“Bangunkan dia.”
Perintah pertama yang Azure perintahkan ketika Boo dan Demien masuk kembali ke dalam sel adalah membangunkan tahanan itu.
Boo dan Demien saling memandang, ketika menemukan bahwa raut wajah Azure menjadi sangat buruk, mereka telah menebak bahwa tahanan itu tidak memiliki petunjuk apa pun di tubuhnya sehingga satu-satunya cara bagi mereka untuk menemukan petunjuk adalah melakukan interogasi secara langsung dan berusaha untuk membuat tahanan itu membuka mulut tentang penyeragan malam itu.
Sebelum Boo dan Demien bergerak, Ruby telah menggerakkan tangannya terlebih dahulu.
Dua jarum mini terlontar dan menancap tepat di tengkuk tahanan itu dan tak lama kemudian erangan pelan terdengar.
Boo bergerak cepat untuk memasang kembali celana untuk tahanan itu dan mengikatnya pada kursi tahanan yang sejak tadi kosong sedangkan Demien menarik kursi lain dan menyerahkannya kepada Azure.
Setelahnya, proses interogasi di serahkan kepada Demien.
Namun beberapa saat kemudian, interogasi itu masih tidak menghasilkan apa pun, tahanan itu menolak untuk membuka mulut dan memilih tetap diam meski telah mendapatkan berbagai macam siksaan hingga dia kehilangan kesadaran beberapa kali.
“Dia pendekar yang sangat tangguh, tak kalah dari seorang Shadow Guard.” Boo berbisik pelan, namun suaranya tercekat ketika Demien berbalik dengan cepat ke arahnya, memandang dengan tajam.
A-apa aku mengatakan sesuatu yang salah?
Boo menoleh ke arah Azure da menemukan bahwa raut wajah Azure juga menjadi sangat tidak mengenakkan.
“Shadow Guard?” Ruby memecahkan atmosfer aneh itu dengan pertanyaannya.
Demien kembali mengalihkan tatapannya ke arah tahanan yang kembali tak sadarkan diri dengan berbagai luka mengerikan di tubuhnya.
“Shadow Guard adalah pengawal pribadi yang sangat loyal. Seperti namanya, mereka lebih bayak bersembunyi di dalam bayang-bayang. Identitasnya misterius dan tidak bayak yang tahu seperti apa wajah mereka.” Demien menarik napas. “Kekuatan mereka tidak terletak pada ilmu bela dirinya, namun pada kesetiaan mereka, mereka rela melakukan apa pun untuk tuan mereka tanpa bertanya alasan dan juga akibatnya. Intinya, mereka mendedikasikan hidup dan mati mereka kepada tuannya.”
Ruby mengerutkan kening. “Orang seperti apa yang bisa memiliki pengawal seperti itu?”
Azure menjawab. “Umumnya Para Raja Atau pun pangeran. Pengawal seperti itu sangat sulit untuk di latih, kita harus mencari mereka yang telah kehilangan alasan untuk hidup dan tidak memiliki beban untuk mati.”
“Lalu apakah pria ini berasal dari negara lain? Kerajaan Timur tidak lagi mengizinkan adanya Shadow Guard.” Boo menggaruk kepalanya bingung. “Tapi bukankah tindakan seperti ini bisa menyebabkan perang? Empat kerajaan memang tidak memiliki hubungan yang baik, tapi kita telah menghindari perang selama bertahun-tahun.”
“Kenapa tidak? Bukankah Kerajaan Selatan dengan berani mencuri berlian dari tanah kita?” Demien mengepalkan tangan, kemarahan jelas terlihat di matanya.
“Jangan menebak apa pun untuk sekarang. Meski kerajaan telah melarang adanya Shadow Guard, tetapi bukan tidak mungkin ada beberapa orang yang tetap melakukannya secara diam-diam.”
Ruby yang diam mendengarkan maju dan menoleh ke arah Azure. “lalu biarkan aku menginterogasinya.”
“Kau?”
Ruby mengangguk. “Aku punya cara untuk membuatnya membuka mulut.” Dia mengeluarkan sebuah botol kecil seukuran ibu jari dari jubahnya.
“Apa itu?” Boo bertanya penasaran.
“Racun.” Ruby menjawab singkat.
“Kita perlu mengiterogasinya, tidak membunuhnya,” kata Demien tak setuju.
Ruby tersenyum tipis. “ Dia tidak akan mati, ini hanya membuatnya sedikit tersiksa.”
Sedikit?
Boo menggosok tengkuknya. Dia tidak yakin ‘sedikit’ yang Ruby katakan adalah ‘sedikit’ yang sama dengan yang mereka pikirkan. Bagaimana pun, Ruby selalu berbeda dengan orang-orang pada umumnya.
Demien menoleh ke arah Azure, dia sebenarnya tidak begitu setuju, namun dia juga telah kehabisan akal untuk mengiterogasi namun pria itu masih menutup rapat mulutnya.
Azure melirik ke arah tahanan di hadapannya dengan dingin lalu memberikan persetujuannya kepada Ruby. Dia percaya pada kemampuan Ruby, namun bahkan jika memang tahanan ini mati, dia tidak akan benar-benar memikirkannya, lagi pula jika dia tidak bisa menemukan informasi apa pun dari mulutnya maka keberadaannya pun sia-sia.
