Azure meninggalkan kastilnya hanya dengan jubah satin dan pakaian hariannya di dalam kastil, rambutnya terikat longgar di belakang kepala yang sewaktu-waktu bisa terlepas seiring dengan hentakan kuda yang berlari cepat di antara pepohonan besar, sedangkan Demien dan Boo mengikuti dari belakang dengan stabil.
Ketiganya mengendarai kuda selama beberapa saat sebelum akhirnya mencapai gerbang istana.
Para penjaga gerbang langsung membuka gerbang begitu melihat sosok Putra Mahkota, membungkuk dan memberi penghormatan serta sahutan untuk menyambutnya.
Salah satu penjaga berlari cepat mendahului Azure untuk menyampaikan kedatangannya ke istana. Sehingga ketika Azure tiba di depan pintu istana, Raja Alfred telah berdiri menyambutnya dengan senyum lebar.
Azure melompat turun dari kudanya dan menyerahkan tali kekangan kepada pelayan yang datang menyambut lalu membungkuk memberikan penghormatan kepada ayahnya.
Raja Alfred mengangguk dengan senyum tipis di wajah tuanya. Dia kemudian melambaikan tangan meminta agar para pelayan meninggalkannya hanya berdua dengan putranya itu, Azure sendiri meminta Boo dan Demein untuk menjauh sedikit dan memberinya ruang untuk bercakap berdua saja dengan Sang Raja.
“Kau datang cukup cepat.” Setelah hanya ada mereka berdua, senyum Raja Alfred tidak lagi tertahan, dia maju dan memeluk pundak putranya. “Begitu tidak sabar?”
Azure mengikat tali jubahya yang sempat terlepas dan berpura-pura tidak mengerti apa yang Ayahnya baru saja katakan. “Aku merindukan ibuku.”
“Benarkah?” Raja Alfred tersenyum lucu seolah tak percaya.
Azure mengangguk untuk meyakinkan.
Raja Alfred hanya bisa tersenyum diam-diam. “Sayang sekali, ibumu sedang berada di halaman belakang,” ujaranya sembari menarik Azure ke dalam istana. Namun saat mendengar perkataannya, Azure justru menghentikan langkahnya.
Senyum Raja Alfred semakin lebar sehingga Azure berdehem malu. “Aku ingin menemui ibuku.”
“Tunggu saja di dalam, Aku akan memerintahkan seorang pelayan memberi kabar kepada ibumu.”
“Tidak perlu.” Azure menjawab dengan cepat. “Aku akan menemuinya sendiri, tidak perlu mengganggu kegiatannya.”
Raja Alfred mengangkat alis. “Apa kau yakin yang ingin kau temui adalah ibumu?”
Azure berdehem pelan, menghindari kontak mata dengan ayahnya. “Tentu saja.” jawabnya.
Raja Alfred masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Azure telah melesat pergi dari hadapannya, diikuti oleh Demien dan Boo.
Raja tua itu tertawa rendah dan menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam istana sendiri.
Azure melewati halaman samping istana untuk ke halaman belakang.
Halaman belakang istana jauh lebih luas dari halaman depan, dengan banyak paviliun dan bangunan lain. Salah satunya adalah sanggar seni di mana para wanita bangsawan biasanya berkumpul, di sana juga para putra dan putri keluarga kerajaan mendapatkan pengajaran khusus tentang tata krama kerajaan.
Azure berjalan cepat melewati halaman istana, jubah emasnya berkibar seiring langkah yang dia ambil, sedangkan setiap pelayan yang dia lalui membungkuk dalam padanya, kemudian melirik Azure secara sembunyi-sembunyi untuk memanjakan mata mereka dengan ketampanan Putra Mahkota mereka yang tiada bandingnya di kerajaan mereka.
Azure mungkin adalah Putra Mahkota, Putra tunggal dari raja dan ratu yang terhormat, namun karena kondisi tubuhnya, dia juga adalah satu-satunya pangeran yang sangat jarang menginjakkan kaki di istana.
Karena itu, para pelayan selalu berusaha untuk melihat Azure sebanyak yang mereka bisa jika dia mengunjungi istana, karena entah kapan pangeran itu bisa terlihat lagi.
“Yang Mulia, berjalanlah lebih pelan.” Demien berseru pelan sembari berusaha mengejar langkah kaki cepat Azure.
Dulu, Demien selalu bisa mengejar langkah kaki Azure hanya dengan dua langkah lebarnya. Namun, semenjak Azure mengkonsumsi obat yang Ruby berikan, Azure jauh lebih aktif dan secara perlahan memperlihatkan kemampuannya terhadap orang-orang di sekitarnya.
Azure mengabaikan panggilan Demien dan masih berjalan cepat menghampiri gerbang kecil sebuah paviliun yang memiliki dua penjaga di pintunya.
“Selamat datang yang mulia.”
Dua pelayan yang menjaga pintu adalah dua wanita yang Azure kenali sebagai pengawal pribadi ibunya. Jadi Azure hanya menganggukkan kepala dan memerintahkan mereka menyingkir dengan lambaian tangannya.
Namun, alih-alih membuka pintu seperti permintaan Azure, Dua pengawal wanita itu malah bergeming di tempat sebelumnya, menghalangi pintu dengan kedua tubuh mereka.
“Kalian tidak akan menyingkir?” Azure menyipitkan mata.
Dua pengawal itu saling melirik sebelum membungkuk dalam dan berseru secara bersamaan. “Ampuni kami Yang Mulia, kami hanya menjalankan perintah bahwa Kami tidak boleh membiarkan siapa pun mengganggu kegiatan Ratu di dalam.”
Azure melirik ke belakang dan Boo maju untuk menangani dua gadis itu.“Yang Mulia bukan hanya sekedar siapa pun, Dia adalah Putra Mahkota, yang ada di dalam adalah Yang Mulia Ratu yang sangat menyayanginya, Kalian masih akan menghalangi kami?”
“Kami juga tahu tuan, tapi...” salah satu gadis itu bersuara takut-takut dan menggigit bibirnya. “Tapi, kami hanya menjalankan perintah dari Baginda Ratu.”
Dengan suasana hati yang suram, Azure mengerutkan kening dan menatap dua pendekar wanita itu hati-hati. “Apakah Ibunda Ratu tahu aku datang?” tanyanya.
“Ya, Yang Mulia.” Dua gadis itu menjawab bersamaan.
“Dan dia masih tidak mengizinkan kalian menghalangiku untuk masuk?”
Dua gadis itu menunduk dalam dan mengangguk.
Boo berbalik dan melihat awan mendung semakin gelap di atas kepala Azure dan dia hanya bisa menatap pasrah kepada Demien.
Tidak ada yang tahu mengapa untuk pertama kalinya Yang Mulia Ratu yang sangat menyayangi putranya hari ini justru menutup pintu dan tidak membiarkannya masuk, namun sudah sangat jelas bahwa Azure yang biasanya sabar kali ini sangat tidak senang.
Azure mendengus pelan lalu menyibakkan lengan jubahnya. “lakukan tugas kalian dengan baik.” ujarnya lalu berbalik.
Boo berjalan menghampiri Demien dan berjalan di sisinya lalu berbisik. “Apa menurutmu Yang Mulia menyerah begitu saja?”
Demien tidak memiliki perubahan apa pun di wajahnya, hanya menatap punggung Azure dan mengikuti langkah pria itu dengan stabil dan menjawab. “Tentu saja tidak.”
Azure mungkin sosok yang lembut dan bijaksana, namun di balik itu semua, dia menyembunyikan sosok keras kepala yang gigih. Jika dia menginginkan sesuatu, dia akan berusaha dengan keras mendapatkannya. Sesulit apa pun caranya.
Dan seperti yang Demien katakan, Azure yang awalnya Boo kira akan kembali ke istana, tiba-tiba berbelok debelum mencapai jembatan yang menghubungkan istana dan halaman paviliun sanggar.
Mereka berjalan tidak cukup jauh sebelum mereka menemukan tembok lain dengan pohon ginkgo besar disisinya, di mana ranting besarnya melintang melewati pagar dan memasuki halaman di seberang tembok.
Di bawah tatapan tak percaya dan panik Demien, Azure memanjat tanpa ragu pohon besar itu.
“Yang Mulia!”
Azure menyeimbangkan pijakannya pada ranting kayu sebesar lengan orang dewasa itu dan berbalik menatap dua pelayannya. “Jangan berisik,” tegurnya. Dia datang ke tempat ini bukan untuk ketahuan.
Boo sangat gugup, menatap kaki Azure dengan takut, jika tiba-tiba saja Pangerannya itu terjatuh.
“Yang Mulia, Akan lebih baik jika kita kembali ke istana dan meminta bantuan Baginda Raja.” Demien berusaha membujuk selagi dia berdiri tepat di bawah Azure, siap siaga menjadi tempat landasan Azure jika dia jatuh.
“Tidak, jika ibuku bahkan tidak membiarkanku masuk, menurutmu apakah dia akan menyerah hanya karena aku melapor pada ayahku?”
Jawabannya tentu tidak.
Demien tidak bisa membantah itu. Merupakan rahasia kecil mereka dan hanya mereka di pihak Azure yang tahu bahwa Raja mereka sangat lemah terhadap ratunya sendiri. Raja Alfred tentu tidak akan membantu sama sekali.
Melihat Demein diam, Azure kemudian tidak ragu lagi, berjalan dengan dua kakinya dan melintasi pagar itu menggunakan ranting kayu lalu melompat turun.
Bersambung...