Malam itu, Ruby seperti biasa sedang membaca buku dan membuat beberapa catatan kecil ketika langkah kaki pelan terdengar mengendap-endap dari halaman belakang ruangannya.
Ruby menutup bukunya dan menoleh ke arah jendela besar di samping tempat tidurnya. Ketika langkah kaki itu semakin dekat, Ruby kemudian memasang kain penutup matanya dan mendengar suara ketukan.
“Ruby.”
Suara bisikan pelan terdengar di sela-sela ketukan.
Gedung yang Ruby tempati adalah gedung yang di sediakan khusus oleh Ratu Sophia, hanya memiliki beberapa kamar yang terdiri dari kamar utama yang saat ini menjadi tempat kediaman sementara Ruby, kemudian ruang untuk melakukan praktik obatnya sedangkan kamar lainnya di sediakan untuk para pelayan yang melayani Ruby.
Resiko untuk para pelayan itu menyadari penyusup yang datang ke kamarnya di malam hari sangat tinggi, terlebih saat ini para pelayan itu masih terdengar sedang bercakap-cakap di kamar sebelah.
Saat ketukan terdengar lagi, Ruby akhirnya berdiri dan berjalan menuju jendela.
“Oh, akhirnya kau membukanya, kupikir kau sudah tidur.” Dibalik pintu jendela, Boo sedang berdiri tidak sabar dengan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya.
“Kenapa kau kemari?” tanya Ruby.
Boo menggaruk kepalanya canggung dan melirik ke dalam kamar. “Bolehkah aku masuk dulu? Disini sangat dingin.” dia menggosok kedua lengannya ketika angin dingin berhembus.
Jika itu di masa lalu, Ruby pasti telah menyetujuinya dengan cepat. Namun, kali ini dia menggeleng dengan tegas. “Aku sendirian di sini.”
“Huh?” Boo memiringkan kepala bingung
“Menurut buku peraturan kerajaan tentang tata krama wanita lajang, kami tidak bisa sembarangan membiarkan seorang pria lajang lainnya masuk ke dalam kamar kami ketika sedang sendirian.” Ruby menekankan setiap kata-katanya dengan jelas hingga membuat Boo tercekat.
“Aku tahu tentang peraturan itu, tapi...kau ini kan Ruby.”
Ruby memiringkan kepala.“Kenapa jika aku Ruby?”
“Bukan apa-apa, hanya saja...” Boo menggaruk kepalanya bingung. “Aku telah terbiasa dengan sikapmu yang berbeda dari gadis lain dan juga, bahkan jika aku masuk dan berniat melakukan hal yang tidak-tidak padamu, aku sudah pasti akan mati lebih dulu.”
“lalu bagaimana jika yang memiliki niat lain adalah aku?” Ruby maju dan menundukkan kepalanya hingga beberapa helai rambutnya jatuh dan membelai wajah Boo yang sedang berdiri di bawah jendela.
Boo menarik napas dan mundur tiga langkah dengan cepat dan memeluk kedua bahunya dengan wajah penuh horror.
Ruby kembali berdiri tegak.“Aku hanya bercanda.”
Boo menghela napas lega dan mengelus dadanya. “Lalu bisakah kita bicara sebentar, aku perlu memberitahumu sesuatu, ini tentang Yang mulia AZure.”
Tepat saat Boo selesai menyebut nama Azure, Ruby membuang semua kata penolakannya dan melompat turun dari jendela dan menghampiri Boo. “Apa yang terjadi pada Yang Mulia?”
Boo mundur selangkah agar Ruby yang berjalan terlalu cepat tidak menempel padanya. “Tidak ada, dia baik-baik saja.”
Boo benar-benar tidak menyangka bahwa reaksi Ruby akan sebesar itu.
“Lalu untuk apa kau datang di malam hari seperti ini jika tidak ada masalah yang mendesak?”
“Ini tentang pertarungan Yang Mulia besok pagi.”
Ruby mengerutkan kening. “Pertarungan?”
Boo mengangguk cepat. Lalu mengajak Ruby untuk mencari tempat untuk bercerita yang lebih aman.
Boo menuntun Ruby ke sebuah Paviliun teratai kecil dengan lampu taman yang remang dan terlindungi di balik pohon besar dan bunga-bunga yang lebat.
“Yang Mulia menantang Pangeran Rian bertarung besok pagi di sanggar bela diri.” Boo mengerang frustrasi di antara ucapannya. “Dan Yang Mulia tidak ingin mendengar nasehat siapa pun, bahkan Ibunda Ratu dan Baginda raja, tidak bisa membujuknya.”
Ruby langsung menebak tujuan Boo datang menemuinya. “Lalu kau pikir aku bisa membujuknya?”
“Kau adalah pilihan terakhir dan juga yang paling memungkinkan berhasil.”
Ruby menyampirkan rambutnya yang terurai dan duduk di tepi paviliun. “Kenapa kau berpikir seperti itu?”
“hanya Intuisi dan intuisi ini bukan hanya dariku.” Saat berkata seperti itu, Boo menatap lurus ke depan.
Ruby berbalik dan di sana Demien sedang berdiri di bawah bayang-bayang pepohonan dalam diam.
“Dia juga berpikir aku bisa mencegah Yang Mulia?” Ruby kembali mengalihkan perhatiannya kepada Boo.
Boo mengangguk antusias.
“Lalu bagaiaman aku harus mencoba kebenaran intuisi kalian ini? Haruskah aku menemui Yang Mulia sekarang?”
Boo terlebih dahulu menatap ke arah Demien sebelum mengangguk. “Kami akan membawamu menemui Yang Mulia.”
“Baiklah.” Ruby berdiri tegak dan melambaikan tangannya. Seketika itu sebuah pedang terbang dengan cepat ke tangannya.
Ketiganya kemudian keluar melalui gerbang utama, ketika Ruby kebingungan dengan itu, Boo dengan cepat menjelaskan alasannya.
“Yang Mulia Ratu tahu tentang kunjungan kami padamu dan dia menyetujuinya.” Boo mengibaskan kunci gembok di tangannya. “Dan memberi kami kunci untuk memasuki gerbang.”
“Lalu mengapa kau harus mengendap-endap seperti penyusup jika kau mendapatkan izin?”
Boo tertawa canggun dan menggaruk tengkuknya. “Penghuni sanggar ini wanita semua dan jika mereka tahu kami datang berkunjung di malam hari, mereka pasti akan sangat terkejut jadi...kami memutuskan untuk masuk diam-diam.”
Ruby mengangguk mengerti dan melanjutkan perjalanan dengan santai.
Mereka menggunakan pintu belakang istana ketika masuk, melewati koridor panjang dengan penerangan kristal di kanan kiri koridor. Entah karena telah di persiapkan sebelumnya, mereka sama sekali tidak bertemu satu pelayan pun di tengah perjalanan hingga Ruby tiba di depan pintu yang dari dalamnya menguarkan bau yang sangat familiar di hidung Ruby.
“Aku akan masuk sendirian, kalian tunggu di sini.” Ruby mengangkat tangannya dan mengetuk pintu.
“Huh, kenapa? Bukankah kau bilang seseorang yang lajang tidak bisa masuk kemar lawan jenis hanya berdua?” Boo jelas-jelas sangat ingin masuk dan melihat bagaimana Ruby membujuk Pangeran Azure.
“Yang Mulia punya empat istri.”
“Tapi...
Boo menutup mulutnya begitu Ruby berbalik ke arahnya, seolah menatap tajam padanya. Dan ketika dia menoleh untuk melihat Demien, dia melihat rekannya itu masih sangat santai dan terlihat tidak keberatan dengan permintaan Ruby.
Itu sangat aneh mengingat dia adalah orang yang paling menentang kedekatan Ruby dengan Yang Mulia Putra Mahkota.
“Apa?”
Tidak menyadari bahwa tatapannya terlalu intens hingga membuat yang bersangkutan sadar, Boo cepat-cepat menggeleng dan berdiri tegap menunggu pintu terbuka.
Dari dalam terdengar langkah kaki teratu sebelum pintu terbuka.
Azure membuka pintu hanya dengan jubah mandi dan rambut yang masih meneteskan air, terlihat sangat terkejut begitu melihat Ruby. “Ruby? Kenapa kau kemari?”
“Kita perlu bicara.” Ruby menjawab.
Azure kebingungan, namun ketika melihat Boo dan Demien yang berdiri di belakang gadis itu, dia akhirnya menebak sesuatu dan menggeser tubuhnya untuk membiarkan gadis itu masuk.
Dia tersenyum tipis. “kebetulan sekali, aku memang juga ingin membahas sesuatu denganmu.”
Keduanya kemudian menghilang di balik pintu, meninggalkan Boo dan Demien yang termenung. Senyum Azure sebelum menutup pintu terlihat sangat mencurigakan.
Bersambung...