“Apa saja yang kau makan setelah aku meninggalkan kastil?”
Azure terdiam sejenak sebelum menjawab pelan. “Tidak ada, aku hanya memakan semua yang kamu katakan boleh makan.”
Kerutan di kening Ruby semakin dalam selagi dia meraba nadi Azure berkali-kali. Kondisinya memang sangat normal tetapi Ruby juga tidak berpura-pura ketika mencium bau kematian yang kental di tubuh Azure, Bau yang biasanya hanya Ruby cium dari binatang yang sedang sekarat.
Tapi kenapa? Azure terlihat begitu sehat namun bagaimana bisa dia mencium bau kematian di tubuhnya?
Ruby sangat benci ketidaktahuannya saat ini dan juga merasa sedikit cemas.
“Aku baik-baik saja dan merasa sangat sehat, kau tidak perlu begitu khawatir.” Azure yang merasakan tekanan yang Ruby rasakan. Dia melepaskan genggaman gadis itu di tangannya dan memberikan senyuman untuk menenangkan.
“Aku tidak pernah meragukan kemampuan penciumanku Yang Mulia, bahkan jika aku berharap aku bisa salah.”
Sejak kecil, Ruby selalu memiliki kemampuan untuk mencium bau kematian seseorang yang sekarat hanya saja sebelumnya dia tidak terlalu mengerti itu. Hingga ketika dia membunuh para pemburu itu, di sanalah Ruby menyadari bahwa bau seseorang yang telah terkena kutukannya sangat berbeda. Begitu juga para binatang yang sakit.
Dan bau napas Azure saat ini benar-benar seperti bau binatang yang sedang sekarat, bau yang membuat Ruby sangat tak nyaman.
“Yang Mulia, permintaanku saat ini mungkin akan sedikit di tentang oleh orang lain karena itu aku tidak pernah meminta ini sebelumnya.” Ruby menarik nafas yang dalam lalu memutuskan untuk mencoba jalan terakhir yang harus dia ambil dan bertanya persetujuan dari Azure.
“Apa?”
“Aku sebenarnya punya cara untuk menyembuhkan penyakitmu sepenuhnya. Tetapi, cara ini mungkin bagi sebagian orang sangat beresiko, aku...
“Kalau begitu lakukan saja.” Azure tidak menunggu Ruby melanjutkan perkataannya dan menjawab dengan yakin.
“Yang Mulia...
“Aku percaya padamu. Jika kau bahkan tidak bisa menyelamatkanku, maka tidak ada orang lain yang bisa.”
Ruby tertegun sejenak, sebelum akhirnya menghela nafas dan tersenyum tipis.
“lagi pula kau telah mengutukku berumur panjang lebih dari siapa pun di istana ini, jadi aku yakin aku pasti akan hidup sangat lama.”
Senyum tipis Ruby berubah menjadi tawa pelan. “Kau benar, kau masih harus menduduki takhta.”
Mendengar itu, Azure juga mengeluarkan tawa pelan. Dua orang yang berdiri di tengah sanggar berdindingkan kaca memperlihatkan suasana yang sangat harmonis satu sama lain.
Di luar, barisan pelayan pribadi Ratu Sophia berdiri dan menunduk tidak berani melihat pemandangan di dalam sanggar.
“Yang Mulia, haruskah kita masuk dan menyapa Yang Mulia Putra Mahkota?” Kepala pelayan Ratu Sophia berbisik.
Ratu Sophia menggelengkan kepalanya dan berbalik. “Berpura-pura saja tidak melihat apa pun hari ini.” perintahnya lalu beranjak pergi dari sana, tak seorang pun sadar bahwa senyum bahagia tertera di bibirnya ketika di meninggalkan gerbang paviliun itu.
Setelah bertemu Ruby hari itu, Azure menetap di istana selama beberapa hari dan datang ke sanggar secara diam-diam setiap hari.
Lalu suatu hari ketika Azure berjalan menuju pohon ginkgo yang telah dia panjat selama beberapa hari, dia tiba-tiba saja bertemu dengan rombongan lain yang sedang melintas.
Pria yang menjadi pusat rombongan itu berusia 30 tahun, berubuh lebih pendek dari Azure dengan kulit kecoklatan yang eksotis. Memakai jubah mewah berwarna hijau dan dikelilingi dua wanita cantik yang menggelenyut manja di kedua lengannya.
Ketika melihat Azure berjalan di hadapan mereka, rombongan di pihak pria itu segera membungkuk dalam ke arah Azure.
“Oh Yang Mulia Putra Mahkota? Sejak kapan kau datang ke istana?”
Pria itu adalah Rian Haiden, merupakan pangeran tertua yang lahir dari rahim selir pertama Raja Alfred dan juga merupakan pangeran yang paling memungkinkan menggeser kedudukan Azure.
“Beberapa hari yang lalu.” Azure menjawab singkat.
Rian mengangkat alis lalu menatap Azure dari atas kebawah. “Kudengar kau menangkap puluhan penyusup dari kerajaan selatan?”
Azure tidak menjawab dan hanya memberikan senyum tipis sebagai jawaban. Dia terlalu malas untuk berbicara dengan kakak tertuanya ini, karena di antara yang lainnya. Pangeran Rian adalah yang selalu secara terang-terangan meremehkannya.
Melihat ketidaknyamanan Azure, Demien menjawab sebagai gantinya. “Ya, Pangeran Rian. Yang Mulia menangkap puluhan penyusup yang menggali berlian di tanah timur kita.”
Rian membentuk o dangan mulutnya tanpa suara. “Sangat beruntung, kudengar kau mendapat banyak pujian. Ah, sayang sekali, jika saja tubuhmu sehat kredit itu pasti akan sangat berpengaruh dalam perebutan takhta.”
“Pangeran Rian...
“Diam! Aku tidak sedang berbicara denganmu.” Rian menatap tajam ke arah Demine dan kembali tersenyum ke arah Azure dengan cepat. “Yang Mulia, bagaimana keadaanmu saat ini?” bibirnya perlahan menampakkan senyum sarkastik yang bahkan tidak repot dia sembunyikan.
Demine dan Boo mengepalkan tangan menahan amarah. Hal seperti ini telah terjadi berkali-kali, dan mereka berdua hanya bisa berdiri diam tanpa hak untuk menyela terlebih untuk berbicara untuk Azure.
Namun, jika biasanya Azure mendengar perkataan mengejek seperti itu, dia hanya bisa diam dan mendengar karena tidak bisa mengelak bahwa tubuhnya sangat lemah. Tapi kali ini. Azure sangat tenang tanpa kehilangan senyum di bibirnya.
“Terima kasih atas perhatianmu, Pangeran. Tapi kondisi tubuhku saat ini sangat sehat,” ujarnya.
Rian mengangkat alis tak percaya dan bahkan mengeluarkan tawa tertahan di tenggorokannya. “Benarkah?”
Azure mengangguk seolah tidak melihat raut mengejek pria itu. Dia kemudian menatap matahari yang sedikit menyengat lalu menatap ke arah Rian kembali. “Kita sudah lama tidak berlatih bersama.”
Boo dan Demein mendongak secara bersamaan, membuka mulut untuk memperingatkan Azure, namun ingatan tentang pelatihan Azure selam berhari-hari tanpa masalah membuat mereka menahan diri.
Azure tahu kemampuannya sendiri, dia tidak mungkin menantang jika dia tidak percaya diri bisa menang.
Rian tertawa pelan. “Kau mau berlatih?”
“Ya. Aku juga ingin melihat sejauh mana kemampuan Pangeran Rian telah meningkat.”
Rian menggosok hidungnya dan menatap terik matahari yang menyengat gadis-gadis di sekitarnya. “Baiklah, besok pagi ayo kita berlatih di sanggar bela diri para prajurit.”
“Besok? Kenapa tidak hari ini?” Azure mengangkat alis.
“TIdak, tidak.” Rain memeluk dua wanita di sekitarnya dan tersenyum m***m. “Aku punya janji dengan gadis-gadis cantik ini. Sangat tidak sopan jika membatalkan janjiku. Benarkan satang” Dia mengendus pipi dan tengkuk gadis itu bergantian hingga kedua terkikik geli.
Dengan begitu, Azure hanya bisa mengangguk menyetujui dan berjanji akan datang ke sanggar untuk berlatih dengannya besok pagi.
Begitu punggung Rian tak terlihat, Demien maju dan menatap Azure dengan khawatir “Yang Mulia..
Azure mengangkat tangannya untuk menghentikan kata-kata Demien. “Aku tahu apa yang mau kau katakan, tetapi aku juga sangat ingin menjatuhkannya di bawah pedangku.”
Demein mengerutkan keningnya ragu-ragu.
“Apakah kalian meragukan kemampuanku?”
“Tentu saja tidak.” Boo dan Demien menjawab bersamaan.
Azure mengangguk puas dan melewati bahu Demein untuk melanjutkan perjalanannya yang tertunda.
Dengan begitu, Demien dan Boo hanya bisa menghela napas pasrah dan berlari untuk menyusul.
Bersambung...