Penyerangan malam itu seharusnya telah di rencanakan dengan matang. Mereka mengetahui bahwa Ruby sedang terkurung di istana dingin sedangkan Azure sedang tidak sadarkan diri.
Mereka tahu kemampuan bertarung Ruby dan juga bagaimana hebatnya kemampuan penyembuahannya, jadi hal pertama yang mereka lakukan adalah menahan Ruby tetap di istana dingin. Jadi mereka merencanakan penyerangan malam itu di awali dengan menyerang istana dingin, mengirim lima belas asassin elit mereka untuk menyerang secara diam-diam.
Melihat bagaimana mereka tidak takut ama sekali dengan api yang menyala dan justru menyalakan api semakin besar, penyerang Ruby seharusnya datang dengan misi bunuh diri, mereka di perintahkan untuk melakukan apa saja untuk menghalangi gadis buta itu untuk keluar dari istana dingin dan jika bisa mati di sana.
Lalu selanjutnya, mereka melakukan penyerangan terhadap Azure. Dan karena waktu yang terbatas dan juga penyerangan yang di lakukan di dalam istana, mereka melakukan penyerangan besar-besaran dengan mengirim lima puluh pembunuh handal untuk menangani Azure.
Berharap rencana mereka bisa berhasil lebih cepat.
Rencana mereka berjalan sangat lancar, meski keberadaan Raja Alfred sedikit tidak di prediksi, namun karena Raja itu mempercayai lingkunga istananya aman, dia tidak pernah membawa lebih dari dua puluh pengawal di sisinya ketika berada di lingkungan istana begitu pun Azure. Jadi para pembunuh itu dengan cepat menguasai situasi dan melumpuhkan banyak penjaga Raja Alfred dan mengejar Azure.
Satu-satunya target mereka adalah Azure, karena itu setiap serangan mereka berpusat ke arah Pria itu. Rencana mereka hampir saja berhasil, Azure telah terluka parah dan tidak bisa lagi melawan, cukup sekali tebasan dan misi mereka akan selesai.
Namun siapa sangka, di saat kritis itu, Ruby yang seharusnya terkurung di dalam api justru datang. Hanya dengan dirinya sendiri, gadis itu membunuh banyak asassin dan membalik situasi.
Pemimpin pembunuh malam itu kini tergeletak tak berdaya di bawah kaki Ruby, bernapas keras di antara rasa sakit dari luka-luka di tubuhnya.
Saat Ruby mengatakan dia akan membayar setiap darah yang Azure tumpahkan, dia benar-benar menyayat banyak luka yang sama persis dengan luka yang ada di tubuh Azure dan menghindari setiap titik vital pria itu agar dia bisa merasakan rasa sakitnya lebih lama.
Ketika pertarungan di sisi Raja Alfred selesai, pisau Hunter Ruby juga kembali ke tangannya dan membantu Boo juga Demien untuk menangani lawan yang tersisa dan di bawah perintah Ruby pisau hunter itu tidak membunuh satu pun asassin yang ada di sana dan hanya melumpuhkan mereka.
Meski di penuhi amarah, Ruby masih mengingat bahwa dia juga perlu mencari informasi tentang organisasi yang sepertinya memiliki dendam yang mendalam dengan Azure ini. Namun dia juga tidak lupa bahwa semua asassin ini memiliki kemungkinan untuk berubah menjadi debu setiap saat jadi Ruby terlebih dulu mengendalikan setiap gerakan pria itu dengan jarum akupunturnya kemudian memeriksa mulut mereka satu persatu.
Namun, seperti yang dia duga, tidak ada racun di mulut para asassin itu.
Ketika Ruby sedang mencari di sekitar tubuh si pemimpin asassin, bau kematian yang kental perlahan tercium di tubuh pria itu, Ruby terkejut karena dia masih tidak memiliki niat untuk membunuhnya saat ini.
“Ah! Mereka satu persatu menjadi debu.” Tak jauh dari sana, umpatan Boo terdengar.
Ruby menoleh dan merasakan bau kematian tercium dari setiap tubuh para asassin lainnya. Ruby menggigit bibir dan mendengar pria di bawahnya terkekeh.
“Nona, kau sangat hebat. Namun sayang kau berada di sisi yang salah.”
Ruby mengerutkan kening. “Apakan misi kalian ini sepadan dengan nyawa kalian sendiri? Siapa yang memerintahkan kalian? Kenapa Azure?”
Ruby tahu bahwa pria itu tidak akan menjawab apa pun, Namun kemarahan yang perlahan menjalar di dalam hatinya tidak bisa mengontrol setiap kata yang ingin dia katakan.
Pria itu terkekeh namun Ruby bisa merasakan kesedihan di hatinya. “Kami di lahirkan untuk mati dalam tugas, dan kami rela melakukannya demi dunia yang lebih baik.”
Kerutan di dahi Ruby semakin dalam, ketika dia mencium bau kematian pria di hadapannya semakin kental, otak Ruby dengan cepat bekerja. Jika dia tidak bisa tahu dari mana para pembunuh ini berasal, dia setidaknya harus tahu apa yang membuat mereka berubah menjadi debu.
Ruby menoleh ke arah Boo dan Demien. “Bawa Yang Mulia kembali ke istana secepatnya untuk mendapatkan perawatan.” Setelah itu, dia membawa tubuh pemimpin asassin itu menjauh dari sana.
Demien dan Boo tidak sempat mengatakan apa pun dan sosok Ruby telah menghilang di balik gelapnya hutan.
“Apa yang sedang dia lakukan?” Boo bertanya namun tidak mengharapkan jawaban apa pun, karena dia pun tahu bahwa tindakan Ruby terkadang misterius namun selalu memiliki hasil yang memuaskan.
Ruby berlari dengan cepat dengan beban berat di punggungnya, melompati bebatuan, menyeberangi sungai dan melintasi lembah demi mencari tempat paling terpencil dan bahkan keluar dari kawasan istana.
“Di mana kau akan membawaku?” Pria di punggung Azure tidak bisa melihat apa pun di antara gelapnnya hutan di malam hari dan hanya bisa merasakan bahwa suhu tubuhnya semakin dingin, dia tahu bahwa sebentar lagi dia akan berubah menjadi debu dan menyatu dengan segala sesuatu di sekitarnya.
Ruby tidak repot menjawab pertanyaan pria itu dan menghabiskan semua energinya untuk membawa pria itu ke tempat aman dari binatang dan manusia.
“Kau tidak akan bisa membuatku hidup, tidak ada yang bisa.”
Ruby menghentikan langkahnya di atas sebuah bukit dan menurunkan pria itu di tanah “Siapa bilang aku ingin mempertahankan hidupmu?” katanya dingin. “Kau tidak sepadan untuk itu.”
Bulan yang menggantung di langit masih sangat kecil dan tidak memberi penerangan yang berarti bagi manusia lainnya, namun bagi Ruby sinar kecil itu sudah cukup untuk melihat dengan jelas.
Ruby kemudian membuka semua pakaian pria itu dan hanya menyisakan kain yang menutupi daerah pribadi pria itu.
“Apa yang kau lakukan!”
Ruby tidak menjawab dan hanya menutup mata pria itu dengan satu telapak tangannya lalu menggunakan tangannya yang kain untuk melepaskan penutup mata di wajahnya.
Mata merah Ruby bersinar di malam yang gelap, dia meneliti setiap inci tubuh depan pria itu dengan matanya dan mencari sesuatu yang mencurigakan. Saat tidak menemukan apa-apa, Ruby menutup mata dan membalik pria itu menjadi tengkurap.
“Sebenarnya apa yang kau inginkan!...ugghhh heyy!”
Pemimpin asassin itu telah membunuh banyak nyawa di tangannya namun ini adalah pertama kalinya dia di permalukan seperti ini, dia di bolak balik seperti boneka telanjang tanpa harga diri, terlebih yang melakukan semua itu adalah seorang wanita muda.
Situasi itu sangat memalukan sehingga di berharap agar tubuhnya bisa menjadi debu secepatnya dan menghilang dari hadapan gadis mengerikan ini.
Ruby tidak memperdulikan setiap teriakan pria itu dan masih berkonsentrasi untu mencari, menahan kepalanya agar tidak berbalik sebelum kembali membuka matanya dan kembali meneliti tubuh bagian belakangnya. Ruby tidak mencari lama ketika tiba-tiba matanya terasa tersengat sesuatu dan secara refleks menutupnya, secara bersamaan pria yang sedang di tekan ke tanah itu juga menjerit kesakitan.
“Ahh! Apa itu?”
Ruby menarik napas “Ketemu!”
Mengabaikan rasa saku di matanya, Ruby kembali membuka mata, memfokuskan pandangannya ke arah pundak kanan pria itu. Di sana terdapat tato kecil yang seolah menyatu dengan kulit pemiliknya, hanya sedikit menonjol dan membentuk sebuah gambar. Tato itu jelas tidak akan mudah di temukan jika tidak teliti.
Yang membuat Ruby menemukannya dengan cepat adalah aura pembunuh di tatto itu yang sangat kental dan menyengat matanya.
“Kutukan.” Ruby berbisik di bawah napasnya, dia dengan paksa membuat matanya tetap terbuka dan melihat tatto kutukan itu dengan seksama sedangkan jeritan dan rontaan pria yang memiliki tatto itu sangat keras, dia berteriak kesakitan seolah akan merobek tenggorokannya sendiri.
Ruby merasakan cairan kental mulai menetes di pipinya sedangkan tatto itu semakin lama-semakin jelas dan mulai menghitam lalu memerah dan mengelupas kemudian berdarah.
Kutukan di mata Ruby jelas sangat berlawanan dengan tatto itu sehingga ketika keduanya bertemu, kutukan itu menciptakan rasa sakit yang luar biasa untuk pria itu sehingga bahkan sebelum tubuhnya berubah menjadi debu, dia telah meregang nyawa dengan sangat mengenaskan.
Bersambung....