial yang Ruby miliki.
Sesampainya di taman, Boo menghentikan kakinya dan memberitahu Ruby bahwa dia hanya bisa mengantar sampai di sini.
Ruby mengangguk dan berjalan ke arah di mana dia mendengar suara Azure sedang berbicara dengan seorang wanita.
“Oh, Ruby kau sudah datang.”
Azure menyadari kedatangan Ruby lebih dulu dan berdiri untuk menyambutnya.
Ratu Sophia yang melihat reaksi Azure memiliki banyak asumsi di dalam hatinya yang membuatnya tersenyum jail. Namun, begitu dia melihat ke arah mana putranya menyambut, Ratu Sophia gagal mempertahankan senyum di bibirnya.
Bersambung...