Setelah melihat bagaimana antusiasnya Azure ketika membahas tentang Ruby, Ratu Sophia telah membayang tipe gadis seperti apa yang berhasil membuat putranya itu terkagum-kagum.
Cantik, adalah salah satu yang selalu Ratu Sophia bayangkan. Dan ketika Azure mengatakan bahwa gadis itu sangat ahli dalam bela diri. Ratu Sophia membuang opsi gadis yang lemah gemulai dan membayang gadis pemberani yang memesona.Namun, dia tidak pernah membayangkan bahwa gadis itu adalah gadis yang cacat.
Ruby, nama gadis itu secantik dirinya sendiri. Dia memiliki bibir merah merekah, hidung bengir, serta rambut dan tubuh yang sempurna. Seolah dia adalah gadis yang sebelumnya hanya eksis dalam imajinasi indah seorang seniman yang kemudian hidup dan memiliki wujud yang tidak manusiawi.
Bisa di pastikan hanya dengan sekali pandang bahwa Ruby adalah top beauty yang jarang di temukan, bahkan di tiga kerajaan lainnya. Namun, jika dia buta, maka semua kecantikan itu akan memudar dengan kekurangannya.
Jika Azure benar-benar menginginkan gadis ini, bahkan restu dari Raja dan Ratu saja tidak akan bisa mengubah apa pun. Anggota kerajaan tidak bisa menikah dengan seorang gadis yang memiliki sedikit goresan di tubuh mereka terlebih seseorang yang cacat.
Jangan katakan menjadi seorang istri utama, menjadi seorang gundik saja tidak bisa.
Azure membawa Ruby ke hadapan Sophia dan memperkenalkannya. “Ibu, perkenalkan. Dia adalah Ruby, Tabib yang telah menyelamatkan nyawaku.”
Suara Azure menarik Ratu Sophia kembali ke kenyataan dan menoleh ke arah gadis bergaun merah muda yang sedang membungkuk memberikan penghormatan padanya.
Kepala Ratu Sophia sedikit kosong karena rasa kecewa dan hanya bisa tersenyum tipis. Namun senyum itu juga masih sangat kentara tak mencapai matanya. “Halo. Ruby, terima kasih telah merawat Azure selama ini. Aku dengar kesehatannya sedikit lebih baik setelah kau merawatnya.”
Bahkan Azure bisa melihat emosi ibunya yang sedikit salah, apalagi Ruby yang memilki empati kuat untuk emosi orang-orang di sekitarnya. Namun, tentu saja dia tidak akan mempertanyakan apa pun. “Terima kasih Yang Mulia, Aku hanya menjalankan tugasku.” Dia juga menampakkan senyum tipis.
Azure memberi tatapan tanya kepada ibunya. Bagi Azure, ibunya bukanlah orang yang akan menilai seseorang hanya karena kekurangan fisiknya, karena itulah dia sangat percaya diri untuk memperkenalkan Ruby namun saat Azure bertemu pandang dengan Ratu Sophia, mata kelam yang dia warisi itu menghindari tatapannya.
Dan setelah mengamati gerak-gerik ibunya yang beberapa kali menatap mata Ruby dengan enggan, dia segera tau masalahnya.
Azure menjilat bibir. Sangat gatal ingin menjelaskan saat itu juga bahwa Ruby tidak cacat. Namun, sangat tidak sopan membahas hal itu sekarang di saat Ruby ada di sekitar mereka. Terlebih, jika dia bahkan bisa merasakan keanehan ibunya, maka Ruby pasti juga bisa merasakannya.
Tapi untuk sementara waktu, Azure hanya bisa menahan diri dan menarik Ruby untuk duduk di sisinya dan bertanya. “Bagaimana penelitianmu?” Dia dengan sengaja memperlihatkan tatapan lembutnya agar bisa dilihat ibunya.
Ruby bisa merasakan maksud Azure dan tidak bisa menahan senyum tipis di bibirnya, hatinya yang sedikit dingin karena penolakan lagi dan lagi sedikit lebih baik.
Ruby menggeleng pelan. “Masih kurang, tapi aku berhasil membuat ramuan penambah stamina yang bisa mempertahankan fisik tubuhmu selama beberapa hari.” Ruby meletakkan botol ramuan yang dia bawa ke meja. “Dengan ini, kau bisa beraktifitas dengan bebas selama beberapa hari tanpa kendala.”
Mata Azure berbinar terang. Kali ini dia tidak lagi memalsukan reaksinya dan menatap Ruby dengan tak percaya.
Ruby membelai botol berisi cairan bening itu dengan pelan. “Aku mendengar bahwa kondisi tubuhmu sedikit mempengaruhi latihan bela diri yang kau lakukan, dengan ini kau bisa berlatih dengan normal selama beberapa hari dalam sebulan.” Dia kemudian meletakkan botol itu ke dalam genggaman Azure.
Azure menoleh ke arah ibunya dan menggenggam ramuan di tangannya dengan sangat bahagia. “Ibu, kau dengar itu. Aku bisa berlatih pedang lagi tanpa harus waspada dengan kondisi tubuhku.”
