Setibanya di depan kamar Azure, Ruby mendengar banyak suara dari dalam ruangan. Suara kemarahan Raja Alfred dan tangis Ratu Sophia adalah yang paling jelas.
Ruby kembali menghapus noda darah dari pipinya, berbalik ke arah koridor kosong untuk membelakangi Boo dan Demien lalu mengganti penutup matanya dengan kain berwarna merah agar darah yang menetes tidak terlihat jelas.
Sebelim mengetuk pintu, Ruby menoleh ke arah Boo terlebih dahulu. “Boo aku harus merepotkanmu untuk membawa semua peralatan medisku dari sanggar.”
Boo dengan cepat mengangguk dan segera berbalik untuk melaksanakan permintaan Ruby, di saat yang bersamaan pelayan yang ada di dalam Ruangan Azure juga membuka pintu.
Ketika melihat Ruby muncul, Ratu Sophia yang telah menangis hingga matanya memerah seolah menemukan pegangan terakhirnya dan berlari dengan antusias ke arah gadis itu.
“Ruby, kau harus menyelamatkan Azure, kau harus memastikan dia baik-baik saja!” Dia terisak. “Yang mengurungmu di istana dingin adalah aku, Azure sama sekali tidak tahu. Dendam itu, kau bisa membalasnya kepadaku, tapi selamatkan putraku.”
Raja Alfred yang melihat reaksi ratunya yang terlalu antusias, maju dan menariknya ke dalam pelukan dan berbisik dengan lembut. “Sophia, biarkan Ruby masuk terlebih dahulu, jika kau menghalangi jalannya, bagaimana di bisa memeriksa Azure?”
Raja Alfred kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Ruby. Pandagannya rumit dan ada rasa bersalah di sana. “Nona Ruby, Tolong selamatkan putraku.” Kali ini Raja Alfred menanggalkan gelar rajaya, dia meminta di hadapan Ruby sebagai seorang ayah.
Ruby hanya mengangguk pelan lalu berjalan ke ranjang besar di mana Azure sedang berbaring dengan napas yang sangat lemah, namun meski begitu, bau kematian yang seharusnya tercium darinya sama sekali tidak tercium di indra penciuman Ruby.
Dengan ini, Ruby menyadari bahwa dirinya benar-benar memiliki peran besar dalam keputusan yang dia ambil, jika dia mampu dan memutuskan untuk menyelamatkan seseorang yang sedang sekarat, maka separah apa pun kondisi orang itu, bau kematiannya tidak akan tercium, begitu pula ketika dia memutuskan untuk membunuh mereka yang mampu Ruby bunuh, semua keputusan berada di dalam genggamannya.
Dengan intuisi ini, Ruby bisa mengetahui lawan mana yang jauh lebih lemah dan jauh lebih kuat darinya.
Di bawah tatapan puluhan pasang mata, Ruby menarik pergelangan tangan Azure dan memeriksa nadinya, kemudian menancapkan jarum-jarum kecil di beberapa tempat yang ajaibnya, setelah jarum-jarum itu menempel di kulit Azure, kerutan di dahi Azure yang awalnya sangat dalam karena rasa sakit segera terurai dan jauh lebih rileks, jika bukan karena wajah pria itu yang pucat layaknya mayat, semua orang di ruangan akan percaya bahwa Pangeran Azure hanya sedang tertidur dengan nyenyak.
Lima tabib istana yang sejak tadi berada di sana membelalakkan mata dan salin memandang, ribuan pertanyaan muncul di kepala mereka masing-masing namun tidak bisa mereka lontarkan karena keberadaan Raja dan Ratu di sekitar mereka.
“Aku harus berterima kasih karena kalian tidak melepas akupuntur yang aku tanamkan di beberapa luka Yang Mulia Putra Mahkota, tindakan itu sangat membantu.” Ruby menoleh ke arah para pria tua yang sedang berlutut di hadapan ranjang itu.
Tabib dengan janggut panjag adalah tabib paling senior dari tiga yang lainnya segera menunduk. “Kepala pengawal Demien tidak membiarkan kami melepaskannya.” dia melirik takut-takut ke arah Raja namun tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Bisakah nona ini memberitahuku, untuk apa jarum-jarum itu?”
Ruby menjawab dengan tenang. “Untuk menghentikan pendarahan.”
Empat tabib itu terhenyak, mereka berempat telah belajar banyak ilmu pengobatan dan juga telah mempelajari teknik akupuntur, namun yang mereka tahu hanyalah bahwa akupuntur di gunakan untuk terapi namun tidak pernah mendengar bahwa akupuntur bisa menghentikan pendarah.
Seolah bisa mendengar perdebatan di dalam kepala mereka berempat, Ruby menambahkan. “Jika kalian menempatkannya di tempat yang tepat, teknik ini sangat mudah di lakukan.”
Bersamaan dengan itu, Boo yang membawa peralatan medis Ruby masuk ke dalam ruangan. “Aku tidak tahu peralatan dan obat apa yang kau butuhkan, jadi aku membawa semuanya.”
Boo meletakkan semua botol dan kendi yang dia bawa ke atas meja.
Ruby mengangguk lalu membuka satu persatu kendi yang Boo bawa dan mulai membersihkan luka Azure dengan alkohol yang dia buat secara pribadi. Tindakan itu jelas bukan hal yang baru di dunia medis, jadi para tabib itu tidak terlalu bingung namun tindakan Ruby selanjutnya membuat semua orang di dalam ruangan membelalak.
“A-Apa yang kau lakukan? Bagaimana bisa kau menjahit tubuh Yang Mulia Putra Mahkota seolah dia adalah boneka?” Ratu Sophia yang tidak tahan dengan pemandangan putranya yang sedang di tusuk dan di jahit di depan matanya maju dan hendak menghentikan tindakan Ruby namun segera di tarik oleg Raja Alfred.
“Ratuku, tenanglah, Ruby pasti tahu papa yang dia lakukan.”
“Azure adalah seorang manusia, bagaimana kau bisa membiarkannya di jahit seperti sebuah boneka!”
Meski keributan mulai terjadi di belakanganya, gerakan Ruby tidak pernah berhenti dan masih sangat cepat. “Untuk luka robek yang besar, jika kau tidak menjahitnya, lukanya tidak akan sembuh dengan cepat dan bisa meradang, kondisi terburuk adalah adalah infeksi.” Ruby memotong benang dengan pisau dan mulai menjahit luka yang lain. “Dan saat kondisi itu terjadi, jangan berharap dia akan sembuh dengan mudah.”
Mendengar penjelasan singkat itu, Ratu Sophia merasa belum puas, namun bisikan dari raja Alfred membuatnya sedikit lebih tenang dan memutuskan untuk menutup mata dan tidak melihat pemandangan Ruby yang sedang menjahit putranya.
Ke empat tabib yang melihat tindakan Ruby maju tanpa sadar dan melihat semua benda asing yang Ruby gunakan, mata mereka berbinar layaknya pelajar yang melihat hal baru. Tenggorokan mereka sangat gatal ingin beratnya ini dan itu, namun tatapan Demien terlalu tajam sehingga mereka harus menelan semua rasa ingin tahu itu ke dalam perut mereka dan menyimpannya untuk nanti.
Ruby menjahit luka-luka Azure dengan sangat cepat meski matanya tertutup, meski setiap langkah-langkah itu Ruby lakukan dengan sangat lancar tanpa halangan, namun luka yang ada di tubuh Azure juga sangat banyak sehingga Ruby menghabiskan cukup banyak waktu sehingga darah di matanya mulai mengalir lagi dan menakuti semua orang.
“N-nona, M-matamu...
Ruby menghiraukan tabib itu dan menoleh ke arah Boo tanpa kata dan Boo dengan cepat mengerti maksudnya, dia segera meraih kain bersih di meja dan membantu Ruby menghapus darah di wajahnya, ketika melihat bahwa Ruby juga menghasilkan banyak keringat di dahi dan lehernya, Boo mengambil kain lagi dan membantu untuk menghapusnya.
Ruby tersenyun dan berterima kasih lalu melanjutkan pekerjaannya.
Setelah semua luka Azure selesai di jahit, Ruby mulai mengaplikasikan obat herbal lalu membukus semua luka itu dengan kain putih bersih lalu menyalakan lilin di samping tempat tidur Azure.
Ruby kemudian memisahkan beberapa bubuk obat dari botol yang dia bawa, mencampurnya dengan bubuk yang lain lalu menyiramnya dengan air hangat. Lalu menyuapkannya dengan hati-hati di bibir Azure.
Ajaibnya, hanya beberapa menit setelah obat itu habis, wajah Azure yang awalnya sangat pucat secara perlahan mendapatkan kembali rona merahnya. Kali ini, Azure benar-benar hanya terlihat tertidur.
Ruby menghela napas dan menutup tubuh Azure dengan selimut. “Untuk beberapa hari ke depan, aku harap Yang Mulia tidak banyak di gerakkan atau luka jahitannya akan terbuka.” Ruby mengatakan itu kepada Ratu Sophia. Karena dari suasana hati Ratu Sophia, meski dia cukup terkejut dengan kemajuan yang Ruby lakukan, dia masih tidak terlalu senang dengan metode Ruby yang menjahit Azure jadi Ruby tidak banyak berharap di biarkan merawat Azure secara priabdi.
Namun berbeda dengan keinginan Ratu Sophia, Raja Alfred justru menggelengkan kepala. “Aku berharap yang merawat Azure selama dia tidak sadar adalah dirimu, dengan begitu aku bisa lebih tenang.”
Ratu Sophia masih terlalu emosi dan marah, jadi dia menatap tajam ke arah suaminya, namun untuk pertama kalinya Raja Alfred menarik tali kendali dan membungkam semua kata yang hampir terlontar dari bibir istrinya dan membuat Ratu Sophia diam.
Bersambung...