Bridesmaid - 05

1608 Kata
Menanggapi ucapan Leon? Jangan mengada-ngada! Clara bahkan terlalu malas berhadapan dengan laki-laki itu. Sangat tepat jika ia memilih mengacuhkannya dan fokus pada makanan yang Simon belikan untuk mereka. "Cla, itu jawab dulu dong ucapan Leon!" tegur Natlyn. "Nggak usah sungkan karena ada kita. Aku malah baru tahu kalau kalian dulu sempat kenal," sambung Simon. "Sempat pacaran satu tahun lebih, tepatnya," ralat Leon cepat. Cowok satu ini- dia gila atau apa, sih? Sengaja kah ingin membuat Clara kesal? Ingat! Clara bukanlah orang yang suka mengenang masa lalunya. Apalagi sampai kembali pada orang yang pernah menyakitinya. Yang benar saja? "Makanannya keburu dingin kalau ditinggal ngobrol terus," sahut Clara cuek. Gadis itu tetap asyik dengan makanannya, tak peduli dengan orang-orang di sana yang masih membeku, menantikan tanggapan Clara terhadap ucapan Leon. "Kenapa, Nat? Kamu nggak suka kah sama makanannya? Sayang, tahu? Mending aku-" Clara hendak mengambil seporsi makanan siap saji di hadapan Natlyn. Namun, dengan segera calon pengantin itu sadar dan menghalangi niatan sepupunya. "Eh? Apa, sih? Orang aku belum selesai makan." Natlyn mencegah makanannya berpindah tangan. "Ya buruan dimakan! Paling nggak bisa aku tuh lihat makanan nganggur," oceh Clara. Untung saja gadis itu punya sikap alami yang unik, hidup. Sehingga ia bisa cepat-cepat kabur dari situasi menegangkan yang Leon ciptakan tadi. Tapi, apakah Leon akan diam saja dan mengalah? "Aku akan tetap menunggu jawaban dari kamu," ucap Leon sebelum melanjutkan menyantap makanannya. Tanpa ada yang tahu, Clara sempat berhenti mengunyah untuk beberapa detik. Rasanya ia tidak sanggup jika harus mencerna makanan dan omongan Leon secara bebarengan. Jadi, Leon serius menawarkan Clara untuk balikan padanya? Semoga saat terbangun esok pagi, keadaan kembali menjadi normal. Terserah Leon mau apa, asal tidak mengganggu waktu liburan Clara yang mahal dan berharga. * Clara merenggangkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tidurnya semalam sangat lelap. Tempat ini benar-benar nyaman. Andai saja ia bisa tinggal di tempat seperti ini lebih lama. Perlahan, kelopak mata gadis berusia dua puluh lima tahun itu mulai terbuka. Namun ia segera mendelik saat dari celah jendela kalau matahari sudah bersinar terik. Ia langsung meraih ponselnya, dan ia semakin terkejut saat melihat jam digital yang ada di layar benda pipih itu. "Mampus! Jam sembilan lebih seperempat!" Clara melompat turun dari atas tempat tidur. Ia menyabet handuk dan baju ganti sebelum pergi ke kamar mandi. Clara menyalakan shower setelah melepas semua pakaiannya. Tapi... mati? "Hello! Cobaan apa lagi ini?" kesalnya sembari memutar kran shower di kamar mandi. Tapi hasilnya nihil. Ingatan Clara kembali pada ucapan Natlyn semalam, "oh iya, Cla. Besok jam sembilan sampai jam satu ada pemadaman air. Jadi sebaiknya kamu mandi sebelum jam sembilan, ya!" Clara menepuk jidatnya sendiri. Bagaimana bisa ia melewatkan mandi paginya? Oke saja sih kalau di rumah. Tapi kan masalahnya ia sekarang sedang menumpang di tempat orang. "Ya udah lah. Mau gimana lagi," ujarnya lesu sembari memakai kembali pakaian-pakaiannya. Tapi, masa iya ia harus pasrah saat bahkan ia belum cuci muka dan gosok gigi dan sabar menunggu sampai jam satu? Padahal ia kan berniat jalan-jalan di sekitar vila. Clara ingat! Di dekat dapur ada satu kamar mandi memiliki bak. Meski jarang dipakai, tapi keadaannya tetap bersih. Di bak itu pasti masih ada air, kan? Setidaknya cukup untuk Clara cuci muka dan gosok gigi. Clara pun menjepit asal rambut panjangnya. Lalu ia mengambil sikat gigi, pasta gigi dan sabun cuci muka kemudian mendekapnya sembari berjalan santai ke luar. Toh saat ini Clara sedang di rumah sendiri. Karena Natlyn yang sedang mengecek tempat resepsi bersama Simon. Clara ingat semalam Natlyn bilang begitu. 'Cklek' Rasanya nyawa Clara seperti belum berkumpul. Matanya masih setengah terpejam, dan ia juga terus menguap. Arah kamar mandi itu di sebelah kanan. Clara harus ke dapur lalu belok ke kanan melewati pintu pembatas. Sampainya di dapur, Clara menghentikan langkahnya saat mencium aroma harum. Ia tersenyum tipis. Ternyata masih ada Natlyn di vila. Clara sudah menduga, Natlyn tidak akan tega meninggalkan Clara begitu saja tanpa meninggalkan makanan di atas meja. "Nat, ternyata kamu-" "Kamu sudah bangun?" potong orang itu. Clara mengangguk sembari menunjukkan deretan giginya. "Pasti belum mandi." Tunggu! Itu bukan suara Natlyn. Clara berusaha memperjelas pandangannya. Dan matanya langsung membulat melihat penampakan indah di hadapannya. "Kamu?!" pekik Clara sembari menuding orang itu. Bahkan ia tidak peduli lagi dengan peralatan mandinya yang sudah berjatuhan di lantai. "Cla, barang-barang kamu-" "Kamu kok bisa di sini? Padahal kan tuan rumahnya nggak ada. Dasar nggak sopan!" omel Clara. Bukannya marah, lawan bicara Clara itu malah terkekeh. Ia mematikan kompor listrik yang ia gunakan untuk memanaskan makanan, kemudian melangkah mendekat ke arah Clara. Clara mulai siaga. Ia perlahan mundur untuk menghindari orang itu. 'Sialan! Kenapa harus ada Leon, sih? Mana kondisiku sedang sangat memprihatinkan seperti ini lagi,' monolog Clara dalam hati. Pipinya memanas. Merah seperti kepiting rebus menahan malu karena berhadapan dengan salah satu mantannya dalam kondisi kacau seperti ini. "Kamu kenapa, sih? Pipinya sampai merah gitu," tanya Leon santai sembari memunguti benda yang Clara jatuhkan. Setelah itu ia menegakkan tubuhnya dan kembali berjalan ke arah Clara. "Mundur, nggak!" tegur Clara. Leon tampak menyerit sebelum akhirnya memasang senyum miring. Ah... laki-laki itu benar-benar hendak membakar kesabaran Clara ternyata. "Mundur!" ulang Clara. Dia semakin gugup. Apalagi setelah ia teringat bahwa saat ini di rumah ini hanya ada mereka berdua. Siapa tahu, kan, ada setan dan kawan-kawannya yang lewat? Dan Clara terpenjat saat merasakan punggungnya sudah membentur tembok di belakangnya. 'Sial!' umpatnya dalam hati. Leon masih terus bergerak maju. Dan baru berhenti ketika hanya menyisakan jarak sekitar tiga puluh senti dengan Clara. Claea menelan salivanya kasar. Matanya sudah terkunci pada manik coklat di hadapannya. 'Dia mau apa? Aku harus apa?' Hatinya sungguh tidak tenang. Keadaan seperti ini, adalah hal yang sangat Clara benci. "Kamu-" Ucapan Clara terhenti saat melihat Leon menyodorkan barang-barangnya tepat di depan wajahnya. "Kamu nggak sekalian mau mandi? Kata Natlyn kamu ingin jalan-jalan pagi di sekitar sini," ucap Leon. Clara bernapas lega. Ternyata Leon hanya ingin mengembalikan barangnya saja toh? Clara pun segera meraihnya dengan cepat. "Memang urusan kamu?" tanyanya sewot. Leon menyerit. Tapi Clara memilih tak mengindahkan respons laki-laki itu. Ia hendak melangkah, melewati Leon. Tapi... 'Tap' Napas Clara tercekat. Jantungnya serasa hendak melompat saat merasakan lengan kekar Leon mengurungnya. Mengapitnya di antara tubuh laki-laki itu dengan tembok yang menempel di punggungnya. Mau apa lagi laki-laki itu sekarang? Clara berusaha setengah mati untuk menghindari tatapan penuh intimidasi Leon. "Cla, tatap mataku!" pinta Leon. "Ish, nggak. Mundur sana!" usirnya. Leon masih tak beranjak sejengkal pun dari tempatnya. "Cla," panggilnya lagi. "Le, aku mau cuci muka sama gosok gigi. Ini udah jam setengah sepuluh dan aku belum menyentuh air sedikitpun. Bisa kamu menyingkir dari jalanku?" kesal Clara. Andai saja tangan gadis itu tidak ia gunakan untuk memegangi sikat gigi dan kawanannya itu, sudah dipastikan Clara akan mendorong Leon dengan sekuat tenaganya. Bahkan hingga laki-laki itu jatuh pun, bodo amat. "Le, minggir!" sentak Clara yang mulai kehabisan kesabaran. "Sebentar aja, Cla," desak Leon. Clara menghela napas panjang, "oke, cepat katakan apa maumu!" Ia benar-benar sudah tidak sabar untuk segera berlari ke kamar mandi. Tapi adaaaaa saja yang menjadi alasan Leon menahannya di sini. Jadi mau tidak mau sebaiknya ia meladeni saja keinginan Leon. Agar pria itu bisa segera enyah dari hadapannya. "Aku pengin mendengar jawabanmu," ucap Leon. Clara menyerit. Jawaban apa? Memang dia habis bertanya apa pada Clara? "Jawaban apa?" geram Clara. Oh tidak, Clara! Apa kamu melupakan ikrar cinta dari Leon semalam? "Tentang aku yang ingin kamu kembali padaku. Menurutmu, bagaimana?" tanya Leon. Pria itu masih meladeni Clara dengan begitu sabar. Gil*! Bisa-bisanya ngajak mantan balikan saat si mantan gosok gigi aja belum! Bahkan Clara saja sampai ilfeel dengan dirinya sendiri. Ia meratapi nasib malangnya hari ini. Kenapa ia harus berhadapan dengan mantan dalam kondisi mengenaskan seperti ini, sih? "Kamu nggak ilfeel lihat aku begini? Bisa-bisanya kamu-" "Kenapa harus ilfeel? Biasa aja kok. Kamu tetap cantik," potong Leon. Andai saja dulu Leon tidak mendua di belakang Clara, mungkin gadis itu akan menganggap ucapan Leon barusan tulus. Tapi sayangnya Clara sudah tahu semuanya. Laki-laki itu memang gemar penebar jala! Mulutnya sangat manis, namun sayang terlalu banyak orang yang bisa mencecap sifat manisnya itu. Clara tersenyum miring sembari menatap remeh pria di hadapannya. "Apa jawaban kamu?" tanya Leon. "Masih tanya? Responsku padamu sejak kemarin masih kurang jelas juga, kah?" sindir Clara. Leon terdiam. Jadi, ia ditolak? Kenapa rasanya ia tidak terima? Ia masih terus menatap lamat-lamat wajah mantan kekasihnya itu. Benarkah gadis sekelas Clara baru saja menolaknya? Apa Clara tidak tahu siapa Leon, dan seberapa berkuasanya dia? "Minggir!" usir Clara. Leon masih enggak beranjak dari posisinya. Apa lagi yang diinginkan pria satu ini? Bukankah Clara sudah melakukan apa yang dia minta? Leon tersenyum sinis. Baginya, Clara adalah sebuah mainan baru yang amat menantang untuk ia taklukan. Yup. Leon memang seberengs*k itu. Tepat seperti yang Clara pikirkan selama ini. Clara yang sudah benar-benar dibakar emosi, terlebih setelah melihat senyum menyebalkan lelaki itu, bersiap membenturkan kepalanya ke kening Leon. Ia mengambil ancang-ancang, bodo amat jika akhirnya ia juga akan kesakitan. Yang penting ia bisa memberikan cowok menjengkelkan itu sedikit pelajaran. 'Lihat aja! Rasakan pelajaran kecil dariku, Leon!' Satu... Dua... Tiga... Clara segera mengayunkan kepalanya dengan kencang ke arah depan, siap membenturkannya dengan kening pria menjengkelkan di hadapannya. Tapi... Cuppp *** Bersambung .... Suara apa sih itu? Baru bab 5 kok udah mulai menghangat aja ini? :") Jadi, Clara-Leon bakal balikan nggak nih? Buat yang rindu sifat konyol Vania dan Nasya, wajib banget ngikutin kisahnya Clara. Karena sifat mereka 11 12 13 :D Mau post dari tadi. Eh jaringan nggak stabil. Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa ramaikan kolom komentar, biar aku lebih semangat ngetiknya :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN