Melihat raut itu, Ruby semakin merasa bersalah. "Maafkan aku." Ruby menghindari tatapan Azure, namun hanya sejenak dia kembali bertemu pandang.
"Karena apa?"
Tatapan Ruby menghindar lagi, teralih untuk memperhatikan detail vas bunga di tengah ruangan. "Maaf karena melanggar peraturan yang kau buat untukku."
Azure melepas pergelangan tangan Ruby dan menyilangkan tangan. "Apa kau pikir aku marah hanya karena itu?"
Ruby mengembalikan tatapannya ke arah Azure. Menampakkan tatapan tanya di matanya.
Melihat wajah yang tak bersalah itu, kemarahan Azure yang terakumulasi sejak dia mengetahui bahwa Ruby tidak tidur semalaman lenyap seketika.
"Ruby, kau ini masih muda. Kau tidak seharusnya begadang terlalu banyak." kata-kata yang keluar dari tenggorokan marah Azure akhirnya hanya bisa melembut sedikit. "Aku tahu kalian para penyihir memiliki daya tahan tubuh yang kuat, namun bukan berarti tubuh kalian immortal. Kau juga bisa sakit dan lelah."
Jika itu dulu, Ruby akan segera membalas bahwa bahkan jika dia sakit, dia bisa menyembuhkan diri sendiri secepatnya karena dia seorang tabib.
Namun Ruby yang sekarang tahu bahwa segala sesuatu tidak selalu sesuai pemikirannya.
Jadi dia hanya diam dan mendengarkan.
"Ruby, semenjak Boo dan Demien tidak ada, hitunglah berapa waktu yang kau sisakan untuk dirimu sendiri istirahat?"
Ruby masih diam.
"Tidak lebih dari lima jam. Saat malam kau tidur jauh lebih lama dariku, lalu bangun lebih pagi. Setelah itu sepanjang hari kau akan menemani dan membantuku mengerjakan segala sesuatu namun saat aku beristirahat, kau masih terjaga. Dan jika bahkan di malam hari kau juga tidak menyisakan waktu untuk istirahat, lalu kapan?"
Azure menghela napas pelan. "Ruby, aku bahkan mulai berpikir keputusanku untuk membawamu kemari salah. Aku berpikir bisa memberimu hidup yang lebih baik namun yang terjadi adalah hal seperti ini."
Ruby tersentak, dia menarik tangan Azure dan menggenggamnya dengan erat. "Aku hidup lebih baik."
Azure menatap mata merah Ruby, ada kilatan tak percaya di matanya.
Ruby melanjutkan kata-katanya. "Aku bisa makan lebih baik, punya tempat tidur hangat dan mengetahui banyak hal yang dulunya tidak aku ketahui. Jadi aku sangat berterima kasih kau mau membawaku kemari."
"Ruby...
"Aku tidak akan melakukannya lagi." Ruby tidak ingin mendengar Azure menempatkan semua kesalahan di kepalanya sendiri. "Aku akan memperhatikannya di masa depan, aku menyisakan banyak waktu untuk beristirahat dan hidup dengan sehat denganmu."
Azure melihat kesungguhan di mata Ruby dan akhirnya menampakkan senyum tipis. Dia mengangkat tangan dan menepuk kepala gadis itu. "Lalu kau perlu istirahat sekarang."
"Huh?" Ruby memiringkan kepala. "Tapi sekarang masih pagi."
"Kau harus mengganti waktu istirahat yang kau lewatkan semalam."
Ruby menggigit bibir dan menggaruk dahinya. "Tapi hari ini aku harus ke sanggar bela diri."
"Aku sudah memerintahkan seseorang untuk memundurkan waktu latihan hingga siang hari." Azure akhirnya memperlihatkan senyum hangatnya lagi. "Jadi sekarang tidur, aku akan membangunkanmu saat waktunya makan siang."
Melihat tingkah Azure, Ruby merasa bahwa dia tidak memiliki kesempatan untuk menolak. "Baiklah. Aku akan memanggil pelayan untuk membersihkan bekas makanannya."
"Tidak perlu, aku akan melakukannya."
Ruby menatap mata Azure dan akhirnya mengangguk. Dia lalu berjalan menuju ruangannya, namun setelah dua langkah, Azure menangkap pergelangan tangannya.
"Kau tidur di sana." Azure mengarahkan dagunya ke ranjang besar di tengah ruangan.
Azure ingin Ruby tidur di tempat tidurnya.
"Tidak, bagaimana bisa aku tidur di sana." Ruby menggeleng dua kali. "Aku akan tidur di kamarku sendiri."
"Tidak. Aku tidak bisa mengawasimu jika kau tidak di sana," kata Azure tak ingin mengalah.
"Hah?"
Azure mengabaikan tatapan bingung Ruby dan langsung menariknya ke arah ranjang besarnya, menekan pundak gadis itu agar duduk di atas tempat tidur.
"Tidur." Melihat Ruby masih ingin menolak, Azure berkata lagi, "Atau kau ingin aku membantumu tidur?"
"Hah? Ah... Tidak perlu." Pipi Ruby memanas, dia degan cepat melepas alas kakinya dan menarik selimut lalu berbaring, hanya menyisakan dua mata besarnya yang menatap Azure dari balik selimut.
Azure tersenyum puas, lalu bergerak untuk menutup semua jendela agar Ruby bisa tidur dengan lebih nyaman.
Ruby melihat itu semua, memperhatikan setiap gerak-gerik Azure, menutup mata ketika para pelayan makan untuk membersihkan meja dan melirik diam-diam ketika Azure duduk lagi di depan meja kerja.
Aroma tempat tidur itu di penuhi oleh aroma Azure, hingga Ruby merasa Azure melingkupinya dengan hangat, membelai matanya dan membantunya tenggelam ke dalam mimpi.
Mungkin karena Ruby memang merasa lelah dan kurang tidur. Ruby tidur dengan cepat dan tidak bangun hingga siang hari.
Saat Ruby mendapatkan kesadarannya kembali, dia telah memeluk guling dengan erat dan menenggelamkan wajah di sana, sedangkan di balik punggungnya, kasak kusuk para pelayan yang menyiapkan makan siang terdengar.
Azure sendiri kini duduk di sisi jendela, membaca buku dengan cahaya minim yang di hasilkan oleh cahaya kecik yang mengintip dari tepi tirai.
Tanpa sadar, bibir Ruby mengembang membentuk senyuman lebar.
"Bagun?"
Azure yang merasakan tatapan Ruby menutup bukunya dan menoleh. Dia berdiri dan melambaikan tangannya agar para pelayan meninggalkan ruangannya.
Ruby akhirnya bangkit dari tempat tidur begitu hanya ada mereka berdua.
"Bangun dan makan, setelah itu kita ke sanggar bela diri."
Ruby mengangguk dan bangkit untuk ke kamar mandi. Tanpa tahu setelah dia menghilang di balik pintu, Yang Mulia Putra Mahkota yang di hormati semua orang merapikan bekas tempat tidur tabibnya.
"Rakyatmu akan mengutukku jika mereka tahu apa yang baru saja kau lakukan," kata Ruby ketika melihat ranjang yang tadinya sedikit berkerut kini jauh lebih rapi.
Azure hanya mengendikkan bahu sebagai balasan dan melambaikan tangannya sebagai tanda bahwa mereka harus makan segera.
Setelah selesai, Azure mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih nyaman untuk keluar sedangkan Ruby mengeluarkan Momo dari kamarnya.
"Apa yang kau lakukan dengan buku itu?" Tnya Azure.
"Mencoba untuk membuat formasi sihir." jawab Ruby simple.
"Formasi sihir?"
Ruby mengangguk dan membangunkan Momo selagi dia menjelaskan apa itu formasi sihir.
Azure menghampiri Ruby namun tidak dengan sembarangan lagi menyentuh buku sihir itu.
Dia melihat bahwa buku yang awalnya buku bergambar itu benar-benar merubah isinya menjadi berbagai macam pola aneh dengan huruf kuno yang Azure ketahui sebagai Rune.
Azure menatap Ruby khawatir. "Apakah tidak apa-apa? Bukankah Momo mengatakan bahwa Manamu terbatas?” Beberapa saat yang lalu, Ruby telah menjelaskan banyak hal kepada Azure, jadi hampir semua yang Ruby ketahui, telah di ketahui oleh Azure.
Ruby mengangguk. "Formasi sihir tingkat rendah tidak memerlukan banyak Mana."
Azure masih tidak tenang. "Tapi kau bilang kau menggunakan Mana juga untuk membangunkan buku sihir ini. Lalu tadi malam...
"Memang benar." Ruby menoleh dan memamerkan senyum lebarnya kepada Azire. "Tapi aku menemukan bahwa semua Manaku bisa kembali setelah aku tidur."
Azure mengangkat alis.
"Jadi Mana di dalam tubuhku bisa kembali jika aku tidur."
Azure tiba-tiba mendengus. "Memangnya siapa yang malas untuk tidur."
Ruby mendelik sebelum bergerak ke sisi ruangan. "Aku kan sudah minta maaf dan mengatakan tidak akan melakukannya lagi--jangan mendekat, aku belum tahu apakah formasi sihir memiliki dampak kepada manusia."
Azure yang tadinya baru berencana ingin melihat akhirnya mundur dan menunggu sambil makan buah.
Ruby belajar dengan cepat, setelah semalaman belajar, dia kini bisa menggambar formasi sihir tingkat rendah dengan benar.
Hanya dalam beberapa menit, dia selesai menggambar formasi di setiap sudut ruangan Azure.
"Formasi sihir apa yang kau gambar?" tanya Azure begitu Ruby menghampirinya kembali.
"Formasi sihir untuk melindungi kamarmu. Dengan begini orang asing tidak akan bisa masuk dengan mudah. Siapa pun itu, formasi ini akan memberitahuku siapa saja yang ingin masuk ke kamarmu." Ruby membersihkan beberapa debu di tangannya.
"Apakah orang-orang tidak akan merasakan kejanggalan?"
Azure hanya khawatir identitas Ruby sebagai penyihir ketahuan.
"Tidak. Selama aku tidak memberi perintah agar formasi ini mengaktifkan formasi penghalang, ruanganmu akan tetap sama seperti biasanya dan bisa di masuki siapa pun."
Azure mengerti dan akhirnya melepaskan kecemasannya.
Bersambung...