Malam semakin larut, ribuan Bintang berkelip di langit yang gelap sedangkan bulan sama sekali tidak terlihat.
Di dalam ruangan mewah berlapis emas dan perak, lampu kristal besar telah lama padam dan hanya menyisakan lampu gantung di sisi tempat tidur.
Di atas meja nakas, terbakar lilin berwarna kehijauan yang cahaya kecilnya menyinari wajah pria yang sedang tertidur dengan nyenyak.
Kedamaian di dalam kamar itu tiba-tiba terganggu begitu angin sepoi berhembus, cahaya minim di dalam ruangan perlahan semakin minim mendekati gelap gulita, seolah sesuatu mencuri cahaya dari ruangan itu secara diam-diam.
Namun hanya sekilas, tak lama kemudian suasana tenang kembali.
Tak jauh dari sana, sebuah kamar dengan pintu setengah terbuka memperlihatkan siluet seorang gadis yang sedang duduk dengan hanya sebuah lilin di atas meja.
Di depannya sebuah buku berwarna merah bergetar.
Momo, buku sihir yang selama beberapa hari tidak terbangun, bergetar. Sulur tanaman di sampulnya seperti tentakel kecil yang sedang merenggangkan otot-ototnya lalu kembali meringkuk dengan nyaman di sekitar bola kristalnya.
Buku merah itu terbuka dan sederet kata tertulis dengan cepat. 'Madam. Aku pikir kau telah melupakanku.'
"Aku sibuk." Ruby menjawab rengekan buku sihirnya dengan santai. "Dan jangan panggil aku madam." Kening Ruby berkerut. "Panggil saja Ruby."
Momo lanjut mengeluh. 'Bahkan jika kau sibuk, kau seharusnya ingat untuk membangunkanku setiap hari, tidur terlalu lama juga tidak baik untuk kesehatan.'
Ruby memutar mata dan menoel buku itu dengan telunjuknya. "Untuk apa aku membangunkanmu jika kau tidak tahu apa-apa dan sama sekali tidak berguna?"
Raut wajah menahan tangis muncul di atas kertas. 'Teganya.... ' Momo menggambar hati yang retak untuk mendapatkan simpati dari Ruby.
Tapi Ruby sama sekali tidak peduli. "Lihatlah, kau hanya tahu merengek."
'Aku merengek sesuai usiaku?' Momo membela diri.
Ruby mengangkat alis. "Memangnya berapa usiamu?" tanyanya.
'Lima belas hari.' Jawab Momo.
Lima belas hari yang lalu, adalah pertama kalinya Ruby menemukan Momo di perpustakaan istana.
Ruby mendengus. "Pantas saja kau tidak tahu apa pun."
'Aku bukannya tidak tahu apa-apa!' Momo menggambar wajah marah. 'Kau hanya bertanya sesuatu yang tidak aku tahu.'
"Apakah ada bedanya?" Ruby bersedekap dan lanjut melecehkan buku malang itu dengan kata-katanya. "Tetap saja kau tidak tahu kan?"
Wajah di atas buku mulia meneteskan air mata. 'Lalu... Lalu tanya sesuatu yang aku tahu.' huruf yang tertulis di atas buku menjadi sangat kecil, sesuai dengan suasana hati pemiliknya yang muram.
Ruby menarik sudut bibirnya membentuk seringaian. "Bagaimana aku tahu informasi apa saja yang kau tahu?"
Gambar seseorang yang kepalanya di penuhi titik-titik muncul. Yang artinya Momo sedang berpikir.
Beberapa saat kemudian gambar itu berubah menjadi canggung lalu akhir pasrah.
'Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan, jika aku tahu, pasti akan aku jawab.'
"Baiklah." Ruby maju dan menatap buku itu dengan serius, menyebabkan Momo yang gugup menggambar raut wajah gugup untuk menunjukkan emosinya.
Tapi sebenarnya, bahkan jika Ruby tidak melihat semua emoji itu, dia bisa merasakan setiap perubahan suasana hati Momo di kepalanya.
Ruby mulai bertanya. "Waktu itu, kau menyerang Azure menggunakan apa?"
Raut wajah Momo menjadi cerah. 'Aku menyerangnya dengan sihir.'
Momo memperlihatkan gambar bangga, seolah mengatakan bahwa 'Lihat, aku bisa menjawab pertanyaanmu.'
Tapi tidak peduli dan bertanya lagi dengan serius. "Bagaimana kau menggunakan sihir?"
Ruby hanya tahu bahwa dia adalah penyihir, tetapi pengetahuannya tentang sihir sangat terbatas karena tidak ada yang mengajari. Karena itulah saat menemukan Momo, dia menjadi sangat antusias.
Momo tidak langsung menjawab, dia berpikir sejenak sebelum lampu di atas kepalanya menyala. 'Sihir itu tercipta dari Mana.'
"Mana?" Ruby mengerutkan kening. Ini adalah pertama kalinya Ruby mendengar kata itu.
'Ya. Mana, energi yang di miliki semua penyihir.'
Ruby mengalihkan tatapan ke kedua tangannya. "Apakah aku punya Mana?"
'Tentu saja, aku bisa mengeluarkan Sihir karena kau memberiku Mana?'
"Aku memberimu Mana?" Ruby berpikir lalu teringat adegan ketika dia membangunkan Momo.
Saat membangunkan Momo, dia memang selalu merasakan suatu energi mengalir keluar dari tangannya yang menyentuh Momo, namun dia selalu berpikir bahwa itu adalah fitalitas yang Momo butuhkan untuk bangun.
Jadi energi itu adalah mana?
"Lalu apakah itu artinya aku juga bisa membuat serangan sepertimu?"
Momo menjawab. 'Seharusnya bisa, tapi Mana di dunia ini terlalu tipis. Jika kau menguras Mana di dalam tubuhmu dan tidak bisa mengisi ulang secepatnya, kau akan tertidur karena kelelahan sepertiku, hasil yang terburuk adalah kematian.
Antusiasme di dalam diri Ruby padam seketika. "Itu artinya aku tidak bisa menggunakan sihir?"
'Bukan tidak bisa, kau hanya kekurangan Mana dan juga, apa kau bahkan pernah belajar mantra?'
"Mantra?"
'Ya, semua penyihir yang ingin mengeluarkan sihir memerlukan mantra tentu saja'
Ruby mengetukkan jarinya ke meja. "Kau bisa mengajariku."
'Aku tidak tahu apa-apa tentang mantra sihir.'
Dahi Ruby berkerut. "Tapi kau bisa mengeluarkan sihir."
momo menghela napas. 'Aku ini cuma buku sihir, bukan penyihir. Aku tidak memerlukan mantra untuk mengeluarkan sihir dan.' Momo menggambar wajah muram. 'Buku sihir hanya punya satu sihir, yaitu sihir untuk tidak membiarkan kami di sentuh orang lain selain tuan kami, selebihnya kami hanya buku sihir biasa di tangan tuan kami.'
"Berapa banyak jumlah sihir?" tanya Ruby.
Momo diam, lalu mulai menggambar wajah malu. 'Aku tidak tahu.'
Ruby berdecak. Bersandar kembali ke kursi dengan malas.
Rasanya dia baru saja di terbangkan tinggi-tinggi namun tak lama kemudian terhempas jatuh.
Dia baru saja sangat senang ketika tahu bahwa dia memiliki Mana di dalam tubuhnya yang bisa menghasilkan sihir namun segera di siram dengan air dingin dengan fakta bahwa Mana di dalam tubuhnya terlalu terbatas untuk mengeluarkan sihir dan lagi, dia tidak tahu satu mantra pun.
Lalu apa gunanya dia tahu jika kenyataannya dia tetap tidak bisa menggunakannya.
Mengetahuinya bahkan menjadi beban, karena dia benar-benar ingin mencoba namun tidak bisa mencoba.
Momo yang memiliki koneksi dengan Ruby tentu juga bisa merasakan emosi tuannya, jadi dia mulai mencari ide untuk menghibur ketika tiba-tiba dia teringat fakta penting yang telah dia lupakan.
Dia ini buku sihir, meski dia tidak tahu banyak hal tentang sihir, namun bukan berarti dia tidak berguna. Sebaliknya, untuk dunia yang tidak memiliki Mana ini, dia adalah yang paling berguna.
Karena terlalu antusias, Momo bahkan melayang di hadapan Ruby yang sedang melamun.
"Apa yang kau lakukan?"
'Aku tahu apa yang bisa kau lakukan.' Momo tergeletak di meja kembali namun tidak berhenti bergetar.
"Apa?" Ruby bertanya tidak tertarik.
'Aku buku sihir.'
"Aku tahu."
'Jadi aku tentu tahu sesuatu tentang sihir."
"Bukankah kau bilang tidak tahu apa-apa tentang mantra?"
'Aku memang tidak tahu mantra, tapi aku tahu caranya membuat formasi sihir menggunakan Rune.'
Mendengar itu, Ruby mulai tertarik dan kembali menatap Momo dengan mata membara.
Momo mengeluarkan tawa lebar lalu memperlihatkan beberapa lembar kertasnya yang berisi banyak gambar dan huruf aneh.
"Ini?"
'Formasi sihir, salah satu sihir yang mengharuskan penggunanya untuk menggambar formasi menggunakan Rune kuno dan mengeluarkan sihir.'
"Benarkah?" Mata Ruby bersinar.
'Ya dan Formasi sihir menyerap Mana sesuai dengan tingkatan formasinya. Meskipun kau tidak bisa menggunakan formasi sihir tingkat tinggi, tapi di dunia ini bahkan formasi tingkat rendah bisa sangat menakjubkan bukan?'
Benar, dunia tanpa sihir ini, begitu rapuh akan energi yang tidak di ketahui.
"Formasi Sihir apa saja yang kau miliki?"
Momo mengeluarkan gambar emoji yang bangga. 'Tenang saja, aku ini bukan hanya Master of formasi, tapi Master Of Rune yang artinya, semua formasi yang menggunakan Rune ada di dalam tubuhku.'
Ruby mengangkat alis melihat wajah bangga di atas kertas yang mengangkat kepalanya sangat bangga.
Untuk pertama kalinya semenjak dia bertemu Momo, Ruby berpikir buku merah itu imut.
"Berapa banyak jenis huruf yang bisa di gunakan untuk membuat formasi?" tanya Ruby.
Momo menghapus emojinya dan menampilkan halaman kosong untuk sementara waktu lalu menulis dengan huruf tebal dan besar. 'Di dalam dunia sihir, semua formasi hanya bisa di gambar menggunakan Rune.'
Wajah bangga yang hilang kembali. 'Sekarang akuilah aku adalah buku paling penting di dunia formasi.'
Wajah bangga Momo semakin besar. Dan Ruby tahu buku itu sedang menunggu pujian.
Biasanya Ruby tidak akan peduli namun hari ini dia tersenyum dan menepuk buku itu dengan lembut. "Baiklah, Momo memang buku sihir paling kuat di dunia sihir.'
Momo terbang dengan pujian itu dan dia benar-benar terbang mengelilingi Ruby.
Pada putaran ketiga, Momo tiba-tiba tertangkap di tangan Ruby.
Ruby berkata dengan senyum lebar dibibirnya. "Waktu bermain habis, sekarang tunjukkan aku bagaimana cara menggambar formasi sihir."
Malam itu, Ruby melupakan peringatan Azure dan begadang hingga Fajar menyingsing.
Bersambung...