Keesokan harinya, rumor tentang Ruby yang ingin menyeleksi penjaga pribadi untuk Yang Mulia Putra Mahkota namun hanya mendapatkan sejumlah penjaga tingkat rendah tersebar dengan luas di lingkungan kastil Putra Mahkota.
Entah siapa yang memulai gosip itu dan menjadikannya bahan lelucon, beberapa pelayan dan penjaga tidak bisa menahan tatapan mengejek di mata mereka ketika Ruby sedang melintas.
Beberapa yang lebih berani bahkan tidak tertawa pelan di belakang Ruby.
Namun Ruby terlalu tidak peduli dan terlihat tak terganggu sama sekali, sehingga mereka yang memulai gosip untuk mengganggu Ruby merasa bahwa mereka memukul sebuah spon lembut.
Pukulan mereka sama sekali tidak terasa.
Jadi, pada saat sarapan di hari kedua gosip itu menyebar, Zera dan selir lainnya kembali mengajukan untuk sarapan bersama lalu mulai mengkritik Ruby di depan Azure secara terang-terangan.
Suara yang Zera keluarkan sangat lembut, sedangkan kata-kata yang dia gunakan sangat menjebak. Terdengar memuji namun menjatuhkan.
"Nona Ruby benar-benar unik, jika seseorang biasanya memilih penjaga yang kuat, maka Nona Ruby melakukan yang sebaliknya." Zera menutup bibir dan tersenyum kecil. "Para penjaga itu pasti akan sangat hebat nantinya, dan aku berharap mereka bisa menjaga yang mulia lebih baik."
Kau sangat bodoh sehingga tidak bisa membedakan penjaga yang kuat dan lemah. Para penjaga rendahan yang lemah itu, bagaimana bisa menjaga Yang Mulia.
Kira-kira seperti itulah maksud dari kata-kata Zera.
Azure hanya diam dan meminum tehnya dengan santai.
Sedangkan Ruby yang mendapat kritik secara halus hanya tersenyum tipis. "Nona Zera benar, aku sangat berbeda. Karena itulah aku lebih suka berkutat dengan tanaman, kertas dan besi. Tidak seperti kalian, wanita anggun yang selalu bisa merawat diri sepanjang hari."
Ruby membalas dengan sama halusnya. namun arti kata-katanya adalah 'Kau benar, aku memang spesial. Karena itulah aku berhubungan dengan tanaman herbal, buku dan bela diri setiap hati, tidak seperti bangsawan manja seperti kalian yang hanya tahu bersolek sepanjang waktu dan tidak berguna sama sekali.
Saat mengerti arti kata-kata Ruby. Wajah Zera, Bella, Layla dan Chloe-yang beberapa hari ini terus memakai pakaian terbaik dan berdandan penuh- memerah karena marah bercampur malu.
Sedangkan Azure berusaha keras menahan tawanya dengan mencubit pahanya sendiri hingga membiru.
Namun menjelang di siang hari, gosip yang menyebar semakin banyak. Mungkin sebagai tindakan balas dendam, Zera menyebar gosip bahwa Ruby telah mengatakan bahwa dia akan membuat para penjaga pilihannya itu menjadi penjaga terkuat dan mengalahkan penjaga tingkat tinggi lainnya.
Tujuannya selain mencemarkan nama baik Ruby di kalangan penjaga, juga menggali jebakan agar di masa depan jika Ruby tidak berhasil menciptakan penjaga pribadi yang kuat untuk Azure, Ruby akan menjadi bahan olok-olokan yang tidak akan di hormati siapa pun.
Lagi pula siapa yang akan percaya seorang tabib muda seperti Ruby bisa melatih seorang penjaga.
Dan tidak ada berita yang tidak bisa masuk ke telinga Azure.
Karena itu, saat Ruby mengantar makan siang di kamar Azure bersama sejumlah pelayan-karena Azure tiba-tiba tidak ingin makan di ruang makan-. Ruby menemukan bahwa suasana di dalam kamar jauh lebih muram.
Ruby merapikan meja makan lalu menunggu semua pelayan itu keluar sebelum menutup pintu.
Dia melepas penutup matanya dan menghampiri Azure yang sedang membaca beberapa berkas di mejanya.
"Saatnya makan siang." kata Ruby.
Azure tidak mengangkat kepala dan hanya membalas dengan, 'Hn.'
Jelas tidak dalam mood yang baik.
Ruby mengangkat alis. "Kau marah?"
Gerakan tangan Azure yang membalik kertas di tangannya terhenti. Dia berkedip mencoba untuk menormalkan suasana hatinya sebelum mendongak. “Tidak.”
Ruby berkedip beberapa. “Lalu...Merajuk?”
“Omong kosong.” Azure membuang muka dan kembali menunduk untuk berpura-pura membaca berkas di tagannya lagi.
Ruby menahan senyum di bibirnya. Dia seolah memiliki dorongan untuk mencubit pipi pria di hadapannya. Namun Ruby juga tahu batasan, jadi dia menahan diri.“Lalu ayo makan, Makanannya akan dingin jika tidak di makan sekarang.”
“Aku tidak lapar.”
“Tapi aku lapar.”
“Makan saja duluan.”
“Bagaimana bisa aku makan mendahuluimu?”
“Aku memberimu izin.”
Azure terus membalas tanpa mendongak dari berkas-berkasnya, seolah dia benar-benar sibuk dengan pekerjaannya. Namun Ruby juga melihat bahwa lembar yang Azure pegang tidak berganti hingga beberapa menit kemudian.
Azure jelas tidak membaca berkasnya.
Menyadari bahwa Ruby sama sekali tidak bergerak dari posisinya, Azure tidak punya pilihan lain selain mendongak dan bertemu padang dengan iris merah itu. “Kau tidak makan?” tanyanya.
Ruby menggeleng, menarik kursi di hadapan meja Azure dan duduk dengan santai. “Aku akan menunggumu.”
“Tidak perlu. Makan saja duluan.”
Azure benar-benar tidak ingin Ruby terlalu banyak tinggal di dekatnya jika dia sedang dalam keadaan emosi yang tidak stabil, terlebih jika hal itu menyangkut tentang gadis itu. Karena, Azure tahu dia tidak bisa menyembunyikan emosinya dari Ruby.
“Benarkan? Kau memang sedang marah.” Ruby bersandar dan bersedekap. Jika itu orang lain, tidak akan ada yang berani bersikap seinformal itu di hadapan Yang Mulia Putra Mahkota.
“....” Azure mengalihkan tatapan.
“Kau marah pada siapa?” tanya Ruby.
Azure tidak menjawab, jemarinya kakinya di bawah meja bergerak-gerak tak senang.
“Padaku?”
“Tidak.” Kali ini, Azure menjawab tepat setelah Ruby menyelesaikan pertanyaannya.
Ruby maju, menopang dagu di depan Azure. “Lalu siapa? Rian? Leroy? Atau Alrey?” Selain Azure, Ruby tidak pernah menyebut nama pangeran lainnya dengan hormat. “Perlukah aku membuat mereka menyesal untukmu?”
Azure menatap wajah Ruby sejenak lalu membuang muka lagi sambil mendengus. “Kau bahkan tidak membiarkanku menghukum satu pun dari mereka dan kau mengatakan kau ingin turun tangan sendiri?”
Ruby kebingungan. “Siapa? Mereka yang baru aku sebutkan?”
Azure menghela napas. “Bukan.” dia menutup berkas di tangannya dan akhirnya berhenti menyembunyikan kekesalannya. “Yang aku maksud adalah para penyebar gosip itu. Dia berkata buruk dan menertawakanmu, tapi kau bahkan tidak membiarkan aku menghukumnya.”
“Ah!” Ruby akhirnya mengerti, lalu tawanya berdenting dengan merdu di dalam ruangan. “Yang kau maksud adalah seluruh penghuni Kastil ini selain mereka yang melayani sayap kanan?”
Azure tidak mengangguk dan menggeleng, namun dari tatapannya, Ruby bisa menemukan jawabannya.
“Kau ingin menghukum mereka semua? Setidaknya ada lebih dari ribuan orang.”
“Mengapa tidak?” Azure berkata dengan enteng, seolah menghukum ribuan orang sama sekali bukan beban di hadapannya. “Mereka melakukan hal yang salah, jadi mereka pantas mendapatkan hukuman.”
Tawa Ruby terdengar lagi. “Yang Mulia, aku sekarang sangat meragukan reputasimu yang terkenal lembut da bijaksana itu.”
Azure menyipitkan mata, namun tidak membela diri sendiri.
Ruby menghela napas dan kembali bersandar di kursi. “Lagi pula, beberapa yang mereka gosipkan bukan omong kosong, penjaga yang bersedia mengikuti seleksiku hanyalah penjaga level rendah.”
“Saat mereka menjadi berada di bawah bimbinganmu, mereka bukan lagi sekedar penjaga rendahan.”
Ruby mengangkat alis. “Kau sangat yakin?”
“Aku tidak pernah meragukanmu.” Mata Azure tidak pernah berkedip ketika dia mengatakan kalimat itu.
Bohong jika Ruby tidak tersentuh.
Jadi dia berdehem pelan lalu berdiri dari duduknya. “Lalu, ayo makan. Kemarahan tidak akan membuatmu kenyang. Dan kau harus minum obat.”
“Ruby...
“Karena kau tidak meragukanku, maka biarkan aku menutup mulut mereka dengan kemampuanku” Tatapan keduanya bertemu, iris merah yang cerah dan iris hitam yang kelam. “Pecundang selalu tertawa di awal sedangkan pemenang tertawa di akhir, bukankah akan sangat menyenangkan melihat mereka tertawa sekarang seperti badut?”
Azure membuka mulut, namun tidak tahu bagaimana dia harus membentuk kata-katanya agar Ruby mau setidaknya sedikit bersandar padanya, dia juga ingin melakukan sesuatu untuk gadis itu, melindungi dan menjaganya dari angin dan hujan, tidak membiarkan satu orang pun menyakitinya.
Saat mendengar semua kata-kata penghinaan orang-orang di dalam istananya tentang Ruby, Azure benar-benar merasa harus mengosongkan istana ini jika perlu agar Ruby tidak mendengarkan kata-kata menyakitkan itu.
Karena saat ini hanya kekuasaannya lah yang bisa di gunakan untuk melindungi Ruby.
“Aku tahu kau juga ingin melakukan sesuatu untukku.” Ruby menatap raut wajah Azure lalu tersenyum dengan manis. “Tapi Yang Mulia, kepercayaanmu yang tanpa batas padaku sudah sangat membantu. Aku sangat senang. Kau tidak lihat? aku bahkan tidak bisa berhenti tersenyum karena rasa bangga?”
Azure menatap senyum lebar Ruby dan akhirnya ikut tersenyum. “Baiklah, lakukan sesukamu, tapi jika kau perlu bantuan, kau harus mengatakannya padaku.”
“Baik Yang Mulia.” Azure meletakkan kepalan di tangannya dan membungkuk dalam, lalu mengangkat wajahnya dan tersenyum jenaka.
Azure akhirnya tertawa pelan.
“Sekarang, bisakah kita makan?” Ruby mengelus perutnya. “Aku lapar.”
“Tentu saja.” Azure akhirnya meninggalkan kursi kerja yang sejak pagi menjebaknya. Kemudian makan siang bersama Ruby sambil sesekali bercanda.