Ruby menghampiri kedua gadis itu dan memintanya untuk mengulurkan tangan, lalu meraih kedua pergelangan tangan mereka dengan kedua tangannya untuk memeriksa nadi mereka.
Ruby nampak serius, mengerutkan kening dan berpikir lalu melangkah mundur.“Napas kalian stabil, nadi kalian juga normal. Kondisi tubuh kalian sangat baik, sama sekali tidak ada tanda-tanda penyakit.” ujarnya.
Untuk sementara waktu, ada keheningan di dalam ruangan itu sebelum Layla berdiri dengan sangat marah. “Memang nya siapa yang menyuruhmu memeriksa nadi kami hah! Aku ingin kau merawat luka di wajah ku!"
Ruby diam sejenak, lalu seolah akhirnya mengerti, dia tertawa pelan. “Kalian harusnya memberitahu ku lebih awal, aku tidak bisa melihatnya. Tapi aku rasa aku tidak bisa membantu apa-apa, aku tidak tau cara merawat luka di wajah seseorang.”
“Jangan bohong!” Chloe berteriak. “Apa kau pikir aku akan percaya? Dengan wajah putih mulusmu, siapa yang akan percaya bahwa kau tidak memiliki perawatan rahasia. Jadi jangan sombong dan beritahu aku sekarang!”
Ruby dan Layla terdiam, sedangkan Tifa dan Willow sekuat tenaga menahan tawa mereka. Chloe berteriak marah seolah mengumpati seseorang, tapi di telinga orang-orang yang mendengarnya, dia lebih seperti gadis yang cemburu dengan kecantikan wajah gadis lain.
Layla menatap Chloe dengan putus asa dan mendesah frustrasi. Bekerja sama dengan gadis bodoh seperti Chloe benar-benar suatu ketidakberuntungan untuknya. “Aku memiliki luka cakaran di wajahku, jika kau punya obat yang bisa mencegah luka ini meninggalkan bekas, berikan padaku.” Daripada terus berurusan dengan Chloe, Layla lebih memilih untuk menyelesaikan keperluannya secepatnya.
“Aku tidak punya.”
“Apa?”
Ruby menghela napas dan mengulang kata-katanya dengan lebih jelas. “Aku tidak punya obat seperti itu, beberapa obat luka yang aku miliki hanya berfungsi untuk mengobati luka pada bagian tubuh lain tapi untuk wajah, aku belum pernah membuatnya. Lebih baik Nona mencari tabib lain.”
“Pembohong!” Mendapatkan jawaban negatif membuat Layla semakin marah. Dia menoleh ke arah para pelayan di belakang Ruby dan memberi perintah dengan suara lantang. “Geledah dua pelayan itu, kalau perlu telanjangi mereka.”
Willow dan Tifa memucat mendengar perintah itu, keduanya berteriak dan berusaha untuk menghindari tangan para pelayan yang ingin menarik pakaian mereka, namun jumlah pelayan yang ada di dalam ruangan membuat keduanya tidak bisa melarikan diri.
Aura di sekitar Ruby tiba-tiba menjadi dingin. “Nona Disan (Gelar untuk selir ketiga), ini penyerangan. Jika kau tidak menghentikan tindakanmu sekarang. Aku punya hak untuk membela diri.”
Layla mendengus. “Membela diri, kita lihat apa kau mampu membela diri?” Dia memberikan kode pada pelayan tinggi yang selalu berdiri disisinya dan pelayan itu segera beranjak ke arah pintu, membukanya dan memimpin lebih dari dua puluh penjaga ke dalam ruangan. “Tangkap dia! Buka satu persatu kain di tubuhnya, jangan berhenti hingga dia memberikan obat yang aku inginkan!” perintah layla lagi.
“Nona Ruby!”
Melihat bahwa dua puluh penjaga itu benar-benar bergerak ke arah Ruby, Willow dan Tifa yang kesulitan mempertahankan pakaian mereka yang telah dirobek di beberapa bagian, mendorong pelayan di sekitar mereka dengan sekuat tenaga kemudian menghampiri Ruby dan melindunginya di dalam pelukan mereka.
Wajah Tifa di penuhi air mata dan beberapa goresan, namun matanya sangat cerah ketika menatap ke arah Layla. “Nona Disan, perbuatanmu ini sangat keterlaluan, jika Yang Mulia mengetahui hal ini, dia akan sangat marah.”
Berbanding terbalik dengan reaksi Chloe yang menampakkan raut ketakutan ketika mendengar kata-kata Tifa, Layla justru tertawa dengan keras. “Marah? Kenapa Yang Mulia harus marah padaku hanya karena seorang tabib yang telah dia tinggalkan? Aku ini adalah istri Yang Mulia, tentu saja Yang Mulia akan membelaku dari pada kalian.” Dia menoleh ke arah penjaga yang menghentikan gerakan mereka karena teriakan Tifa. “Apa yang kalian tunggu? Lakukan sekarang!”
Tifa dan Willow memejamkan mata, mengunci Ruby di dalam pelukan mereka dengan sangat erat. Tifa kemudian berbisik, “Nona, jangan bergerak. Kami akan melindungimu, bahkan jika mereka merobek kulit kami, kami tidak akan membiarkan selembar pakaian pun meninggalkan tubuhmu.”
Willow terisak dan menyetujui kata-kata Tifa dengan anggukan keras tanpa membuka matanya.
Ruby termenung, merasakan pelukan erat dari dua pelayan di kiri dan kanannya, seolah kehangatan dua gadis itu menyentuh hingga ke dalam hatinya. “Tidak apa-apa, serahkan semuanya padaku,” bisiknya.
Sebelum Tifa dan Willow mengerti maksud kata-kata Ruby, pukulan pelan di tengkuk mereka membuat keduanya jatuh pingsan.
Ruby menarik Tifa dan Willow menjauh dari jangkauan tangan pejaga yang menghampirinya dan meletakkan mereka ke lantai. Senyum tipis hadir di bibir merahnya. “Aku hanya membela diri,” ujarnya, lalu setelah itu tidak ada yang tahu bagaimana Ruby bergerak dan semua penjaga di dalam ruangan di jatuhkan, tidak hanya mereka, para pelayan yang tadinya merobek pakaian Tifa dan Willow juga tidak bisa lolos dari serangan Ruby.
Layla dan Chloe serta pelayan pribadi mereka menyaksikan semuanya dengan wajah horror, bagaimana Ruby bergerak dengan sangat cepat dan menjatuhkan dua penjaga yang lebih tinggi darinya sekaligus dan melihat bagaimana para penjaga yang jatuh sama sekali tidak bisa berdiri lagi, hanya berguling di lantai sambil mengerang kesakitan. Jadi, seberapa besar kekuatan Ruby hingga bisa memukul seorang penjaga hanya sekali namun membuat mereka tidak bisa bangun lagi?
Layla dan Chloe tiba-tiba diliputi oleh rasa takut, keduanya tidak bisa tidak berpikir jika Ruby selesai memukul semua pelayan dan penjaga, maka Ruby akan berbalik menyerang mereka.
“No... Nona! Kita harus keluar dari sini!” Pelayan pribadi milik Chloe berbisik dan menarik majikannya untuk berdiri, dengan kaki bergetar berusaha untuk berbalik dan berlari ke arah pintu. Namun sebelum mereka bisa mulai melangkah, pelayan pribadi Layla terdengar berteriak dengan keras.
Chloe melihat Ruby menjatuhkan pelayan terakhir dan menoleh ke arah mereka. Pelayan di sisi Layla berteriak sedangkan kakinya tiba-tiba lemas. Dia jatuh ke lantai dan melihat Ruby melangkah ke arah mereka.
Layla memucat. “Jangan mendekat! Aku adalah selir Yang Mulia! jika kau melukai ku maka Yang Mulia pasti akan memenggal kepalamu!”
Hanya dalam beberapa menit, Ruby telah berdiri lagi di hadapan kedua selir itu. “Aku tau, tapi sayang sekali. Saat Yang Mulia memenggalku, kau tidak akan bisa menyaksikannya.” Dia tersenyum tipis. “Karena aku akan melakukannya terlebih dahulu padamu.”
Sebelum Ruby melakukan sesuatu kepada dua selir itu, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Dua pelayan di sisi Layla dan Chloe tiba memegangi leher mereka, dengan mata membelalak ke arah Ruby, mereka terjatuh ke lantai dengan tubuh kejang-kejang sedangkan busa berwarna putih keluar dari bibir mereka. Tidak hanya itu, Layla, Chloe, pelayan dan penjaga di lantai juga mulai memiliki reaksi yang sama.
Ruby mundur, mengendalikan energi spirtual di dalam tubuhnya dan berbalik dengan cepat ke arah Willow dan Tifa, menanam beberapa jarum di tubuh mereka dan membawa keduanya ke arah pintu. Namun, sebelum Ruby mencapai pintu, pintu itu telah terbuka dengan kasar dari luar, memperlihatkan sejumlah penjaga dengan seragam dan senjata lengkap di tangan mereka.
Saat itulah Ruby sadar, masalah ini tidak akan menjadi masalah kecil lagi, para wanita di dalam harem jelas-jelas sedang menjebaknya.
Bersambung...