Cinta Pada Pandangan Pertama

1111 Kata
Azure menyadari perasaannya kepada Ruby jauh lebih awal. Sejak pertama kali bertemu Ruby di ladang dandelion, Azure tahu bahwa hatinya bukan lagi miliknya sendirian. Dia telah memberikan perasaan cintanya pada gadis asing itu tanpa adanya perlawanan sedikit pun. Azure mengatakan bahwa dia membawa Ruby ke dalam istana hanya untuk menggunakan kemampuan gadis itu untuk menyembuhkan penyakitnya, namun tidak ada yang tahu bahwa alasan itu hanyalah alasan egoisnya untuk membawa Ruby ke sisinya. Karena pada awalnya Ruby sangat sulit untuk mempercayai manusia, maka Azure membuat Ruby percaya bahwa dia ingin Ruby ikut dengannya karena Azure membutuhkan kemampuan medis Ruby. Untuk karakter Ruby saat masih dia Dark Forest, dia tidak akan tertarik jika Azure menawarkan tahta Ratu padanya, jadi Azure menggunakan topeng kebutuhannya untuk sembuh agar Ruby merasa di butuhkan dan akhirnya berhasil membawanya pulang. Sekarang, melihat bahwa Ruby telah mempercayainya sepenuh hati hingga dengan rela memejamkan mata demi menunggu pukulan darinya membuat Azure merasa puas, setidaknya di bandingkan orang lain, eksistensinya di hati Ruby tidak tergantikan. Sekarang yang harus Azure lakukan adalah membuat Ruby mengerti tentang perasaannya kemudian membuat gadis itu jatuh cinta. Azura menatap bibir merah dihadapan dan semakin mendekatkan wajahnya hingga napas hangat gadis itu membelai wajahnya, beberapa senti sebelum Azure menyentuh bibir itu, dia menghela napas pelan dan menarik tubuh Ruby semakin dekat dengannya. "Azure, kau... " Kata-kata Ruby tercekat begitu rasa hangat melingkupinya, kedua lengan kokoh Azure melingkar dengan erat di pinggangnya, sedangkan napas hangat pria itu terus membelai tengkuknya. Dalam keadaan seperti itu, Ruby tidak bisa lagi terus menutup matanya. "... Tidak jadi memukulku?" tanyanya dengan pelan. "Hn. Aku terlalu lelah untuk mengeluarkan tenaga dan memukul seseorang." Azure mengeratkan pelukannya. "Aku lebih suka menenangkan amarahku seperti ini." Ruby memindahkan rambut Azure yang menggelitik wajahnya. "Apakah seperti ini bisa meredakan amarah?" Azure menjawab, "Tentu saja, akan lebih baik jika kau melingkarkan tanganmu juga padaku." Tanpa berpikir panjang, Ruby mengakat kedua tangannya dan melingkarkannya ke bahu Azure. "Seperti ini?" Azure tersenyum diam-diam. "Sedikit lebih erat," ujarnya lagi dan semakin melebarkan senyumnya ketika Ruby mengeratkan pelukannya tanpa banyak bertanya. Setelah beberapa saat dalam posisi seperti itu, Azure akhirnya dengan enggan melepas pelukannya. "Karena kau tidak bisa memperlakukanku sama dengan teman-temanmu yang lain, tidak ingin menepuk kepalaku seperti Jude, memegang lenganku seperti Oslo dan Fern, meninju bahuku seperti Boo dan Skye dan juga membiarkanku menepuk kepalamu, maka gerakan tadi hanya milikku. Kau tidak boleh membiarkan orang lain memelukmu mengerti?" Ruby berkedip-kedip menatap mata kelam Azure dan mengangguk patuh. "Mengerti," jawabnya. "Bagus." Azure mengangkat tangan untuk mengelus rambut Ruby. Namun mengingat beberapa kata yang baru dia ucapkan, dia mengubah arah tangannya dan beralih membelai pipi gadis itu. Ruby merasakan wajahnya mulai memanas dan mencari bahan untuk mengalihkan perhatian. "Azure, tentang tanaman herbal yang Putri Adella bawa... Azure memotong kata-kata Ruby."Aku sudah menyuruh pelayan membawanya ke ruang penelitian." "Oh benarkah? Lalu aku akan memeriksanya sekarang." Ruby tersenyum lebar dan hendak meraih penutup matanya yang masih di pegang oleh Azure. Azure menghindari tangan Ruby. "Apakah harus sekarang? Istirahat dulu." "Aku tidak lelah, lagi pula aku hanya ingin memeriksa tanaman herbalnya. Berikan penutup mataku." Ruby berhasil meraih penutup matanya dari Azure dan langsung memakainya. Bibir Azure berkerut. "Hari ini ulang tahunku," ujarnya tiba-tiba. "Huh?" Ruby mendongak bingung. "Aku tau." Azure berkata lagi, "Kau belum memberiku hadiah." Ruby mematung, menarik kembali penutup matanya dan menatap Azure dengan mata melebar. "Apakah aku juga harus memberimu hadiah?" "Tentu saja, semua orang memberiku hadiah, kau satu-satunya yang belum memberiku apa-apa." Azure menengadahkan tangannya ke hadapan Ruby. "Berikan sekarang." Ruby menatap telapak tangan Azure di hadapannya, lalu mendongak lagi untuk melihat raut wajah Azure yang terlihat mulai kesal lagi. "Umm, tapii..." Ruby menggaruk dahinya canggung, mengalihkan tatapan ke lantai dengan rasa bersalah. "Aku tidak menyiapkan apa apa." Azure tau Ruby pasti tidak menyiapkan apa-apa, gadis itu tidak tau bahwa seseorang yang berulang tahun perlu mendapatkan hadiah. Tapi untuk mencapai tujuannya, Azure harus membuat Ruby merasa bersalah terlebih dahulu. "Bagaimana bisa kau tidak mempersiapkan hadiah?" Azure menatap tak percaya, dia menangkup kedua pipi Ruby dan membuatnya mendongak. "Semua orang memberiku hadiah, bagaimana bisa kau sama sekali tidak menyiapkan apa apa?" Mata kelam Azure mengejar retina merah Ruby yang terus berusaha menghindar. Ruby berkata. "Aku tidak tahu dan kau tidak memberi tahuku." Azure melepaskan tangannya, bersedekap dan menyipitkan mata ke arah gadis di hadapannya. "Lalu siapkan sekarang." "Uh, kau ingin apa?" tanya Ruby. "Apa kau akan mengabulkan semua permintaanku?" Azure semakin menyipitkan mata, memperlihatkan bahwa dia hanya ingin satu jawaban. Ruby mengangguk. "Tergantung, jika aku bisa melakukannya." Azure akhirnya tersenyum lagi. "Lalu menari untukku.". "Hah?" Ruby tercengang. "Menari?" "Ya, menari untukku. Mudah bukan?" Setelah mendengar permintaan Azure dengan jelas, Ruby menggeleng dengan cepat. "Tidak, aku tidak bisa menari." "Bukankah saat pertama kali kita bertemu, kau sedang menari." Azure mengangkat alis. Mendengar Azure menyinggung pertemuan pertama mereka, Ruby merasakan wajahnya semakin memanas karena malu. Pertemuan pertamanya dengan Azure adalah kejadian yang memalukan bagi Ruby. Saat itu, Ruby mengingat bahwa dia hanya memakai dua lembar potongan kain usang untuk menutupi daerah pribadinya. Dulu, dia tidak peduli. Tapi sekarang, Ruby berharap bisa menghapus kenangan itu dari kepala Azure. "Tidak bisa. Aku tidak hafal gerakannya lagi." Dustanya. Ruby bukannya tidak ingin menari untuk Azure. Hanya saja dia telah melihat beberapa gerakan tarian khas Kerajaan Timur dan menemukan bahwa di bandingkan semua tarian indah di dalam buku, tariannya di Dark Forest waktu itu hanya gerakan buatan tanpa keindahan sama sekali. Setidaknya seperti itulah pikiran Ruby. Melihat Ruby terus menghindari tatapannya ketika menjawab, Azure bisa langsung menebak bahwa Ruby berbohong. Jadi dia tentu tidak akan menyerah. "Lalu kau tidak perlu memberi hadiah." Azure berjalan melewati bahu Ruby tanpa melirik gadis itu. "Permintaan lain, aku akan mengabulkannya." Ruby berbalik dan mengikuti Azure yang berjalan menuju tempat tidurnya. "Tidak, aku hanya ingin melihatmu menari." Azure melepaskan blazer seragamnya dan melemparnya ke tempat tidur. "Jika kau tidak bisa melakukannya, maka tidak perlu memberi hadiah." "Tapi... Azure berbalik tiba-tiba dan menyebabkan Ruby yang berjalan di belakangnya menabrak d**a bidangnya. "Bukankah kau ingin memeriksa tanaman herbal? Pergilah, aku ingin istirahat." Ruby menggosok hidungnya yang baru saja bertemu d**a bidang Azure. "Tapi hadiahmu," bisiknya pelan. "Tidak perlu." Azure tersenyum tipis. "Kau bisa memberinya tahun depan jika aku menginginkan hal lain lagi." Dia membalik Ruby ke arah pintu. "Pergilah, aku ingin istirahat." "Oh baiklah." Ruby berjalan ke arah pintu dengan tubuh yang lemas, rasa bersalah dan malu berkecamuk di dalam hatinya. Dia tidak ingin menari tapi sangat ingin memberi Azure hadiah yang pria itu inginkan. Setelah meninggalkan kamar Azure, Ruby semakin tidak tenang. Dia selalu merasa bahwa Azure semakin sulit untuk di tangani dan entah mengapa Ruby merasa bahwa dia seperti sedang berjalan menuju jebakan. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN