Kutukan Ruby

1244 Kata
Suasana di dalam ruangan sedikit canggung, untuk beberapa saat tidak ada yang bersuara sedangkan raut wajah mereka sangat mendung. Suara hujan perlahan terdengar dari kejauhan, sedangkan daun pintu jendela yang terbuka mulai berayun karena terpaan angin. Willow dan seorang pelayan lain mengetuk pintu dan berlari masuk untuk menutup jendela lalu keluar lagi dengan kepala tertunduk. Ruby menoleh ke arah jendela yang tertutup, menyembunyikan panorama di luar kastil dan bertanya. “Karena itulah kalian ingin menangkap para penyusup itu hidup-hidup?” Azure mengangguk pelan. “lalu informasi apa saja yang telah  kalian dapatkan?” Tanya Ruby lagi. Dahi Boo berkerut-kerut tak senang. “Kami tidak mendapat berita yang berarti, entah mengapa setiap orang yang kami tangkap tidak bisa bertahan jauh lebih lama bahkan jika mereka tidak terluka parah.” Bersamaan dengan itu, suara ketukan teratur terdengar dari arah pintu lalu di susul oleh suara Demien yang meminta Izin untuk masuk. Azure mengisinkan dan pintu langsung terbuka. Demien masuk dengan langkah lebar dan langsung menghampiri Azure. Ketika melihat raut masam Demien, Azure dan Boo langsung bisa menebak bahwa introgasinya tidak berjalan dengan lancar, lagi. Demien  menunduk hormat ke arah Azure. “Dia mati.” “Bagaimana bisa? Aku jelas menghentikan pendarahan pada lukanya.” Ruby menoleh ke arah Demien tak percaya. “Apa yang terjadi?” Untuk kali ini, Demien merespon Ruby tanpa raut tidak suka. “Aku juga tidak begitu mengerti, begitu dia tersadar, kondisinya masih sangat baik dan dia bahkan terus tertawa aneh kepadaku, namun hanya beberapa menit kemudian dia mati begitu saja.” Boo menggigit bibir kesal. “ini bukan pertama kalinya mereka melakukan itu, mereka datang dengan persiapan bunuh diri, namun kita tidak bisa menemukan penyebab kematiannya.” Ruby terdiam sejenak lalu membelalakkan mata begitu mengingat sesuatu. “Apakah mereka membawa racun di mulut mereka?” Azure mengerutkan kening. “Racun?” Ruby mengangguk cepat. “Racun, ada kemungkinan di menaruh racun di dalam mulutnya atau di suatu tempat dan jika mereka tertangkap, mereka akan segera memakai racun itu.” “Bukan racun.” Demien menoleh ke arah Ruby. “Mayat mereka tidak memiliki tanda-tanda keracunan. Mereka terlihat sangat normal namun tiba-tibanya kehilangan nyawanya.” Dahi Ruby semakin mengerut. “Lalu biarkan aku melihat mayatnya.” Hening. Ketiga pria di dalam ruangan saling memandang sejenak lalu menghela nafas secara bersamaan. Azure berkata dengan suara lemah, “Karena ini kami kesulitan menemukan petunjuk apa pun dari para assassin itu, mereka... “Yang Mulia...” Demien menyela. “Cepat atau lambat, dia juga akan tahu tentang hal ini.” Azure menautkan tangannya di belakang punggung. “Dan ada kemungkinan, Ruby memiliki solusi untuk masalah kita.” Boo mengangguk setuju dan Demien akhirnya Diam, bukan karena dia tidak bisa menentang lagi, tapi karena dia juga berharap bahwa seseorang bisa memecahkan masalah yang telah bertahun-tahun mereka hadapi namun tidak pernah memiliki titik terang. Ruby mulai tidak sabar. “Ada apa?” “Mayatnya perlahan berubah jadi debu setelah mereka mati,” jawab Azure. Ruby langsung terdiam, dahinya terus berkerut dan berfikir dan akhirnya mengemukakan pendapatnya. “Fenomenanya memang tidak wajar, aku belum pernah menemukan racun yang bisa mengubah seseorang menjadi debu.” “Berita tentang para assassin ini aku harap hanya akan di bicarakan di antara kita berempat. Atau seluruh kerajaan akan panik.” Demien melirik ke arah Ruby. Dengan sangat jelas menekankan kata-kata itu untuknya. Ruby masih berfikir dalam diam dan mengabaikan setiap perkataan Demien. “Kita harus menunggu kedatangan Assassin selanjutnya kalau begitu.” Demien mengerutkan kening. “Apa?” Ruby mendongak. “Saat Assassin selanjutnya datang, aku harap aku bisa menginterogasinya secara pribadi-Kau juga bisa hadir jika merasa keberatan.” Dia menoleh ke arah Demien yang hendak menyela. Ruby kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Azure dan tersenyum tipis. “Tidakkah menurutmu, kematian Assassin itu sedikit familiar.” Azure mengerutkan kening tidak mengerti. Ruby membelai penutup matanya dengan jari telunjuk dan berkata dengan suara pelan. “Mayat yang hanya menyisakan darah atau debu, menurut kalian, diantara keduanya paling mengerikan yang mana?” Demien mengerutkan kening dan menatap tanya ke arah Azure. Sedangkan Boo tidak menahan rasa ingin tahunya.“Apa maksudmu?” “Tidak mungkin.” Azure membelalakkan mata. “Maksudmu...” Dia membuka mulut tapi tidak berani mengatakan kata mengerikan yang harus yang dia ungkapkan. “Aku hanya menebak.” Ruby memelintir ikatan penutup matanya. “Berharap saja tebakanku salah.” Azure mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat. Jika perkataan Ruby benar, tentang seorang penyihir yang mengincarnya, maka itu akan sangat mengerikan. Terlebih kutukannya yang bisa membuat seseorang menjadi debu. Tapi untuk apa? Mengapa mengincarnya? “Yang Mulia... “Kalian akan tahu setelah Ruby memastikannya.” Azure memijat pangkal hidungnya, tiba-tiba merasa bahwa kehidupannya benar-benar di ikuti oleh malaikat kematian. “Aku akan istirahat dulu.” Azure kemudian kembali memanggil beberapa pelayan masuk, memerintahkan Willow dan Tifa untuk menuntun Ruby ke kamarnya sedangkan dirinya sendiri pergi lebih dulu bersama Demien dan Boo dengan raut wajah yang semakin muram. Namun tanpa Ruby sangka, selama perjalanan itu, mereka terus berjalan di belakang Azure, mengikutinya ke sayap kanan kastil lalu berhenti di depan sebuah kamar yang terletak tak begitu jauh dari ruangan Azure berada. Willow dan Tida membuka pintu untuk Ruby dan mempersilahkannya masuk namun Ruby justru menghentikan gerakannya dan menoleh ke arah di mana Azure berjalan. Ruby mendengarkan dengan seksama, di saat yang bersamaan kupingnya sedikit bergerak begitu suara pintu berdecit terbuka. Boo membuka pintu untuk Azure sedangkan Demien terus berjalan di belakang Azure dengan langkah teratur. Dia antara ketiga pria itu, langkah Azure adalah langkah paling ringan, lemah namun sangat melekat di ingatan Ruby. Azure melangkah memasuki pintu ketika mendengar Ruby memanggil namanya. Ya, namanya. Bukan Yang Mulia atau pangeranmu yang biasanya dia katakan. Ini adalah pertama kalinya Ruby menyebut namanya, bahkan ketika mereka hanya berdua. Suara gadis itu menggema di seluruh koridor kastil, dia hanya memanggil sekali namun Azure mendengarnya berkali-kali karena gema. Willow dan Tifa mematung sedangkan Boo membelalakkan mata tak percaya. Demien? Jangan di tanya, matanya telah memerah karena amarah dan langsung menghunus pedangnya namun seperti biasanya Azure menahannya dengan kibasan tangan. Demien akhirnya hanya bisa menggeram marah. “Aku sudah memperingatkanmu, rakyat jelata sepertimu tidak berhak menyebut nama Yang Mulia secara frontal.” Ruby mengabaikannya, hanya menatap langsung ke arah Azure, seolah bisa menembus penghalang kain di matanya dan melihat raut lemah pria itu. “Kau akan hidup lama, jauh lebih lama dari siapa pun di negeri ini.” Semua orang tercekat. “Kau akan menjadi raja yang dielukan semua orang, kehebatan, kebijaksaanaanmu akan menjadi sejarah.” Ruby mengangkat jari telunjuknya dan mengarahkannya ke arah Azure. “Aku mengutukmu.” Ruby lalu masuk ke dalam ruangan, memerintahkan kepada Willow dan Tifa untuk tidak mengikutinya, bahwa dia akan memanggil jika memerlukan sesuatu dan menutup pintu dia hadapan semua tatapan aneh orang-orang. Azure adalah seseorang yang memecah kesunyian lebih dulu dengan suara tawanya, dia tertawa sangat keras hingga membungkuk dalam dan hampir membuat Demien dan Boo khawatir jika dia tidak segera bangkit. Azure menghapus setitik air mata di sudut matanya dan menatap Demien dan Boo bergantian dengan senyum yang sangat cerah. “Apa yang harus aku lakukan? Dia mengutukku dengan sangat baik.” Boo ikut tertawa lega, untuk pertama kalinya melihat tawa Azure yang sangat bebas tanpa beban. “Nona Ruby adalah penyihir yang sangat hebat, kutukannya pasti akan menjadi kenyataan.” Demien hanya dia mendengarkan dan matap pintu yang berjarak hanya beberapa langkah di hadapan mereka lalu kembali manatap senyum cerah Azure dan menghela nafas dengan senyuman tipis di bibirnya. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN