Panggilan Dari Harem

1220 Kata
Hari itu Ruby baru saja kembali dari pagar kastil untuk menyuntikkan mana pada formasi yang pernah dia gambar ketika sekelompok nelayan menghampirinya. Ruby mengenali napas dua dari mereka sebagai pelayan pribadi selir ketiga dan keempat Azure. Melihat para pelayan itu juga membawa beberapa penjaga, Tifa dan Willow tau bahwa kedatangan para pelayan ini bukan untuk hal yang baik. Benar saja, salah satu dari dua pelayan wanita yang memimpin rombongan itu membuka suara pertama kali. "Kau adalah tabib Ruby bukan?" Dia bertanya dengan sangat tidak sopan, sama sekali tidak menyapa terlebih dahulu meski status Ruby jauh lebih tinggi darinya. Ruby tetap tenang. "Benar, ada apa?" Pelayan yang satu, dengan tubuh yang sedikit berisi dan lebih pendek dari pelayan yang pertama kali berbicara menatap Ruby dari atas kebawah dengan kilau mengejek di matanya. "Selir ketiga dan keempat ingin bertemu denganmu." Ruby, Tifa dan Willow langsung menebak alasan mengapa dua selir Yang Mulia itu ingin menemui Ruby. Beberapa hari yang lalu, rumor mengatakan bahwa selir ketiga dan keempat bertengkar dengan sangat hebat hingga saling melukai wajah masing-masing, dan hingga hari ini keduanya masih malu untuk keluar dari lingkungan harem dengan wajah rusak mereka. Sebagai pelayan pribadi Ruby, untuk berbicara dengan pelayan lain yang berbicara lebih dulu kepada tuan mereka, Tifa dan Willow harus menanggapi ucapan pelayan itu hingga tuan mereka ingin berbicara sendiri. Willow yang sejak tadi berjalan di belakang Ruby maju selangkah. "Jika kalian ingin mencari tabib untuk mengobati wajah selir ketiga dan keempat, kalian salah menemui orang, Nona Ruby adalah tabib pribadi Yang Mulia Putra Mahkota, tugas Nona Ruby hanya melayani Yang Mulia." ujarnya dengan tenang. Meski kedua pelayan itu sangat tidak sopan, Willow tidak bisa marah lebih dulu ketika Ruby masih terlihat tenang. Pelayan yang lebih tinggi mendengus. "Jangan bersikap seolah status kalian lebih tinggi dari kami, semua orang tau bahwa Nona Ruby hanya gadis yang tidak disukai lagi oleh Yang Mulia, jadi berhenti bersikap terhormat dan temui Nona kami!" Raut wajah Tifa berubah. "Dari mana kalian mendengar omong kosong seperti itu? Nona Ruby adalah tabib pribadi Yang Mulia Putra Mahkota, beraninya kalian mengeluarkan kata-kata seperti itu di hadapannya!" Dua pelayan itu mengeluarkan tawa cekikikan, menganggap kata-kata Tifa hanya angin lalu, keduanya berbalik dan memberikan kode kepada penjaga di belakang mereka dan seketika semua penjaga itu mengelilingi Ruby dan dua pelayannya. Melihat situasi ini, Tifa dan Willow tidak bisa tetap tenang, keduanya mendekat ke arah Ruby dan menghalangi beberapa penjaga yang ingin mendekat. Tifa berteriak, "Ini tindakan kriminal, beraninya kalian memperlakukan Nona Ruby seperti tahanan!" "Jika Yang Mulia tau tentang hal ini, kalian akan mendapatkan hukuman yang sangat berat." Willow menyalak ke arah pelayan di belakang para penjaga itu. Willow benar-benar tidak mengerti, otak bagian mana yang digunakan para pelayan dan penjaga di dalam harem ini hingga sangat percaya bahwa Nona Ruby ditelantarkan oleh Yang Mulia Putra Mahkota. Tidakkah para selir yang hadir di perjamuan ulang tahun Yang Mulia melihat betapa marahnya Yang Mulia ketika Pangeran Rian menghina penampilan Ruby? Seolah tidak takut dengan ancaman Willow, dua pelayan itu kembali memberikan kode dan dua penjaga terdekat dari Tifa dan Willow, maju dan menangkap kedua pergelangan tangan kedua gadis itu lalu melipatnya ke belakang hingga keduanya berteriak kesakitan. "Jangan menyentuhku." Ruby yang sejak tadi hanya diam akhirnya bersuara, dengan tenang menghindari tangan dua penjaga yang ingin menangkapnya dan menoleh ke arah dua pelayan harem Azure. "Aku punya tangan dan kaki, tidak perlu bantuan kalian untuk bergerak, dan juga aku ini seorang tabib, bukan tahanan. Kalian membutuhkan bantuanku untuk menyembuhkan majikan kalian, bukan membunuhnya." Kedua wajah pelayan itu memerah. "Kau! Apa kau sedang mengancam kami untuk menyerang selir Yang Mulia?" Ruby tidak mengubah wajahnya. "Aku hanya mengatakannya, tapi kalian sudah melakukannya." Dia menoleh ke arah penjaga yang membekuk Tifa dan Willow. "Kalian menangkap pelayanku seperti pelaku kriminal di saat kami tidak melakukan apa-apa. Bukankah ini termasuk tindakan penyerangan? Bahkan jika mereka hanya pelayan, tindakan kalian untuk menyerang seseorang tanpa alasan di lingkungan kastil tetap melanggar aturan. Hukuman paling ringan untuk orang yang membuat keributan di lingkungan kastil tanpa alasan yang jelas adalah dihukum cambuk sebanyak seratus kali, terlebih jika target serangan kalian sama sekali tidak bersalah." Wajah kedua pelayan itu memucat sedangkan dua penjaga yang menekuk tangan Tifa dan Willow melepaskan tangannya dan mundur sejauh mungkin dari mereka. Pelayan yang lebih tinggi terlihat gugup. "Kami tidak akan melakukan ini jika kau ikut secara suka rela." "Seperti yang pelayanku katakan, aku tabib pribadi Yang Mulia, aku tidak punya kewajiban untuk mengobati orang lain selain Yang Mulia." Ruby memberi jeda seolah sedang berpikir lalu mengeluarkan suara lagi. "Tapi aku akan memberi pengecualian untuk Selir Yang Mulia, bagaimana pun mereka adalah anggota keluarga tuanku." Dua pelayan itu menghela napas lega, lalu mengangkat tinggi-tinggi dagu mereka. "Pilihan bagus, dengan begini, jika Yang Mulia benar-benar membuangmu, Nona kami bisa mempertimbangkan untuk membelamu di depan Yang Mulia." Tifa dan Willow mendengus pelan. Siapa yang harus membela siapa? Yang Mulia bahkan tidak pernah melirik seorang pun di dalam haremnya. Dari mana datangnya kepercayaan diri dua pelayan ini untuk mengeluarkan kata-kata seolah majikan mereka sangat di sukai oleh Pemilik kastil di hadapan Ruby? Di mata Tifa dan Willow yang telah melihat betapa berartinya eksistensi Ruby di hati Yang Mulia dan Baginda Ratu, satu-satunya orang yang bisa membela seseorang di depan Yang Mulia dan berhasil hanyalah Ruby. Tapi, tanpa izin Ruby, keduanya hanya menelan semua kata-kata mereka di dalam hati dan mengikuti kedua pelayan itu ke sayap kiri kastil. Setibanya Ruby di dalam salah satu ruangan, dia langsung mencium bau parfum yang luar biasa menyengat. Ruby merasakan bau harum itu masuk dari hidung dan langsung menyerang kepalanya. Ruby mengerutkan kening dan menjalankan energi spiritualnya untuk menutup Indra tajam pada hidungnya. "Nona, kami membawa tabib Ruby kemari." Dua pelayan itu serta semua pelayan yang bersama mereka masuk ke dalam ruangan dan mengelilingi Ruby serta dua pelayannya seperti tahanan. Di dalam ruangan, Layla dan Chloe duduk saling berhadapan dengan kipas terbuka lebar menutup setengah wajah mereka. Begitu melihat Ruby datang mata keduanya menjadi cerah. "Bagus, kemari dan rawat lukaku." Layla tidak bisa menyembunyikan suara antusiasnya, selama berhari-hari dia merasa frustasi karena luka cakaran di wajahnya meninggalkan bekas yang panjang dan mengerikan. Chloe melirik tajam. "Tidak, dia akan merawatku terlebih dahu, luka di wajahmu hanya luka ringan, lihatlah jerawat di wajahku ini." Berbeda dari luka Layla yang hanya berupa cakaran memanjang, Wajah cantik Chloe justru dipenuhi oleh jerawat sebesar biji jagung yang terlihat menakutkan. Ini semua akibat Layla yang terlalu marah hari itu tanpa sadar melemparkan segenggam selai kacang ke wajah Chloe tanpa tau bahwa Chloe sebenarnya sangat alergi terhadap kacang. Layla tentu tidak terima. "Aku lebuh tua darimu Chloe, biarkan dia merawatku terlebih dahulu." "Ini bukan tentang siapa yang lebih tua dari siapa, ini tentang siapa yang lukanya lebih parah dan juga kau salah paham lebih dulu padaku!" Mata Layla membulat marah. "Aku hanya mendorongmu, tapi kau menyerang wajahku. Apa kau tidak tau bahwa wajah adalah aset kita sebagai seorang wanita?" Chloe juga tidak ingin kalah. "Aku tidak sengaja! Kau mendorongku dan aku hanya berusaha untuk mencari pegangan agar tidak jatuh!" Ruby yang mendengar bahwa pertengkaran mereka semakin memanas seolah mereka akan memulai perkelahian lagi, menghela napas. "Aku bisa memeriksa kalian berdua sekaligus." Pertengkaran kedua selir itu tiba-tiba berhenti begitu mendengar ucapan Ruby. "Kalau begitu, cepat kemari!" keduanya berteriak bersamaan. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN