Tuk...
Telinga Ruby bergerak bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti. Dia menoleh secara tiba-tiba sehingga semua buku yang berada di atas kepalanya terjatuh ke lantai.
“Apa yang kau lakukan? Beberapa langkah lagi kau akan berhasil.” Susan, pelatih yang diperintahkan oleh Ratu Sophia untuk mengajar Ruby mendesah untuk kesekian kalinya.
Bagaimana tidak, sejak beberapa hari yang lalu, dia telah mengurung diri setiap hari di dalam sanggar bersama Ruby untuk mengajarinya tentang tata krama dan juga peraturan yang ada di kerajaan kepada Ruby. Namun, hingga hari ini, kemajuan paling signifikan dari Ruby hanyalah cara dia mengingat setiap kata yang bisa dan tidak bisa dia ucapkan di sembarang tempat.
Tetapi untuk praktek berjalan, duduk dan membungkuk, Ruby masih sangat kaku.
Wajar saja, Susan mendengar bahwa Ruby adalah seorang petarung, jadi mengajarinya untuk bersikap layakya wanita bangsawan yang lemah gemulai sangat sulit untuk di wujudkan.
“Ulangi lagi.”
Ruby mengangguk dan memungut buku-buku yang jatuh di sekitar kakinya, menumpuknya hingga setengah lengan orang dewasa lalu dengan hati-hati menempatkannya di atas kepala.
Susan menghela nafas lagi. Setidaknya Ruby tidak memiliki sikap manja dan Arrogan anak-anak bangsawan itu.
“Ayo, jalan lebih pelan. Sesuaikan setiap langkah kakimu dengan anggun, angkat kepalamu ke depan namun jangan terlalu tinggi.” Susan berjalan mengelilingi Ruby dan membenarkan setiap kesalahan yang dia lakukan.
Sedangkan tak jauh dari sana, Ratu Sophia sedang duduk santai membaca buku dan minum teh. Hanya sesekali menatap setiap perkembangan pelatihan Ruby.
Ruby bernapas dengan tenang, mengambil langkah dengan hati-hati dengan gerakan yang agak kaku, namun telinganya saat ini sedang berkonsentrasi mencari langkah kaki familiar yang tadi di dengarnya.
“Benar seperti itu, melangkah dengan tegap. Jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat. Ya, benar. Kau melakukannya dengan benar.” Susan bersedekap melihat kemajuan pertama Ruby dan merasa puas.
Melihat itu, Ratu Sophia perlahan tersenyum tipis, lalu menoleh pada pelayan yang sedang berdiri di belakangnya. “Bagaimana dengan pakaian yang aku pesan?” tanyanya.
Pelayan itu membungkuk dan menjawab. “Aku memeriksanya pagi ini, dan semua pakaian itu hampir selesai.”
Ratu Sophia mengangguk dengan puas. Dia kembali memfokuskan tatapannya ke arah Ruby dan tidak bisa menahan senyum di bibirnya untuk semakin lebar.
Beberapa hari ini, dia telah mengamati setiap gerak gerik Ruby, setiap raut wajahnya, sifat dan perlakuannya kepada orang lain. Dan Ratu Sopia mendapati bahwa Ruby adalah gadis yang sangat terkontrol. Dia akan berisikap suam-suam kuku pada setiap orang, memperlakukan mereka dengan biasa namun tidak buruk.
Dia bisa menjadi gadis yang sangat perhatian dan pengertian jika dia menyukai seseorang namun bisa menjadi lawan yang merepotkan jika seseorang menentangnya.
Singkat kata, Ruby tidak akan membuat masalah jika seseorang tidak berbuat salah kepadanya terlebih dulu.
Hanya saja, Ruby sedikit sulit untuk memulai hubungan dengan orang baru.
Karena itulah. Ratu Sophia telah memutuskan bahwa dia akan berusaha membuat gadis itu tetap berada di sisi Azure, menjadi pengawal, tabib dan juga teman putranya. Untuk kemajuan lain, Ratu Sophia dan Raja Alfred telah setuju untuk menyerahkan semuanya di tangan Azure.
Selama Ruby bisa tetap berada di pihak Azure, di masa depan. Apa pun keputusan keduanya, mereka hanya akan mendukung.
Azure sidah cukup banyak menderita dengan kondisi tubuhnya, Ratu Sophia hanya ingin putranya bahagia dengan siapa pun yang dia mau.
“Latihan hari ini, cukup sampai di sini. Tetaplah berlatih. Besok aku akan datang lagi.” Susan menurunkan semua bulu buku di atas kepala Ruby dan menyerahkannya kepada pelayan. “Pulang dan mandi air hangat, dengan begitu kau tidak akan terlalu lelah.”
Ruby mengangguk.
Susan kemudian berbalik menghampiri Ratu Sophia.
Ratu Sophia tersenyum menyambut teman lamanya lalu beranjak dari sana. Ratu Sophia memang datang diam-diam, jadi dia tidak merepotkan diri untuk menyapa Ruby. Namun Ruby tentu tahu keberadaannya, karena itu, dia membungkuk dalam ke arah Ratu Sophia sebelum dia juga beranjank meninggalkan sanggar itu.
Setelah keluar dari ruangan, Ruby tidak langsung kembali ke kamar yang telah di sediakan untuknya dan hanya menyuruh tiga pelayan yang mengikutinya untuk meninggalkannya sendiri kemudian berputar ke belakang paviliun untuk mencari suara yang tadi dia dengar.
Karena para pelayan itu juga tidak menganggap status Ruby terlalu tinggi untuk mereka layani selama 24 jam, mereka semua kemudian pergi tanpa ragu.
Di sisi lain, Azure yang sejak tadi mengendap endap mencari di sekitar taman lalu ke beberapa ruangan tidak menyadari keberadaan Ruby yang perlahan mendekat ke arahnya.
Paviliun itu adalah sanggar yang biasanya hanya dihuni oleh para wanita kerajaan dan sangat jarang seorang pria bisa masuk ke dalamnya, Mungkin karena itulah ibunya tidak mengizinkannya untuk masuk. Akan sangat memalukan jika Azure di temukan seseorang sedang menjelajah di sana. Karena itulah setiap kali pelayan lewat Azure akan bersembunyi dan setiap sarafnya waspada akan semua gerakan yang ada di sekitarnya.
Azure berjalan perlahan melewati jembatan melengkung dari sebuah sungai jernih yang cukup luas, menengok ke kanan kiri dan memastikan tidak ada seorang pun di sana dan melanjutkan perjalannanya ke sanggar seni di mana para gadis biasanya belajar tari dan sebagainya.
Ruby memiringkan kepala begitu dia merasakan langkah kaki Azure datang dari depannya dan tanpa sadar mundur selangkah dan bersembunyi di alik tanaman padat dan menunggu Azure melewatinya sebelum keluar.
Azure berjalan lurus ke dalam sanggar tanpa menyadari ekor baru yang mengekor di belakangnya.
“Di mana dia?” Azure berbisik pelan dan menatap ruangan yang kosong melompong.
“Yang Mulia mencari siapa?” Setelah mengamati cukup lama, Ruby akhirnya bersuara. Namun karena dia berbicara secara tiba-tiba, Azure menjadi sangat terkejut dan berjengit sebelum berbalik.
“Kau mengejutkanku.” Azure mengelus dadanya dan menghela nafas lega ketika melihat orang yang dia cari muncul dengan sendirinya.
“Yang Mulia, kenapa kau disini?” Ruby bertanya lagi.
Mereka tetap berdiri berhadap-hadapan, tanpa satu pun yang mengambil langkah dan ketika Ruby bertanya, Azure menjadi sangat gugup hingga tidak bisa menatap langsung ke arah Ruby meski pun tahu Ruby tidak bisa melihat raut wajahnya.
“Um...Aku mencari ibuku.” Azure berbohong tanpa berkedip. Terdengar meyakinkan jika saja orang yang dia bohongi bukan Ruby.
Ruby mengangkat alis ragu, namun sama sekali tidak berniat membongkar kebohongan Azure. “Ratu Sophia baru saja pergi.”
“Oh begitukah. Aku sepertinyaa terlambat.” Azure menggaruk tengkuknya dan tertawa canggung, lalu melirik diam-diam ke arah Ruby. “Bagaimana keadaanmu beberapa hari ini?” tanyanya.
“Sangat baik, aku belajar banyak hal. Tapi sepertinya kondisi yang mulia tidak terlalu stabil?”
“Huh?” Azure menatap tangannya sendiri dam merasakan bahwa tidak ada yang berbeda dari tubuhnya sejak dia meminum ramuan dari Ruby, dia masih merasa lebih baik dari biasanya. “Aku baik-baik saja. Ramuan yang kau buat sangat ampuh.”
Tanpa di sangka Ruby semakin mengerutkan kening dan berjalan cepat ke ara Azure, setelah meminta izin, dia mengangkat pergelangan tangan Azure dan memeriksa nadinya.
“Nadi dan detak jantungmu masih stabil, tetapi...”Ruby menggigit bibir dan mendongak. “Bau kematian di tubuhmu sangat kental.”
Bersambung...