Ratu Sophia yang melihat itu, mau tak mau merasakan hatinya meleleh. Dia menoleh ke arah Ruby dengan tatapan yang lebih baik. ”Ruby, kau benar-benar sehebat yang Azure katakan. Hampir semua tabib di kerajaan ini telah datang dan mereka selalu gagal untuk memberikan sedikit pengobatan untuk Azure, dan kau bisa memberi Azure harapan sebesar ini, aku sangat berterima kasih.”
“Aku hanya melakukannya semampuku Yang Mulia.” Ruby membungkuk pelan.
Ratu Sophia akhirnya tersenyum dengan tulus. Memutuskan untuk membuang pikiran tidak-tidaknya untuk saat ini. Setidaknya kenyataan bahwa Ruby benar-benar hebat dan cantik seperti perkataan Azure tidak mengecewakannya.
Ketiganya bercakap dengan harmonis sepanjang siang itu. Hingga akhirnya Ruby di persialhkan untuk meninggalkan ibu dan anak itu untuk membahas sesuatu yang lebih pribadi.
Ruby mengangguk dan pamit, namun dia tahu dengan pasti, pembicaraan pribadi yang Azure dan Ratu Sophia maksud pasti berhubungan dengan matanya.
“Kau tidak mengatakan bahwa Ruby buta.” Setelah melihat Ruby menjauh dan tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, Ratu Sophia akhirnya memuntahkan keluhannya yang sejak tadi dia tahan.
Azure menoleh ke arah punggung Ruby yang menjauh sebelum kembali menghadap ke arah ibunya. “Ibu, pendengaran Ruby sangat tajam, setidaknya kau harus menunggu dia masuk ke dalam kastil dulu jika tidak ingin didengar.” Azure menyeruput tehnya.
Ratu Sophia tercekat dan menoleh, dia melihat Ruby telah menghilang di balik pintu kastil. “Dia benar-benar mendengar dengan sangat baik?”
Azure mengangguk. “Dan juga, dia tidak buta.”
“Tidak buta?”
Azure mengangguk lagi. “Dia hanya perlu menutup matanya karena suatu kondisi.”
Ratu Sophia memajukan tubuhnya penasaran. “Kondisi apa?”
“Hubunganku dengan Ruby belum mencapai tahap di mana aku bisa mengetahui tentang masalah itu.” Azure menghela nafas. Dan dia juga tidak tahu kapan Ruby bisa bersikap lebih terbuka padanya.
Ratu Sophia menyipitkan mata, “Azure, bahkan jika dia tidak buta, jika dia tidak bisa memperlihatkan matanya seumur hidup, apa bedanya dia dengan seseorang yang buta. Jangan membuat masalah, tahtamu sekarang sedang tidak stabil, jangan bermain-main dengan sesuatu yang bisa membuat kubu pendukungnmu ragu.”
Azure menunduk, dia tahu apa yang ibunya katakan benar namun dia juga tidak membenarkan keberadaan Ruby sebagai sumber masalah. “Aku akan mencari tahu tentang masalah Ruby dengan matanya, ibu tidak perlu khawatir.”
“Jadi kau benar-benar ingin menjadikannya sebagai istri utamamu?”
“Aku tidak menemukan kandidat yang lebih cocok darinya. Ruby bisa membuat tahtaku lebih kuat dengan kemampuannya.” Azire menatap bayangannya yang terpantul di meja kaca dan melihat tatapan penuh ambisinya tidak secemerlang dulu.
Apakah benar eksistansi Ruby hanya sebatas itu untuknya?
Azure masih tidak bisa menjawab untuk saat ini.
“Jadi kau membawanya pulang karena kemampuannya? Bukan karena perasaan pribadi?” Ratu Sophia menatap putranya dengan seksama.
Azure mengangguk tanpa mendongak.
Ratu Sophia menyipitkan mata. “Kau yakin?”
Azure akhirnya menatap ibunya, dia terdiam sejenak lalu mengangguk dengan yang dia anggap lebih yakin. “Aku ingin mempertahankan tahtaku, dan aku merasa dia bisa membantuku,” katanya.
Ratu Sophia menatap lama pada tatapan putranya lalu akhirnya menunduk dengan sunggingan bibir yang hanya dia yang tahu apa artinya.
Ya, dia seorang ibu, ibu dari pria di hadapannya, Azure mungkin bisa membohongi dirinya sendiri dan semua orang. Namun tidak akan bisa membohongi Ratu Sophia yang telah merawatnya sejak kecil. Setiap gerakan Azure seperti buku yang terbuka lebar di hadapan Ratu Sophia.
Jadi dia tahu bahwa ambisi yang Azure katakan tidak sesederhana itu, terlebih menyangkut Ruby. Namun, Azure juga adalah pria dewasa.Ratu Sophia tidak akan banyak ikut campur selama masalah itu tidak menyakiti putranya.
Jadi dia hanya mengangguk mengerti dan melanjutkan acara minum tehnya dengan tenang. Menikmati waktunya bersama Azure yang biasanya sangat jarang untuk dilakukan.
Hingga ketika Ratu Sophia bersiap untuk pulang. Sebelum masuk ke dalam kereta, dia maju melintasi Azure dan menarik Ruby yang berdiri di belakang pria itu dan berkata, “Kau ikutlah denganku ke istana.”
Perkataan itu lantas membuat semua orang yang ada di sana terkejut, tidak terkecuali Azure sendiri.
Bersambung...