Setelah mendapatkan anggukan Azure, Ruby akhirnya maju. Dia tidak langsung meminumkan ramuan itu ke mulut si tahanan, namun membuatnya tersadar terlebih dahu.
Tahanan yang sekali lagi terbangun dengan rasa sakit yang masih tidak berkurang, menatap orang-orang di hadapannya dengan datar tanpa rasa takut sedikit pun. Dia telah bersumpah setia kepada tuannya hingga bahkan jika dia harus mati, dia tidak akan keberatan.
Semua rasa sakit yang dia rasakan adalah sebuah kehormatan untuknya yang tetap menjaga kesetiaannya kepada sang tuan.
Namun yang tidak dia sangka adalah, pria berseragam hitam yang menyiksanya sejak tadi tidak maju dan melanjutkan interogasinya. Yang menggantikannya justru seorang gadis buta yang tidak jauh lebih tinggi darinya. Tapi dia mengenali gadis itu...
Ketika Ruby maju ke hadapannya, tatapan tahanan itu menjadi sangat tajam. Ingatan bagaimana gadis itu membunuh semua rekannya malam itu kembali terngiang dan membangkitkan kemarahan di hatinya hingga tak terbendung.
Dia mendengus. “Aku tidak akan mengatakan apa pun bahkan jika kau membunuhku, kau tidak akan mendapatkan informasi apa pun!”
Ruby mengabaikan setiap perkataan pria itu dan mengulurkan tangan untuk membuat pira itu mendongak sedangkan tangan yang satu membuka penutup ramuan di tangannya.
Dengan bunyi flop penutup karet botol kecil itu jatuh ke tanah dan menggelinding jauh.
Tahanan itu mendengus dengan keras. “Akhirnya kau ingin membunuhku? Hahaha...
Ruby mengangkat sebelah ujung bibirnya, memperlihatkan seringaian dingin yang membuat tahanan itu bergetar. “Siapa bilang aku akan membunuhmu?” tanya Ruby dengan suara pelan. “Kau jauh lebih berharga jika hidup.”
Seketika tahanan itu merasa punggungnya menjadi dingin, bulu kuduk di sekitar tubuhnya meremang, seolah berhadapan dengan mata binatang buas yang menatap ke arahnya seperti menatap daging segar. Instingnya mengatakan bahwa gadis ini jauh lebih berbahaya dari semua pria yang ada di ruangan ini.
Tapi dia tidak akan menampakkan rasa takutnya, dia telah bersiap untuk mati, dan dia tidak ingin mati dengan memalukan.
Tahanan itu tertawa mengejek. “Metode apa lagi yang ingin kau lakukan, lakukan semua yang kalian bisa, aku...ughh
Ruby menarik dagu pria itu dan menuangkan ramuan di tangannya ke dalam tenggorokan pria itu tanpa memberinya persiapan, bunyi tegukan kerasan terdengar ketika tahanan itu terpaksa harus menelan ramuan yang mengalir di tenggorokannya tanpa bisa menolak da memuntahkannya.
Setelah memastikan pria itu menelan semuanya, Ruby menarik jarum baja dari pinggangnya dan menancapkkannya di beberapa titik tubuh pria itu.
Tahanan itu tercekat, merasakan dengan jijik ketika cairan kental dengan bau menyengat itu melewati tenggorokannya.
Setelah melakukan semua itu dengan wajah yang sangat tenang, Ruby kembali berdiri diam untuk sementara waktu sebelum mengeluarkan pisau dari pinggangnya dan melepas ikatan di seluruh tubuh pria itu.
Demien yang melihatnya hendak maju untuk memperingatkan namun Azure menghentikan langkahnya dan memberinya perintah untuk diam melalui mata.
Setelah semua ikatan di tubuhnya terlepas, tahanan itu menemukan bahwa seluruh energi di tubuhnya menjadi menghilang. Buka haya karena rasa lapar dan sakit yang tadi dia derita, namun juga karena ramuan yang baru saja dia minum, dia bahkan tidak bisa menggerakkan jemarinya sedikit pun.
Hanya kedua bola matanya yang terus bergera-gerak. Dia tidak tahu ramuan apa yang dia minum, namun dia merasa sesuatu seperti mulai merayap di dalam kepalanya, yang membuatnya merasa ngeri da takut.
Ruby tersenyum tipis. “Kau pasti ingin tahu Ramuan seperti apa yang baru saja kau minum.” Dia memiringkan kepala. “Aku menyebutnya Serangga pengendali, sejak saat kau menelan ramuan itu, seluruh tindakannmu berada di dalam kendaliku.”
Ruby mengangkat sebelah tangannya dan di bawah tatapan menakjubkan semua orang, tahanan itu juga mengangkat tangannya.
“Tapi yang paling penting adalah, aku bisa memperlihatkan rasa takutmu yang sebenarnya.”
Setelah Ruby berkata seperti itu, tahanan itu merasakan pandangannya menghitam lalu ketika dia membuka mata lagi, hal yang paling tidak ingin dia lihat ada di hadapannya.
Bersambung...