Yang Mulia Marah

1283 Kata
Keesokan paginya Azure di bangunkan oleh cahaya matahari yang mengintip dari balik tirai jendela. "Selamat pagi Yang Mulia." Azure mengarahkan pandangannya ke arah suara dan menemukan Ruby baru saja keluar dari ruangannya dan berjalan ke arah jendela untuk menyingkap tirai. "Hum, selamat pagi." Azure bangkit dari tempat tidur dan mengamati penampilan Ruby. "Apa?" Ruby menoleh pada Azure setelah menyadari bahwa pandangan pria itu tidak meninggalkan tubuhnyq sejak dia keluar dari kamar hingga dia selesai menyingkap jendela. Setiap gerakan Ruby sama sekali tidak ada yang salah,dia masih selalu bersikap tenang dan tahu semua letak perabot di dalam kamar Azure. Namun tentu saja bukan hal itu yang menjadi pusat perhatiannya, tapi... "Kenapa kau memakai penutup matamu di dalam ruangan?" Pertanyaan Azure secara tak sadar menyebabkan gerakan Ruby yang baru saja akan mematikan lampu gantung di sisi tempat tidur terjeda sejenak. Azure mulai menyipitkan matanya. Ruby melanjutkan kegiatannya dengan gerakan yang sedikit kaku, pandangan Azure di belakang punggungnya terasa semakin intens. "Bukankah aku memang selalu memakainya," kata Ruby tanpa menoleh. "Tidak." Azure duduk menyilangkan kakinya. "Kau biasanya tidak memakai penutup matamu di dalam ruangan bersamaku." Ruby berbalik, memungit remahan lilin di atas meja nakas tanpa sekali pun menolehkan wajahnya ke arah Azure. "Sebentar lagi waktunya sarapan, jadi aku memakainya." Azure mengangkat alis, selalu merasa sikap Ruby sedikit tidak benar, namun karena dia masih tidak begitu yakin, dia tidak terlalu mengejarnya untuk saat ini. "Baiklah." Azure meninggalkan tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. "Oh,aku mau makan di kamar saja." "Baiklah." Setelah pintu kamar mandi tertutup, punggung Ruby yang tegang, rileks seketika. Dia menghela napas dan mengelus dadanya. "Instingnya semakin tajam." Ruby berbisik pelan sembari melirik pada pintu kamar mandi yang tertutup. "Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?" Di menggigit bibir cemas. Untuk pertama kalinya, Ruby merasakan krisis untuk menyelamatkan diri, meski hidupnya tidak dalam bahaya. Semua ini terjadi akibat dia begadang semalaman. Karena dia terlalu antusias untuk belajar formasi sihir, Ruby sampai lupa waktu dan baru tersadar bahwa dia telah melanggar peraturan yang Azure tetapkan untuknya. Tidak, lebih tepatnya dia benar-benar merusak peraturan itu. Dia tidak hanya sekedar tidur larut malam, dia benar-benar begadang sepanjang malam. Saat matahari mulai nampak, Ruby dengan cepat berpikir untuk merahasiakan hal ini dari Azure. Lagi pula selain Momo, tidak ada yang tahu bahwa dia tidak tidur semalaman. Tetapi, Ruby terlalu menganggap remeh tubuhnya. Saat masih tinggal di goa, Ruby kerap kali begadang hingga pagi jika dia terlalu tenggelam dalam penelitiannya. Dan selain rasa kantuk yang ringan, Ruby tidak memiliki efek samping apa pun. Bagaimana pun, kali ini kasusnya berbeda. Karena semalaman, dia terus mengirimkan Mana kepada Momo agar buku itu tetap terbuka, Ruby menghabiskan setengah dari Mana di dalam tubuhnya dan menjadi sangat lelah. Jika hanya itu, Ruby masih bisa meminum ramuan penambah stamina untuk tetak fit sepanjang hari, namun Ruby kehilangan kata-kata ketika menemukan lingkaran hitam di sekitar matanya sangat pekat hingga Ruby tidak bisa menyembunyikannya dengan bedak bubuk atau krim. Lagi pula, Ruby tidak tahan dengan bau make up yang menyengat itu. Jadi opsi terakhir yang bisa dia gunakan adalah mengompres kedua matanya menggunakan kantong teh bekas untuk sementara waktu lalu kemudian memakai penutup matanya. Tapi rencana itu hanya bisa berlaku untuk sementara waktu. Jika Ruby terus berada di dalam ruangan, Azure pasti akan curiga. Jadi dia berencana untuk menggunakan pelatihan Dark Guard pagi ini sebagai alasan. Namun siapa yang menyangka, Azure curiga jauh lebih cepat dari yang dia perkirakan. "Apa yang kau lakukan? Masih belum memesan makanan?" Azure keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih setengah basah, jubah mandinya terikat dengan longgar dan memamerkan otot-otot halus di d**a bidannya. "Oh, aku baru saja akan pergi." Ruby berjalan dengan cepat meninggalkan ruangan. Azure mengamati punggung gadis itu hingga menghilang di balik pintu, kemudian berjalan ke arah ruangan di mana Ruby tidur. Pintu ruangan itu tidak tertutup rapat, jadi Azure bisa langsung membukanya dan melihat kondisi kamar itu. Ranjang di kamar itu dua kali lebih kecil dari ranjang Azure, tertata rapih dengan seprai dan selimut seputih salju. Di empat sisi tiangnya terikat kelambu tipis dengan warna yang sama namun lebih transparan. Karena ruangan itu awalnya hanya ruangan bersantai yang biasanya Azure gunakan untuk membaca buku. Ruangan itu tidak memiliki banyak perabot selain rak buku dan sofa panjang dan meja. Sama sekali tidak ada lampu gantung, hanya lampu kristal besar. Jadi saat Ruby ingin tidur, dia harus menyalakan lilin sebagai penerangan. Tapi saat ini, lilin yang seharusnya habis di atas meja nakas kini memiliki remahan di atas meja baca di samping sofa panjang. Di sisinya, tergeletak buku hitam yang familiar. Azure tertawa pelan dan memijat pangkal hidungnya. "Anak itu... Tak lama kemudian, Ruby kembali ke dalam kamar bersama sejumlah pelayan yang mendorong troli makanan. Azure duduk dengan tenang di meja kerjanya, menunduk pada berkas di tangannya seolah dia tidak baru saja menemukan sesuatu. Namun, saat Ruby merasakan suasana di dalam kamar, Ruby langsung tahu bahwa dia sudah ketahuan. Ruby berusaha untuk bertingkah senormal mungkin di hadapan para pelayan, namun begitu para pelayan itu keluar, dia menghampiri Azure dan berdiri diam di depan meja. Azure menutup berkas di tangannya dan menyisihkannya bersama berkas yang telah selesai dia kerjakan, meletakkan pena bulu di tempatnya dan berjalan ke arah meja makan tanpa menatap Ruby. Ruby menggigit bibir dan menunduk dalam. Rasa sesal semakin berat di dalam hatinya. "Yang Mu... "Ayo makan." Azure tiba-tiba memotong perkataan Ruby, menarik kursi dan mulai memisahkan makanan yang boleh dan tidak boleh dia makan sendiri. Ruby ragu-ragu sejenak lalu akhirnya memutuskan untuk duduk di depan Azure dan mulai membantu Azure memindahkan makanannya. "Yang Mulia.... "Makan dulu, kita akan bicara setelah sarapan selesai." Azure ekali lagi memotong kata-kata Ruby. Ruby menutup mulutnya dan mengangguk. "Oke." Selanjutnya hanya terdengar suara dentingan peralatan makan yang sesekali menghidupkan suasana yang sunyi itu. Dan menjadi sangat sunyi setelah keduanya selesai. Karena dua kali ter interupsi, kali ini Ruby tidak membuka mulut lebih dulu dan menunggu tindakan Azure selanjutnya. "Kemari." Azure menarik kursi mendekat ke sisinya lalu melambaikan tangannya ke arah Ruby. Ruby menurut duduk di samping Azure. Azure menatap wajah gadis itu sejenak lalu mengulurkan tangan ke belakang kepala Ruby. Gerakan refleks Ruby adalah menghindar, namun Azure menangkap pergelangan tangannya dan menarik ikatan penutup mata Ruby hingga terlepas. Mata lelah Ruby akhirnya terlihat di depan mata Azure. . Ruby melemaskan pergelangan tangannya yang berada di dalam genggaman Azure, sedangkan matanya menghindari pria itu. Alasan mengapa Ruby tidak ingin Azure melihat raut lelahnya, bukan hanya karena pria itu akan marah ketika melihatnya, namun juga karena ada dorongan di dalam hatinya yang selalu ingin memperlihatkan penampilan terbaiknya di depan pria itu. Ruby tidak tahu apa maksud hatinya, namun Ruby bukan orang yang suka ragu-ragu dan banyak mencari tahu tentang perasaannya. Selain karena dia tidak terlalu banyak mengerti tentang perasaan, Ruby juga adalah seseorang yang selalu mengikuti kata hatinya. Karena dia merasa tertarik untuk mengikuti Azure, maka Ruby meninggalkan zona nyamannya dan ikut ke istana, karena dia tidak ingin Azure sakit, maka dia secara sungguh-sungguh meneliti untuk menyembuhkan Azure, karena dia tidak ingin Azure terbunuh, maka Ruby belajar sihir, karena Ruby ingin mengabulkan keinginan Azure untuk naik tahta, maka dia akan mendirikan dukungan kuat di belakang Azure. Dan karena dia ingi menampilkan yang terbaik untuk Azure, maka dia selalu memperhatikan penampilannya agar selalu terlihat baik. Tetapi beberapa hal tidak bisa Ruby kontrol, seperti halnya hari ini. "Lihat aku." Suara Azure mengembalikan Ruby dari lamunannya, dan seperti mantra, dia menuruti keinginan Azure. Mata Azure masih sangat tenang, tidak ada raut seram yang biasanya di miliki orang lain ketika marah. Yang terbayang di mata Ruby hanya raut tak berdaya pria itu. Tetapi tatapan itu sudah cukup untuk membuat rasa bersalah di dalam hati Ruby semakin bertambah. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN