Tabib Yoga terbatuk begitu keras hingga dia membungkuk, rasa teh hijau yang menyedaknya kini menjadi sangat perih di kerongkongannya. Namun ketika Ruby berdiri tepat di hadapannya, dia tersenyum amat cerah seolah lingkaran gelap di matanya sama sekali tidak ada.
"Ayo duduk." Tabib Yoga menarik kursi untuk Ruby dan menyuruh pelayan untuk menyiapkan satu cangkir lagi sebelum duduk dengan senyum lebar.
Untuk orang-orang yang dia hormati, Ruby tidak pernah menahan diri untuk menunjukkan pribadi ramahnya.
Dia membalas senyuman Tabib Yoga dan mengangguk ramah ke arah Susan. "Selamat beberapa hari ini, karena tidak memiliki waktu luang, aku tidak pernah sempat untuk menemui kalian. Aku harap kalian tidak terlalu keberatan.”
Sebelum Susan membuka mulut, tabib Yoga telah menjawab lebih dulu. "Tentu saja tidak masalah." Dia mengibaskan tangannya. "Aku bisa menunggu dengan sabar."
Susan langsung memberinya tatapan aneh. Memangnya siapa yang sejak kemarin terus datang dan mengeluh kepadanya?
Apakah perkataan seseorang bahkan bisa berubah secepat itu?
Susan mendengus di dalam hati dan kembali menyeruput tehnya.
Mustahil untuk Tabib Yoga tidak menyadari tatapan dari Miss Susan, namun dia hanya bersikap tidak pedulu dan menjadikan Ruby sebagai pusat perhatiannya.
"Jadi apakah Nona Ruby sekarang punya waktu?" Tabib Yoga bertanya dengan santai, namun matanya sama sekali tidak santai, dia menatap Ruby seolah berdoa agar gadis itu menjawab sesuai keinginannya.
Ruby tertawa pelan dan tidak mengecewakan Tabib Yoga. Dia mengangguk dan berkata. "Ya, kita bisa memulai penelitiannya besok."
Kali ini, Susan bersuara lebih dulu dari Tabib Yoga. "Lalu bagaimana dengan Yang Mulia Putra Mahkota?"
Sebagai orang yang akan mengikuti Azure dan Ruby ke kastil putra Mahkota, Susan dan Tabib Yoga tentu terlebih dulu di beritahu beberapa hal umum tentang kondisi Azure dan juga penyerangan yang baru saja terjadi.
Sisanya, mereka berdua hanya menebak-nebak secara pribadi.
Susan dan Tabib Yoga adalah orang cerdas, karena itulah mereka memiliki status yang cukup terpandang di dalam istana, jadi tanpa di beritahu secara keseluruhan, mereka juga tahu bahwa seseorang telah menargetkan Yang Mulia Putra Mahkota dan bahwa calon Raja di masa depan mereka memerlukan perlindungan dua puluh empat jam.
Mereka tidak tahu ke mana perginya dua pengawal pribadi Azure, namun melihat bahwa Ruby di beri kepercayaan untuk tetap bersama Azure dan mengurus segala sesuatu mengenai perlindungan puteranya, Baginda Raja dan Ratu tentu memiliki alasan untuk percaya akan kemampuan Ruby.
Ruby menjawab pertanyaan Susan dengan tenang. "Miss Susan tenang saja, aku punya cara sendiri untuk memastikan Yang Mulia Putra Mahkota aman."
Susan sebenarnya penasaran, namun dia juga tahu bahwa dia tidak memiliki hak untuk tahu hal seperti itu. Jadi dia hanya bisa mengangguk mengerti. "Jadi kapan kita akan memulai sesi latihannya lagi."
"Kita bisa memulainya besok pagi, setelah pelatihan di sanggar bela diri selesai, lalu pada sore hari aku akan meneliti bersama Tabib Yoga."
Tabib Yoga mengangguk berkali-kali, menarik kursinya mendekat. "Lalu dari mana kita akan memulai penelitiannya."
Ruby mengulum senyum pasrah, dia juga mengerti bahwa Tabib Yoga sangat haus akan pengetahuan dalam hal pengobatan jadi sebagai seseorang yang sama-sama memiliki keinginan besar untuk mencari tahu hal baru, Ruby menjawab dengan sabar. "Kita bisa memulai dari kandungan apa saja yang ada di dalam ramuan Yang Mulia yang tidak cocok dengan tubuhnya."
"Ahh kau benar, aku tahu semua kandungan di dalamnya dan kita juga bisa mencari sekaligus tumbuhan atau bahan apa saja yang tidak cocok dengan setiap bahan ramuan itu."
Ruby mengangguk
"Lalu...
"Tabib Yoga, bukankah Nona Ruby mengatakan akan memulai penelitiannya besok?"
Ruby menahan senyumnya dan menyeruput teh yang ada di hadapannya.
"Ahh... Benar, maafkan aku. Hehehe, aku hanya terlalu tidak sabar." Tabib Yoga menggaruk kepalanya yang hampir di penuhi rambut putih dan tertawa canggung.
Ruby menggelengkan kepala dan mengatakan tidak mempermasalahkannya.
Setelah bercakap-cakap dengan Susan dan Yoga selama beberapa saat, Ruby akhirnya pamit.
"Tunggu sebentar."
Sebelum Ruby beranjak dari kursinya, Susan menahannya lalu berdiri meninggal meja ke arah ruangan terdekat, lalu kembali tak lama kemudian dengan satu buku tebal di tangannya.
"Kita tidak perlu bertemu besok secara langsung, lagi pula pelatihan tata kramamu sudah sangat bagus, selanjutnya kau hanya perlu membaca ini dan memahami isinya." Susan menyerahkan buku itu ke arah Ruby yang di terima dengan senang hati oleh gadis itu. "Jika kau punya pertanyaan, kau bisa mengumpulkannya terlebih dahulu dan kita bisa mendiskusikannya nanti."
Ruby mengangguk.
Susan tahu bahwa Ruby sebenarnya bisa melihat dan memberinya buku bukan lah masalah besar.
Tapi, Tabib Yoga sama sekali tidak tahu. Jadi senyuman lebarnya sebelumnya hilang dengan cepat.
"Miss Susan, bagaimana bisa kau memperlakukan Nona Ruby seperti itu?" Tabib Yoga mengeluarkan suaranya setelah Ruby tidak terlihat lagi.
Susan mengangkat alis. "Melakukan apa?"
"Kau memberinya buku, apa kau sama sekali tidak menghargai perasaan Nona Ruby?" Tabib Yoga mengeluarkan semua keluhannya tanpa menyadari bahwa gadis di hadapannya terus menatapnya dengan aneh.
***
Saat Ruby kembali ke dalam kamar Azure, pria itu masih berkutat dengan berkasnya di atas meja. Begitu serius hingga bahkan jika dia tahu Ruby datang, dia tidak mendongak sama sekali dan hanya menyapanya dengan singkat.
Ruby menghampiri meja Azure yang hampir setengah tumpukan kertas sebelumnya telah menyusut. "Kau belum pernah beristirahat?"
"Sebentar lagi, aku harus menyelesaikan ini."
Ruby melepaskan penutup matanya dan bersandar ke meja. "Waktu tidur siangmu sudah lewat dua jam lebih."
"Sebentar lagi." Azure menyeruput air mineral yang ada di mejanya untuk meredakan tenggorokannya yang keringat dan melanjutkan pekerjaannya.
Untuk sementara Ruby diam, menatap setiap gerakan Ruby hingga kertas di bawah tangan Azure selesai dan pria itu berniat meraih kertas lain.
Ruby langsung meletakkan tangannya di atas kertas itu, menunggu Azure mendongak ke arahnya kemudian berkata. "Waktunya istirahat."
Pandangan mereka bertemu di udara, untuk sesaat tidak ada yang mau mengalah.
Hingga Azure akhirnya mundur selangkah, dia melepaskan pena bulunya, berdiri dari kursinya dan merenggangkan otot-ototnya.
"Buku apa lagi yang kau bawa?" tanya Azure begitu retinanya menangkap buku tebal baru di tangan Ruby.
Ruby menunduk ke arah buku itu dan meletakkannya di tempat kosong di meja Azure. "Aku menemui Miss Susan dan Tabib Yoga untuk mengatur jadwalku dengan mereka." Dia mengarahkan telunjuknya ke arah buku itu. "Dan dia memberiku buku itu untuk di baca."
Seketika kening Azure mengerti. Satu buku saja sudah membuat Ruby begadang, bagaimana dengan adanya tambahan buku lagi.
Ruby tahu apa yang Azura cemaskan dan langsung tertawa kecil. "Jangan khawatir, aku hanya akan membaca buku di siang hari." Dia mendorong Azure ke arah tempat tidur, membalik pria itu dan menekan pundaknya untuk duduk.
Azure yang sama sekali tidak melakukan perlawan di tekan dan duduk di tempat tidur dalam diam.
Gerakan ini sangat familiar, karena pagi tadi dia melakukan hal yang sama kepada Ruby.
Azure tertawa kecil lalu meminta Ruby untuk menunduk sedikit.
Ruby selalu melakukan perintah Azure tanpa tanya dan akhirnya mendapatkan serangan dari jari Azure di dahinya.
"Aww!" Ruby menggosok dahinya yang baru saja mendapatkan sentilan.
"Pendendam kecil." Azure berbisik pelan dan menarik selimut untuk melakukan rutinitas siangnya yang agak terlambat dan menutup mata.
Ruby masih berdiri di sisi ranjang, menggosok dahinya yang sama sekali tidak memerah dan memeletkan lidah ke arah Azure.
Bersambung...