Percakapan Tiga Orang

1206 Kata
Dengan begitu, Ruby dengan senang hati menerima tugas yang Raja Alfred berikan dan mendapatkan kamar tambahan di dalam ruangan Azure.   Namun, Boo jelas-jelas tidak begitu senang dengan pengaturan itu dan mengerutkan bibir tanpa kata selama Raja dan Ratu masih di dalam ruangan dan baru melontarkan keberatannya ketika hanya tersisa mereka berempat di dalam ruangan.   “Nona Ruby, kau juga harus mengobati luka-lukamu terlebih dahulu.” Boo menatap Ruby dengan khawatir. “Kau seharusnya tidak memaksakan diri, aku yakin Yang Mulia juga tidak ingin melihatmu seperti ini.”   “Aku tahu.” Ruby merapikan semua perawatan medisnya dan meraih sejumlah perban dari dalam kotak kayu dan berbalik menatap Boo. “Karena itu, sekarang aku sedang bersiap untuk mengobati diriku sendiri.” Dia mengangkat obat dan perban di tangannya.   Boo menarik napas lega dan mengangguk dengan antusias. “Baiklah, rawat lukamu dengan baik, kami akan menjaga Yang Mulia untuk sementara waktu.”   Ruby tersenyum tipis dan mendorong sebuah botol obat ke arah kedua pria itu. “Kalian juga harus merawat luka kalian, oleskan obat ini setelah kalian membersihkan luka kalian dengan alkohol.” Ruby mendorong botol lain dan beberapa kapas bersih di atas piring besi lalu beranjak dan masuk ke dalam ruangan yang baru saja di sediakan untuk Ruby huni selama beberapa hari.   Boo menatap punggung Ruby hingga menghilang ke dalam ruangan. “Hey Demien, bukankah beberapa hari ini Nona Ruby sedikit berubah?”   Demien yang sedang memeriksa beberapa luka di tubuhnya mendongak sejenak lalu menunduk lagi dan mulai membersihkan luka kecil di lengannya.   Boo telah terbiasa dengan sikap Demien yang seperti itu, jadi dia masih mengajak pria itu berbicara meski pun di abaikan. “Dia jauh lebih ramah, lebih banyak tersenyum dan terlihat lebih anggun.”   Demien masih diam, mengganti kapas yang telah terpakai dengan yang baru dan mulai membersihkan luka yang lainnya.   “Perlahan-lahan dia mulai beradaptasi dengan kehidupan di istana. Bukankah begitu?” Boo duduk di samping Demein dan mencoleknya dengan siku.   Demien yang terganggu mendelik tajam namun wajah Boo yang tebal tidak terpengaruh sama sekali dan masih tersenyum lebar di bawah tatapannya.   “Akui saja, Nona Ruby sekarang terlihat jauh lebih mirip dengan gadis bangsawan dari kerajaan kita.”   Demian mendengus dan melanjutkan kegiatannya juga mengabaikan Boo.   Boo hanya tertawa dalam hati melihat itu. Jika Demien hanya diam maka itu artinya dia juga menyetujui semua kata-katanya, Demien hanya terlalu malu untuk mengakuinya.     Di sisi lain, Ruby yang masuk ke dalam ruangannya, mengunci pintu terlebih dahulu sebelum melepaskan penutup matanya.   Setelah kain itu terlepas, lebih banyak darah mengalir jatuh dari pelupuk matanya, menetes melewati pipinya dan jtuh ke lantai. Ruby tetap menutup matanya berharap sakit kepala yang sejak tadi dia rasakan bisa sedikit lebih ringan.   Dia berjalan dengan langkah pelan ke arah meja dan menyeduh sebuah obat herbal kemudian menegukkanya dengan sekali tegukan.   Ruby tidak menyangka bahwa dampak sebuah kutukan yang saling bertabrakan bisa sangat menyakitkan, pantas saja pria yang memiliki tatto kutukan itu berteriak sangat keras.   Ruby memijat pelipisnya untuk sementara waktu hingga rasa sakit kepalanya sedikit ringan sebelum dia membuka matanya secara perlahan. Darah yang menetes tidak lagi sebanyak sebelumnya, namun masih menciptakan garis darah mengerikan di wajahnya.   Ruby menarik napas dalam sebelum beranjak ke depan sebuah cermin lebar di samping tempat tidurnya, mulai melepaskan lembaran pakaian di tubuhnya satu persatu hingga tubuh telanjangnya yang di penuhi goresan dan luka bakar terlihat di dalam cermin.   Darah di pinggang Ruby telah berhenti mengalir namun meninggalkan goresan panjang yang mencapai punggung bagian kanannya, sedangkan luka bakar di punggung sebelah kiri terlihat sangat mengerika dan menjalar hingga ke leher dan pundak Ruby.   Luka paling banyak yang ada di tubuh Ruby adalah luka bakar yang di dapatkan ketika dia menerobos api untuk keluar dari istana dingin.   Ini adalah pertama kalinya Ruby melihat luka sebanyak itu di tubuhnya sendiri namun sebagai petarung, dia sama sekali tidak merasa bekas luka itu merusak penampilannya, lagi pula Ruby cukup percaya diri dengan obat yang dia buat sendiri, luka seperti ini seharusnya tidak akan meninggalkan bekas apa pun.   Dia kemudian mengendalikan beberapa pisau hunter yang telah di balut dengan beberapa kapas dan perban untuk mengoleskan obat ke luka bakar di punggunya sedang Ruby sibuk mengobati luka-luka yang masih bisa dia raih dengan kedua tangannya. Setelah selesai, Ruby mulai menutup luka-lukanya dengan perban, mulai dari pinggang, lengan hingga pundaknya. Sedangkan luka bakar yang ada di pipi kirinya cukup ringan sehingga Ruby merasa tidak perlu menutupnya dengan perban.   Bersamaan dengan itu, darah yang menetes di mata Ruby juga telah berhenti mengalir, begitu pun dengan sakit kepalanya. Terakhir, Ruby menangani rambutnya, mengganti pakaian lalu akhirnya keluar dari ruangan.   Boo tidak menyangka Ruy selesai dengan begitu cepat sedangkan mereka sendiri belum selesai mengobati setengah dari luka mereka. “Kau selesai begitu cepat?” gumamnya.   Ruby mengangguk dan menatap mereka bergantian.“Bagaimana dengan penyusup yang menyerangku di istana dingin, apakah mereka juga berubah menjadi debu?”   Kali ini, Demein mendongak dan menghentikan gerakan tangannya. “Tidak, Baginda Raja mengurungnya di ruangan terpisah dan memerintahkan dua prajurit menjaga selnya selama dua puluh empat jam. Kita akan melihat bagaimana hasilnya besok, aku tidak percaya dia masih hidup di saat semua temannya telah berubah jadi debu.”   Boo membenarkan. Alasan kenapa pemimpin serangan di istana dingin masih belum berubah menjadi debu seharusnya karena hingga kini dia belum sadarkan diri.”   Ruby mendudukkan dirinya di sofa tunggal yang berhadapan langsung dengan Demien dan berkata. “Jika itu alasannya, maka dia tidak akan bangun hingga aku membiarkannya bangun.”   ‘Huh?”   “Dia pingsan bukan karena luka fatal di tubuhnya, tapi karena aku menekan beberapa titik fitalnya menggunakan jarum akupuntur, sehingga dia tidak akan bisa bangun tanpa perawatan dariku.”   Boo belajar untuk tidak lagi terkejut dengan setiap hal aneh yang Ruby miliki, namun masih tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Apa kau membawa jarum setiap saat di tubuhmu? Jika aku mengingat dengan benar, Raja Alfred telah memerintahkan para pelayan istana untuk menyita semua peralatan bertarung dan ramuanmu sebelum ke istana dingin, bagaimana kau masih bisa memiliki jarum?”   Ruby mengangkat bahu “Jika aku ingin membawa jarum di tubuhku tanpa di ketahui siapa pun, tidak ada yang akan menemukannya.”   Melihat kerutan di dahi Boo juga Demien terbentuk, Ruby tersenyum tipis. “Tanaman di depan istana dingin cukup kaya, beberapa di antaranya bisa menjadi ramuan dan racun, bahkan jika aku tidak membawa jarum, aku bisa membuat obat bius.”   Okey, Boo benar-benar masih tidak bisa terbiasa dengan setiap tindakan luar biasa gadis di hadapannya ini, jadi sama sekali tidak menahan kata-katanya. “Apa kau ini seseorang yang di berkati dewa? Bagaimana bisa hal sederhana menjadi begitu luar biasa di tanganmu.”   Ruby tertawa kecil mendengar perataan Boo.   Seseorang yang di berkati dewa? Jangan melucu, Ruby yang telah di buang sejak kecil dulunya memiliki sebuah panggilan anak iblis.   Ruby mengalihkan wajahnya dan melanjutkan diskusi yang sebelumnya sempat teralihkan. “Lalu tunggu sampai Yang Mulia bangun dan aku akan membangunkannya.”   Demien yang sejak tadi diam menatap Azure yang sedang berbaring di ranjang lalu berkata. “Melihat banyaknya luka di tubuh Yang Mulia, dia kemungkinan akan bangun paling cepat tiga hari ke depan.” dia menoleh ke arah Ruby. “Penyusup itu bisa mati karena kelaparan.”   Ruby tersenyum penuh percaya diri. “Yang Mulia akan bangun besok.”   Bersambung... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN