Mengejar Cahaya

1146 Kata
Badanku masih terasa pegal-pegal usai shalat Zuhur di masjid Istiqlal. Kuselonjorkan kedua kakiku lurus ke arah gerbang luar. Semilir angin memeluk dan mengipasi, hingga keringat yang membasahi kaus dan kemejaku mulai mengering, menguap karena panasnya matahari. Map berwarna merah hati kini tergeletak di sebelah kakiku. Aku teringat satu kata motivasi, ’Tidak ada kata terlambat, untuk orang yang sudah terlambat!’ Ya, kita, semua manusia sudah sangat terlambat. Tapi, ada satu rumus yang hendaknya digunakan oleh orang yang terlambat dan ingin memperbaiki keterlambatannya. Rumus itu adalah evaluasi. Menakar apa yang kurang selama perjalanan waktunya, waktu yang telah terlampaui. Maka, di pelataran masjid ini aku mencoba menilik ulang masa yang telah terlampaui. Ironis! Mahasiswa terbaik tingkat universitas, saat ini sedang mencari pekerjaan. Dan sudah hampir satu tahun menjadi pengangguran. Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku pelan. Ternyata teori yang telah kudapat di bangku kuliah belum banyak memberikan kontribusi bagiku. Aku kembali mengulang kisah hidupku, memoriku terbuka secara nyata. Saat aku memberikan pidato di podium, saat wisuda, ’Tugas kita sekarang, pasca kuliah ini adalah menemukan potensi kita, menemukan cara terbaik yang tepat. Menjemput harapan, dengan kesungguhan. Tidak ada lagi kata kemalasan dan berhenti berkarya karena dunia telah menunggu karya-karya kita, bertelur dalam inovasi.’ Oh, hilang ke manakah kemantapan dan semangat itu? Sekali lagi kupandangi langit. Karena jujur, aku tak menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menghantam pikiranku. Engkau pasti tahu kawan, setiap aku bingung dan mencari jawaban pasti kutatap langit biru. Negeri ini belum memberikan banyak kesempatan bagi para lulusan sekolah maupun sarjana. Aku bingung hendak menyalahkan siapa, akukah? Atau Pemerintah yang sebenarnya belum memberi kesempatan secara layak. Hingga pengangguran, jika kau tahu jumlahnya, akan membuat bulu kuduk merinding melebihi rindingnya kala bertemu semisal gendruwo atau kuntilanak. Ah! Aku jadi pusing. Kutetapi saja memandangi langit untuk sementara. Sudahlah! Tidak usah kurisau. Bukankah aku selama ini belum pernah menyerah? Aku tak pernah mengaku kalah, bukan? Siapa pun tahu itu. Saban hari aku berjuang, mencari pekerjaan, menguapkan sampah-sampah untuk dijual, aku bekerja dan aku tidak terhina karena meminta. Aku sedang dalam proses mencari dan menemukan potensiku. Life is choice. Dan aku memilih menang. Jika pun kalah, aku tak mau jadi pecundang. Kuambil map merah itu, mendekapnya kembali ke sisi perut kiriku. Memakai sepatu yang telah butut. Tunggu dulu! Aku berjalan mendekati kran di depan masjid, kuhirup air itu, segar hingga tanpa terasa kuminum juga dan masuk dengan plong ke tenggorokan, dan mengalir ke usus-ususku yang melilit-lilit. Percikan air kubasahkan sedikit di rambutku, tanpa minyak tapi setidaknya terlihat basah dengan air. Tanpa cermin, aku mematut diri sejenak, bersandiwara kulihat di depanku sebuah wajah yang sudah rapi. Dan aku tersenyum dengan senyuman indah, cermin yang kubayangkan membalas senyum itu. Ingatanku menerawang sejenak. Membayang saat Kakekku tersenyum dulu, mengajariku berakting saat Kakek bercerita tentang kepahlawanan, keberanian dan perjuangan. Saat mengisahkan orang-orang sukses, pastilah Kakek berdiri dan memeragakan sikap orang-orang sukses, dari mulai cara berjalan dan merapikan dasinya atau merapikan rambutnya. Khas. Betapa Kakek telah mempelajari karakter tokoh-tokoh itu dengan baik. Ia memeragakan ekspresi tokoh-tokoh itu. Seperti suatu saat ketika ia menirukan ucapan Khalid bin Walid r.a yang mengatakan bahwa malam–malam di medan pertempuran lebih disukainya daripada bersama dengan seorang gadis di malam pertama saat pernikahan, Kakek memegang sapu dan menentengnya selaksa pedang tajam yang berkilau, tajam mengilat. Saat mengibas pedangnya pelan ke kiri dan kanan, mata Kakeklah yang berkilau, betapa penjiwaannya tak berharap apa pun kecuali aku sebagai pendengar, tengah menyaksikan dengan seksama episode benar-benar yang diceritakan. Hingga, aku teramat paham dengan kisah-kisah itu tanpa harus mengingat-ingatnya, karena cukuplah jika teringat Kakek semua kenangan tentangnya ada di depan mata dan tak bisa sirna. Dan kini, semua cerita kepahlawanan yang diceritakan Kakek telah menjelma dalam diriku. Seluruhnya, seutuhnya, hingga tak tersisa sedikit pun kecuali harapan dan impian untuk menghadirkan kepahlawanan dan keberanian dalam diri ini. Semangatku terpompa. Aku masih bernapas, aku masih kuat berpijak, dan itu berarti bahwa aku belum akan menyerah. Aku tak menatap langit, karena aku kini tidak bingung lagi. Aku berjalan dengan gemulai percaya diri. Kan kutaklukkan gunung Everest, kan seberangi danau terdalam di seluruh dunia sekalipun, danau Baikal di Siberia. Kau tahu kawan, bahkan gunung Kilimanjaro pun akan kusiram dengan air, menghadirkan kesungguhan. Itulah bukti kemantapan hatiku hingga saat ini. Jadi, tidak perlu kau ragukan sedikit pun semangatku untuk menjadi yang terbaik, untuk memilih menjadi pemenang. Walau untuk sejenak aku harus terlihat kuyu, susah, dan perut teramat keriting karena belum makan siang. Sarapan tadi aku memakan roti bungkus seharga lima ratus rupiah. Kurasa tak penting, yang penting aku tetap bersemangat! Dengan semangat membara, aku kembali mengayuh harapan di tengah kota yang telah banyak menghasilkan keputusasaan. Lihat saja, PHK menjamur, demonstrasi di mana-mana dari mulai pesangon yang tidak dibayarkan, menolak pemecatan, hingga kontrak yang tidak jelas. Sampai kapankah keadaan ini akan berakhir? Tapi, tentu saja, selama Indonesia masih ada, harapan itu juga akan selalu ada. Benar bukan, Kawan? Seluruh beban, baik beban lelah dan lapar maupun beban psikologi kini telah hilang. Maukah kau dengar ceritaku dari Kakekku? Tentang salah satu tokoh yang dikaguminya dari Amerika Serikat, dialah Abraham Lincoln. Sudah kubilang tak ada yang perlu bingung, Kakekku adalah pembaca biografi paling lengkap tentang orang-orang hebat. Aku beruntung, sangat beruntung mempunyai Kakek sepertinya. Satu saja kusebut karya Abraham Lincoln, dia telah membebaskan sebanyak 3.500.000 orang b***k dan memerdekakannya. Itulah kenapa salah satu alasan Kakek menempatkan Abraham Lincoln sebagai salah satu tokoh sejarah yang dikaguminya. Ini adalah kisahnya, pada suatu hari Abraham lincoln berjalan-jalan di taman. Dia kaget melihat seorang anak kecil berumur sekitar 6 tahun sedang menggendong sebuah beban yang terlihat teramat berat di punggung, tetapi isinya tak terlihat karena tertutupi kain. Presiden Amerika Serikat ke-16 itu merasa empati, sigap menolong. Ia berkata kepada anak tersebut, ’Nak, berat sekali beban yang kau pikul?’ Tetapi, bukan jawaban mengenakkan dan meminta bantuan dari anak kecil itu. Anak kecil itu menjawab dengan enteng, walaupun terlihat bibirnya menyinyir-nyinyir terlihat keberatan, ’Tuan, ini bukan beban, ini adalah adik saya.’ Lincoln, belajar dari setiap keadaan. Beban! Tidak akan menjadi beban jika dilakukan dengan sebuah pemahaman dan cinta serta kesukaan. Seperti pula Thomas Alfa Edison, saat ditanya tentang apakah dia tidak lelah melakukan percobaan hingga ribuan kali dan selalu gagal. Jawabnya mudah, ’Saya tidak pernah bekerja, sehari pun dalam hidup saya, karena semuanya adalah keasyikan.’ Pemikiran yang cerdas. Ini baru namanya mental pemenang! Mental yang tak belok walau diterpa badai, ditelan gurita, digulung angin ujian, ah! Yakinlah, jika sudah mempunyai keyakinan yang utuh, apa pun yang menimpa, maka akan seperti telaga besar yang terjatuhi t**i kelelawar atau t**i burung. Tentu saja kesegarannya tak akan terkurangi. Aku meneruskan langkahku, sambil kudendang dalam hati sebuah syair penuh semangat, kala seluruh alam tersenyum padaku. Bagai gunung yang menjulang Jika kau ingin memindahkannya Kau akan kelelahan, Seperti air terjun deras Menghantam batu sebesar apa pun Dia kan luluh, Sudah kubilang padamu Bahwa cahaya itu Akan aku kejar Hingga ke ujung bumi Ujung langit Ujung yang tak ada ujung lagi Aku akan berlari
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN