Istana kerajaan Timur sangatlah megah, berdiri kokoh di tengah-tengah ibukota dengan tembok tinggi sebagai pembatasnya. Meski seperti itu, kubah birunya masih bisa terlihat dari kejauhan.
Setelah rombongan mereka memasuki pekarangan istana, mereka langsung di suguhi halaman luas yang di tumbuhi pepohonan, lalu setelah melintasi sebuah jembatan di mana di bawahnya mengalir sungai kecil nan jernih dan di penuhi ikan dan bunga teratai, pemandangan selanjutnya adalah taman bunga berbagai warna, di taman itu juga kubah-kubah kecil dari kastil para pangeran bisa terlihat.
Langkah mereka terhenti beberapa ratus meter dari istana, lalu melompat satu persatu dari kuda kemudian berlutut di saat dari kejauhan sebuah kereta mewah bergerak mendekat ke arah mereka.
Azure adalah satu-satunya yang berdiri, menyambut kedatangan ayah dan ibunya dengan senyum lebar di bibirnya.
“Ayahanda Raja dan Ibunda Ratu, Aku kembali.” Azure membungkuk dalam.
Raja Alfred, melompat turun dari keretanya dan berjalan cepat ke arah Azure dengan wajah gembira sedangkan beberapa pelayannya tertatih-tatih mengikuti di belakang.
“Awasi langkahmu, apa kau pikir tulang-tulangmu masih bisa menanggungnya jika kau jatuh?” Ratu Sophia berseru di belakang.
Namun sang Raja yang telah menginjak usia tua itu tidak peduli dengan teguran ratunya dan masih berjalan cepat menghampiri putranya. “Saat mendengar kabar kepulanganmu, aku seolah kembali lebih muda.” Dia menarik Azure ke dalam pelukan beruang.
Azure hanya bisa menatap pasrah pada ibunya sembari tersenyum. “Suatu kehormatan Yang Mulia.”
Setelah itu, ketiganya naik ke atas kereta dan beranjak ke istana.
“Aku dan Demien akan menunggu Yang Mulia Azure selesai berbicara dengan Baginda Raja, untuk sementara kau ikut dengan para prajurit wanita ini ke asrama.” Boo berbisik ke telinga Ruby lalu memberika kode kepada lima wanita di belakangnya.
Ruby mengangguk singkat lalu berbalik dan berjalan ke arah kelima prajurit wanita sambil menyeret kudanya.
“Halo Ruby, kau mungkin belum tahu namaku,” Salah satu dari mereka mendekat.“Namaku Anna.”
Ruby mengangguk pelan. “Tapi kurasa temanmu meninggalkanmu.”
“Huh.” Anna menoleh dan tidak menemukan bayangan keempat temannya di belakang. “Ishh mereka benar-benar.” Dia mengumpat dan kembali menoleh ke arah Ruby.”Mereka pasti sangat terburu-buru,” katanya sembari memaksakan senyum.
Ruby hanya mengangguk berpura-pura mengerti. Jika di tanya siapa yang masih belum bisa menerimanya dengan tangan terbuka selain Demien maka kelima gadis di dalam rombongan mereka adalah jawabannya.
Dengan suasana yang sunyi, Ruby kembali mengendarai kudanya dan mengikuti langkah kaki kuda di mana Anna membawanya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai tempat tujuan mereka. Asrama para prajurit berdiri di sepanjang tembok yang mengelilingi Istana, berperan sebagai perisai kedua setelah tembok tinggi.
Anna membawa Ruby ke sebuah ruangan kosong dan meninggalkannya di sana setelah memberinya kunci kamar.
Ruby tidak mempermasalahkannya dan langsung berbaring begitu dia masuk.
***
“Ibu, aku membawa seseorang pulang bersamaku kali ini.” Setelah selesai makan siang bersama kedua orang tuanya, Azure akhirnya memberanikan diri untuk membahas hal yang sejak tadi ingin dia bahas.
“Tentu saja ibu tahu, bukankah para pencuri berlian itu sudah di penjara sekarang.” Ratu Sophia menuangkan teh untuk putranya dan tersenyum. “Jangan memikirkan apa pun lagi, serahkan semuanya kepada yang lainnya, kau perlu banyak istirahat.”
Azure menggeleng. “Bukan itu, yang aku maksud adalah orang lain, aku bertemu dengannya dan sebenarnya dialah yang berperan besar untuk menemukan tambang berlian itu.”
Raja Alfred yang sedang meminum tehnya langsung mendongak. “Oh, aku membacanya dari surat Jendral Qhali, dia adalah seorang wanita.”
“Wanita!” Ratu Sophia berseru terkejut.
Azure tersenyum lembut. “Dia memang wanita yang kuat.”
Ratu Sophia dan Raja Alfred saling memandang lalu menoleh bersamaan ke arah Putra Mahkota mereka dengan curiga. “Apakah dia cantik?” tanya mereka juga bersamaan.
Azure tercekat begitu mengerti arti pandangan mereka. “Ayah, Ibu. Dia bukan seperti yang kalian pikirkan, dia hanya seorang teman.”
Ratu Sophia mendengus. “Seorang wanita dan pria berteman? Aku tidak akan percaya.”
“Kenyataannya dia hanya seorang teman...sekarang.” Azure mengatakan kata terakhir dengan sagat pelan.
Alasan mengapa ayah dan ibunya sangat antusias mendengar berita tentang Azure yang membawa pulang seorang gadis adalah karena hingga kini, Azure masih belum memiliki keinginan memiliki seorang istri utama, yang dia miliki hanyalah pelayan yang menjadi selirnya dan tidak satu pun yang berhasil melahirkan seorang keturunan.
“Jangan terlalu lama berteman, saat kau naik tahta kau harus memiliki permaisuri.” Ratu Sophia membelai pundak putranya. Dia selalu menyesali fisik putranya yang lemah, karena itulah dia ingin mencari wanita yang bisa merawat Azure dengan benar, bukannya wanita yang hanya menginginkan tahta. Karena itu jugalah dia tidak pernah memaksakan kehendak untuk mencarikan seorang istri untuk putranya, dia menyerahkan semua pilihan di tangan putra semata wayangnya.
“Apakah dia cantik?” Di saat Ratu Sophia mulai membahas hal lain, Raja Alfred justru selalu penasaran dengan penampilan.
“Jangan terus menerus menanyakan tentang penampilan, apa gunanya cantik jika dia tidak bisa merawat Azure dengan baik.” Ratu Sophia mencebik pada suaminya.
“Tetap saja, yang cantik bisa memanjakan mata, seperti dirimu.” Raja Alfred mencolek pinggang istrinya.”
Azure yang melihat interaksi kedua orang tuanya hanya bisa tertawa pelan. Raja dan Ratu bukanlah tugas yang mudah, mereka harus mengenakan topeng terhormat di hadapan banyak orang dan hanya bisa menjadi diri mereka sendiri di belakang layar. Namun Azure bersyukur bahwa ayahnya masih sangat mencintai ibunya meskipun memiliki lebih dari sepuluh selir istana.
“Dia adalah gadis tercantik yang pernah aku lihat.” Azure akhirnya menjawab rasa penasaran ayahnya.
“Benarkah?”
Azure mengangguk yakin. “Kita melihat banyak kecantikan di istana dan di seluruh kerajaan, namun dia tidak akan bisa di sandingkan dengan siapa pun.”
“Wah, bisakah aku menemuinya sekarang?” Raja Alfred bertanya dengan sangat antusias. Pria mana yang tidak menghargai kecantikan.
Ratu Sophia memukul pundak suaminya. “Untuk apa kau menemuinya?” dia menyipitkan mata.
“Untuk memastikan dia cocok dengan Azure tentu saja.” Raja Alfred menangkap jemari ratunya. “Apa yang kau pikirkan? Jika bukan para mentri itu yang terus menekanku untuk memiliki selir, aku pasti hanya akan memelikimu.”
“Omong kosong, kau menghamili mereka semua.”
Raja Alfred diam, dia akui dirinya saat muda sedikit lebih liar dan memiliki banyak wanita di haremnya namun begitu bertemu Sophia dia tidak pernah memeluk wanita lain lagi.
“Ibu, saat itu ayah belum bertemu denganmu.”
“Aku tahu. Karena itulah aku masih memaafkannya.” Ratu Sophia kembali menatap Azure. “Apakah dia gadis berjubah hitam di belakangmu.”
Azure mengangguk.
“Di mana kalian bertemu?”
“Di Dark Forest?” jawab Azure.
“Hutan? Tempat kau menemukan para penyusup itu?” Raja Alfred mengeryit. “Kau yakin dia bukan salah satu dari mereka?”
“Aku yakin bukan, dia menyelamatkan hidupku dan mungkin juga menjadi satu-satunya yang bisa mengubah hidupku.”
Raja dan Ratu memandang dengan penasaran. “Jendral Qhali dia memiliki tehnik bertarung yang kuat dan bahkan mengalahkannya, benarkah itu?”
Azure tersenyum lebar, “Itu benar, dia sangat kuat dan yang lebih penting lagi, sebentar lagi dia akan menemukan cara untuk menyembuhkan penyakitku.”
Raja dan Ratu mematung dan memandang Azure. “Benarkah?”
“Berkat dia, sekarang aku bisa mengalahkan assassin sepuluh orang sekaligus.” Azure tertawa dengan lebar hingga giginya terlihat. Tawa itu, yang sangat sulit terlihat di istana untuk sejenak membuat Ratu Sophia dan Raja Alfred tertegun.
Setelah menyesuaikan emosinya yang sedkit terlalu bersemangat, dengan mata merah Ratu Sophia menatap putranya. ”Bawa aku bertemu dengannya, sekarang!”
Bersambung...