Seleksi Berlanjut (Tengah)

1165 Kata
Ketika Ruby datang ke sanggar bela diri untuk seleksi Dark Guard selanjutnya, peserta yang menyambutnya hanya tersisa enam belas orang, lima yang lainnya tidak datang untuk mengikuti seleksi lagi.   Hilangnya lima peserta lain seolah menanamkan keraguan di hati peserta lain yang tersisa, sehingga saat proses pertarungan, beberapa dari mereka tidak terlalu berkonsentrasi. Namun, tidak sesuai dengan metode Ruby sebelumnya, kali ini Ruby hanya meninggalkan sanggar setelah menentukan waktu pertemuan selanjutnya dan tidak mengeliminasi siapa pun.   Hal ini jelas membuat hati para peserta gelisah dan semakin ragu apakah keputusan mereka untuk tetap bertahan adalah tindakan yang benar.   Pada pertemuan selanjutnya, satu orang peserta lagi mundur.   Seolah sama sekali tidak terganggu, Ruby masih memerintahkan mereka untuk bertarung dan melanjutkan untuk tidak mengeliminasi peserta.   Pada pertemuan ke lima, lagi-lagi dua orang meninggalkan seleksi dan Ruby melanjutkan metode selanjutnya.   Tindakan Ruby yang acuh tak acuh seolah tidak peduli dengan jumlah mereka yang semakin memprihatinkan, terlebih dengan rumor yang mulai berdampak pada keseharian mereka.   Bisa di katakan bahwa mereka yang masih bertahan di dalam tim kini menjadi seperti virus yang di hindari oleh penjaga lain. Beberapa bahkan mulai mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan.   Dan juga, jangan lupakan luka-luka yang harus mereka derita setiap kali kembali dari sanggar seni.   Jadi pada suatu hari, sebelum Ruby bisa membuka mulutnya, seorang penjaga dengan berani bertanya.   “Nona, apakah kau akan terus memerintahkan kami untuk bertarung hingga semua peserta habis?”   Ruby tidak langsung menjawab, tidak juga menggeleng mau pun mengangguk membenarkan.   Melihat diamnya Ruby, penjaga yang bertanya dan dua lainnya semakin tidak puas. “Selama kami menjalani seleksi, kami tidak melakukan apa pun yang berarti selain bertarung dan bertarung.” Nada pria itu semakin kasar sehingga beberapa orang di balakang mencoba untuk memperingatkannya bahwa Ruby memiliki Putra Mahkota sebagai dukungannya.   Pria itu mendengus dan menatap Ruby dari atas ke bawah. “Apa yang kalian takutkan? Rumor tentang gadis ini semakin parah setiap hari, mustahil bagi Yang Mulia Putra Mahkota untuk tidak tau, tapi apa kau melihat ada seseorang yang mendapatkan hukuman? Tidak ada bukan?” Dia menyeringai. “Ini membuktikan bahwa rumor bahwa tabib ini adalah adalah salah satu orang kepercayaan Yang Mulia selain Tuan Boo dan Tuan Demien semuanya bohong.”   Ruby tidak menampakkan ekspresi apa pun di wajahnya. Namun hal itu seolah menjadi jawaban untuk peserta lainnya.   “Jadi apakah seleksi ini benar-benar mendapatkan persetujuan Yang Mulia?”   “Mungkin saja, tapi kita tidak akan benar-benar menjadi pengawal pribadi Yang Mulia, aku menebak seleksi ini hanya untuk menjadikan kita penjaga tabib ini. Apa kau lihat? Selain pertemuan pertama, Yang Mulia Putra Mahkota tidak pernah datang lagi.”   Ruangan hening.   “Apa kau sudah selesai?” Ruby akhirnya mengeluarkan suara.   “Apa?”   “Jika kau sudah selesai, sekarang giliranku untuk bicara.”   Pria itu mengangkat alis. “Katakan.”   Ruby menoleh langsung ke arah pria yang baru saja berbicara seolah menatap langsung ke kedua mata penjaga itu. “Apa kau keberatan dengan metode yang aku tetapkan?”   “Tentu saja.”   Ruby membuang muka. “Lalu kau bisa keluar sekarang.” Dia berdecak dan menggosok telinganya. “Berhenti mengatakan omong kosong dan merusak suasana.”   Pria itu tercekat, menatap marah pada Ruby lalu menoleh pada peserta yang tersisa. “kalian lihat? Apakah kalian akan tetap bertahan meski tahu dia sama sekali tidak berguna?”   Pandangan para peserta goyah, saling melirik lalu menunduk.   Pria itu mendengus ke arah Ruby. “Kalau begitu bermainlah sepuasnya dengan orang-orang tidak berguna ini.” ujarnya lalu keluar dari ruangan.   Ruby diam, dan semua peserta lain diam. Untuk sesaat suasana di dalam sanggar hening hingga suara langkah kaki terdengar lagi .   Dua orang peserta lain keluar dari sanggar seni tanpa mengatakan apa pun.   Setela pintu tertutup kembali, Ruby akhirnya memberikan perintah untuk bertarung lagi.   Seperti sebelumnya, Ruby tidak mengeliminasi siapa pun lagi lalu keluar lebih dulu dari sanggar.   “Tunggu, Nona Ruby.”   Jude berlari keluar dengan langkah tertatih, menahan semua rasa sakit di tubuhnya dan memberi hormat kecil di hadapan Ruby.   “Ada apa?”   “Tentang rumor yang beredar itu...   Jude menghentikan kata-katanya, melirik Ruby diam-diam dan ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya.   “Ada apa dengan rumornya?”   “Ah itu...   “Aku tidak punya banyak waktu untuk melayanimu di sini.” Wajah dan suara Ruby dingin. “Jika kau tidak ingin mengatakannya, maka jangan katakan.”   “Aku akan mengatakannya.” Jude buru-buru menghentikan Ruby untuk pergi. “Aku ingin bertanya apakah rumor yang mengatakan bahwa kau akan membuat kami yang lolos menjadi lebih kuat, benar?”   Ruby mengangkat alis dan menyilangkan tangan. “Jika benar kenapa dan jika tidak benar kenapa?” “Aku hanya ingin memastikannya.” Jude mengumpulkan keberanian untuk mengatakan semuanya. “Darimu secara langsung.”   Ruby menarik napas dan memegangi dagunya seolah berpikir. Dia berkata. “Aku tidak pernah mengatakannya.”   Kilat di mata Jude sedikit meredup, seolah harapannya mulai retak.   Ruby tersenyum miring. “Tapi karena rumornya menyebar dengan sangat luas akan sangat memalukan jika aku tidak melakukannya.”   Jude mendongak.   Ruby tidak melihat, namun emosi Jude yang dia rasakan memberikan bayangan seekor anak anjing yang sangat senang menunggu kabar baik hingga kedua telinganya berdiri.   Ruby tidak bisa menahan senyumnya. “Jadi, siapa pun yang bertahan dalam seleksi ini, aku akan membuat menjadi objek kecemburuan semua penjaga. Mereka akan menjadi penjaga terkuat.”   Senyum Ruby menyilaukan, wajah cantiknya yang seolah di berkahi para dewi kini memilki daya tarik lebih menyertai kata-katanya.   Sejak saat itu, Jude menemukan bahwa dia pasti akan melakukan apa pun untuk bertahan di dalam seleksi ini dan berdiri di sisi wanita memesona di hadapannya.   “Aku akan bertahan di dalam seleksi.” Jude berkata dengan keyakinan penuh. Mata mudanya masih memiliki kepolosan remaja berusia lima belas tahun, namun keyakinannya tidak jauh lebih lemah dari orang dewasa.   Tangan Ruby gatal ingin menyentuh puncak kepala remaja itu dan hanya bisa mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya.   “Lalu jangan mengecawakanku, Jude.”   Ruby akhirnya berbalik dan meninggalkan remaja yang terus menatap punggungnya hingga menghilang dari jarak pandangnya.   Sebelum kembali ke kamar Azure, Ruby terlebih dulu memeriksa kemajuan penelitiannya dengan Tabib Yoga.   Karena waktu Ruby yang terbatas, Ruby menyerahkan semua bagian dalam percobaan kepada Tabib Yoga sedangkan dirinya sendiri, menulis metode-metode yang dapat di gunakan dan terkadang menyarankan sesuatu pada Tabib Yoga.   Bisa di katakan, Ruby adalah otak utama penelitian ini, meski pun Tabib Yoga adalah yang lembur siang malam untuk melakukan percobaan dan melaporkan setiap kemajuan kepada Ruby.   Jadi saat Ruby kembali, Azure telah tidur siang, botol obat yang Ruby letakkan di atas meja telah kosong. Di bawahnya, terdapat kertas dengan pesan tulisan tangan dari Azure.   ‘Jangan lupa istirahat’   Ruby tertawa kecil dan berjalan ke dalam ruangannya dengan menggenggam kertas itu. Membersihkan diri, mengganti pakaian lalu berbaring di atas tempat tidur. Dari bawah bantal dia mengeluarkan boneka beruang kecil yang sebelumnya di beli oleh Azure untuknya di kota Bania.   Ruby mengunyel wajah beruang itu dan memasukkan kertas yang dia bawa ke kantong kecil di d**a boneka beruang itu, meletakkannya kembali ke tempat semula kemudian menutup mata. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN