King Of Drama

1632 Kata
Cindra sudah rapi dengan sepatu dan seragam tenisnya. Sore ini jadwalnya adalah menemani pangeran kodok bermain tenis. Biasanya ia dan Leo bermain bersama dengan Coach yang menjadi Sparring Partner mereka. Tapi kali ini ia akan meminta Leo untuk menjadi lawannya. Bukan untuk mengalahkannya, karena ia tidak akan menang melawan Leo yang permainannya jauh lebih bagus darinya. Tapi ia hanya ingin membalas dendam atas perbuatannya yang sudah merampas hak dan kebebasannya naik ojek. Ia akan melempari Leo dengan bola-bola tenis itu sampai dia kesakitan dan minta ampun. Cindra menarik nafasnya. Huh! Tak sabar rasanya untuk membuatnya kesal. Leo masih berlatih bersama Sang Coach saat Cindra masuk ke lapangan tenis yang letaknya bersebelahan dengan kolam renang outdoor dan lapangan basket. Ia memang sengaja menunggunya hingga latihannya selesai. Karena kalau tidak, Leo akan mencari-cari alasan untuk berhenti berlatih dan alih-alih meminta Sang Coach untuk melatih dirinya saja yang katanya hanya bisa menggunakan raketnya untuk menepuk nyamuk. Dasar cowok sombong! Rutuk Cindra. Sebenarnya Leo memang tidak terlalu suka dengan tenis. Ia lebih suka bermain basket dan ngebut di jalanan. Padahal Mami memintanya berlatih agar mereka bisa bermain bersama. Karena selain berbelanja dan membuat pesta, Mami juga hobi bermain tenis. Tapi Leo selalu malas untuk berlatih. Karena memang ia selalu tak suka dengan apa pun yang diminta orang tuanya. "Aku mau lawan kamu!" Cindra berdiri di hadapan Leo dengan gaya menantang. Leo menghentikan latihannya, lalu berjalan ke luar lapangan. "Malas! Aku capek!" Sahutnya seraya duduk di kursi sambil menenggak minuman dinginnya dalam botol. "Sebentar lagi aku mau berenang. Temenin aku nanti," perintahnya. Dibukanya kausnya yang basah oleh keringat lalu dengan sengaja dilemparkannya ke sandaran kursi yang diduduki Cindra, membuat Cindra pun langsung beranjak dengan kesal. "Aku maunya main tenis!" Paksa Cindra. "Sama nyamuk aja sana," sahut Leo lagi sambil meluruskan kedua kakinya. "Nanti aku temanin nonton Netflix sampai malam!" "Kok, tumben?" Leo mengernyitkan kedua alisnya dengan curiga. "Mau gak? Kalau enggak mau ya, udah!" Cindra berlagak angkuh. Ia tahu Leo tidak akan bisa menolaknya, karena dia memang sering meminta untuk ditemani nonton serial bajak laut pavoritnya di Netflix, tapi ia selalu menolaknya. Dan akhirnya tanpa bertanya lagi Leo pun beranjak bangun lalu kembali ke tengah lapangan dengan bertelanjang d**a. Sambil tersenyum mengejek, Leo menunggu Cindra yang bersiap-siap untuk memukul bola. Dan saat bola itu melayang ke arahnya dengan santai Leo memukulnya. Namun kemudian bola lainnya berdatangan tanpa henti. Cindra memukul bola-bola itu ke arah Leo hingga mengenai tubuhnya yang bertelanjang d**a. Leo yang terkejut pun tak sempat untuk menghindar. Ia pun berteriak-teriak meminta Cindra untuk berhenti. Tapi Cindra tidak menggubrisnya. Ia terus melempari bola-bola ke arah Leo dengan penuh dendam. Tak dipedulikanya teriakan Leo yang mulai terdengar emosi. Hingga akhirnya terdengar suara lain yang memaksanya untuk berhenti. "Cindra! Apa-apaan kamu?!" Mama sudah berdiri di hadapannya dengan wajah penuh amarah. Dan dari kejauhan dilihatnya Mami Renata dan dua orang tamu ikut memandanginya dengan terkejut. "Apa maksud kamu?" Teriak Mama. Cindra hanya terdiam dan tertunduk. Ia tak menyangka teriakan Leo akan terdengar sampai ke dalam rumah. Dilihatnya Leo yang kini meringis kesakitan sambil mengusap-usap bagian tubuhnya yang memerah terkena bola. "Maaf, Ma..." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Cindra. "Sejak kapan kamu memakai kekerasan pada Leo?" Cindra kembali terdiam dan tertunduk. Diliriknya Mami Renata dan dua orang tamunya sudah kembali masuk ke dalam rumah. Ia menarik nafas lega. Ia takut sekali Mami Renata akan memarahinya juga. "Leo sudah berteriak kesakitan dari tadi tapi kamu terus saja melempari dia dengan bola!" Teriakan Mama semakin kencang. Mama benar-benar emosi. Cindra pun semakin tertunduk dalam. "Kamu minta maaf sama Leo, dan obatin dia!" Perintah Mama membuat Cindra mengangkat wajahnya. Ia tidak masalah mengobati Leo, tapi untuk meminta maaf padanya adalah hal tersulit di dunia. Leo akan membuatnya 'menderita' dulu sebelum memaafkannya. Dia pasti akan 'mengerjainya' sampai puas. "Tapi, Ma..." "Enggak pakai tapi, Cindra! Kamu lihat kan, Leo sekarang kesakitan?" Mama menunjuk ke arah Leo. Cindra pun menoleh. Dilihatnya Leo yang tengah duduk sambil meringis kesakitan. Tapi tiba-tiba ia terkejut saat Leo mengerling padanya dengan usil sambil menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan tawa. Cindra pun menatapnya dengan geram. Dasar king of drama! Ternyata dia pura-pura kesakitan. Uuuh! Kenapa dia selalu saja berhasil 'mengerjainya'? Rutuknya di hati. Dipandangnya Mama kembali. Lalu ia mengangguk. Dan sambil menarik nafasnya, Mama pun menghampiri Leo. "Maafin, Cindra ya, Leo. Dia mungkin lagi mau datang bulan. Emosinya lagi enggak stabil," ucapnya dengan nada menyesal seraya mengusap-usap bagian tubuh Leo yang tampak memerah terkena lemparan bola. "Kamu ke kamar diantar Cindra, ya? Nanti Tante akan bawakan obatnya," ucap Mama lagi. "Makasih, Tan. Enggak apa, Tan, Leo ngerti. Beberapa hari ini Cindra memang sering marah-marah sama Leo," ucap Leo sambil pura-pura meringis menahan sakit. Mama kembali menatap Cindra dengan tajam, membuat Cindra kembali tertunduk. "Cindra! Sekarang temani Leo ke kamarnya. Tunggu di sana sampai Mama bawakan obat!" Perintahnya lagi, lalu dengan cepat berjalan keluar lapangan. Dengan bersusah payah Leo mencoba menahan tawa saat melihat wajah kesal Cindra. "Dasar drama!" Cindra menatap wajah Leo sambil melotot. "Jalan sendiri!" Ditepisnya tangan Leo saat akan melingkarkan tangannya di bahunya. Dan tiba-tiba Leo pun kembali berteriak kesakitan. Membuat Cindra pun langsung menutup mulutnya dengan tangan. "Dasar, lebay!" Sungutnya lagi dengan geram. Kini dibiarkannya tangan Leo melingkar di bahunya. Tapi ternyata 'drama' Leo belum selesai sampai di situ. Kini Cindra kembali harus menahan geram hingga ke ubun-ubun saat Leo berpura-pura meringis kesakitan sambil menyeret kakinya saat mereka melewati ruang tamu Mami Renata. Kenapa sekarang kakinya jadi ikut sakit? Uuuh! Dasar King of Dramaaa! Cindra kembali merutukinya. Untung saja Mami Renata terlalu sibuk dengan kedua tamunya hingga hanya menyapa sebentar tanpa sempat bertanya panjang lebar. Ia takut sekali kalau sampai Mami Renata menanyakan alasan ia melempari Leo dengan bola. "Puas sekarang?" Cindra mendorong tubuh Leo ke atas tempat tidurnya sesaat sampai di dalam kamar. Leo pun tertawa terbahak-bahak. "Ah! Harusnya aku videoin tadi," ujarnya lagi sambil bergulingan di atas kasur dengan tawa yang tak berhenti. "Lebaay!" Teriak Cindra lagi sambil melemparinya kembali dengan bantal sofa. "Makanya jangan main-main sama aku! Kamu mau balas dendam, kan?" Kini Leo beranjak dari kasurnya. Cindra tak menjawab. Dipalingkannya wajah dari pandangan Leo. Ia benci sekali padanya. "Dia itu enggak pantas buat kamu." "Sok tahu! Dia lebih baik dari kamu!" Sergah Cindra. Leo tersenyum sinis. "Aku akan buktikan kalau dia gak pantas buat kamu," ujar Leo lagi sambil masuk ke dalam kamar mandi. Sesaat Cindra terpaku. "Maksud kamu?" Tanyanya gusar. "Kamu mau apakan, Leo?" Cindra menggedor-gedor pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Tapi Leo malah sengaja menyalakan musik dengan keras. Cindra pun menarik nafasnya dengan kesal. Keterlaluan sekali. Apa yang akan dilakukan Leo? Apa dia akan kembali mengancamnya? Hatinya kini semakin gelisah. Tapi ia sudah mewanti-wanti Andra agar tidak perlu takut dengan ancaman Leo. Karena seumur hidupnya Leo tidak pernah menyakiti orang lain. Satu-satunya orang yang sering ia sakiti adalah dirinya. "Cindra?!" Sebuah ketukan disertai panggilan namanya membuat Cindra tersadar. "Ini obatnya." Mama mengulurkan sebuah kotak P3K kepada Cindra sesaat pintu terbuka. "Leo sedang mandi?" Tanyanya mendengar suara musik yang terdengar keras dari dalam kamar mandi. Cindra mengangguk sambil membiarkan Mama masuk ke dalam kamar. "Cindra..." Kini Mama menatapnya kembali. Namun kali ini dengan pandangan yang lembut. Kemarahannya sudah reda. "Mama tahu, Leo sering membuatmu marah dan jengkel. Tapi, biar bagaimana pun Leo itu tetap majikanmu. Bos-mu. Dan Bos Mama juga. Biarpun orang tuanya sudah menganggap kita sebagai keluarga, dan Leo sudah menganggapmu sebagai adik, tapi kamu harus tetap menghormatinya. Jangan sampai kamu melampaui batasan itu." Cindra kembali tertunduk. "Kamu memukulinya di depan Mami Renata. Kedua orang tuanya bahkan tidak pernah memukulinya senakal apa pun dia." "Maaf, Ma," sahut Cindra lagi. Kini ia benar-benar menyesal. Bukan karena ia telah membuat Leo pura-pura kesakitan, tapi karena telah membuat Mama marah dan malu. Pasti Mama malu sekali pada Mami Renata. Dan Mama pasti sudah berulang kali meminta maaf padanya. "Tolong, Cindra. Jaga sikap kamu. Kita menumpang di rumah ini. Kita tidak akan bisa membalas semua kebaikan mereka selama ini. Kalau kamu ada masalah dengan Leo, kamu sampaikan ke Mama atau ke Mami Renata. Mama tidak mau melihat kamu menyakiti Leo lagi. Apa pun alasannya." Cindra kembali mengangguk. Tiba-tiba saja kedua matanya menghangat. "Maafin, Cindra, Ma," sesalnya sambil memeluk Mama. Mama mengusap-usap punggung Cindra, sebelum kemudian beranjak bangun dan keluar dari dalam kamar. "Kenapa nangis?" Tiba-tiba saja Leo sudah berada di hadapannya. Dengan celana pendek yang sudah diganti, rambut yang masih basah dan bertelanjang d**a. Masih terlihat bekas kemerahan di punggung dan dadanya. "Enggak! Siapa yang nangis?" Elak Cindra sambil buru-buru mengusap kedua matanya. "Kamu pasti nangisin aku, ya?" Ledek Leo lagi seraya mengacak-acak rambut basahnya dengan handuk. "Ge-er!" Sahut Cindra. Diambilnya obat berbentuk tube dari dalam kotak P3K lalu mulai mengoleskannya di punggung Leo yang memerah. Namun saat Cindra mulai mengoleskan obat itu di dadanya, Leo pun terdiam sejenak. Dipandanginya sisa air mata di kedua mata Cindra yang sembab. "Udah, gak usah!" Dan tiba-tiba ditepisnya tangan Cindra. Cindra menatapnya dengan terkejut. "Sedikit lagi!" Sahutnya sambil memaksa mengoleskan obat itu kembali. "Aku bilang enggak usah. Bawel!" Dan Leo kembali menepis tangan Cindra, lalu pergi mengambil kaus di dalam lemari. "Terus mau ngapain lagi sini?" Tanyanya saat dilihatnya Cindra malah duduk kembali di atas sofa. "Mau temenin kamu nonton Netflix?" Cindra kembali menatap Leo dengan bingung. "Enggak usah! Aku mau main game sampai malam. Udah sana keluar!" Usir Leo. Dijatuhkan tubuhnya di atas sofa lalu mulai memainkan game di ponselnya. Sejenak ragu, akhirnya Cindra buru-buru keluar dari dalam kamar. Ia bahkan tak jadi menanyakan perihal Andra lagi. Ia takut Leo berubah pikiran. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba jadi baik. Jangan-jangan lemparan bola-bolanya tadi membentur kepalanya? Cindra tersenyum lega. Sejak tadi ia sudah membayangkan betapa membosankannya menemani Leo menonton film yang tak disukainya. Leo menghembuskan nafasnya sesaat Cindra keluar dari dalam kamar. Di dilemparkannya ponsel ke atas meja. Lalu menyalakan televisi di hadapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN