Bridesmaid - 06

1674 Kata
Satu... Dua... Tiga... Clara segera mengayunkan kepalanya dengan kencang ke arah depan, siap membenturkannya dengan kening pria menjengkelkan di hadapannya. Tapi... Cuppp Malangnya, bukannya kepalanya yang membentur kening Leon, malah bibir mereka yang akhirnya bertemu. Sesaat sebelum rencana Clara berhasil, Leon sudah lebih dulu menarik tengkuk gadis itu agar ia bisa mengecup bibirnya. Deg Deg Deg Duarrrrrr Rasanya jantung Clara seperti akan meledak. Ini adalah ciuman pertamanya. Dua kali berpacaran, ia belum pernah sampai ke tahap ini sebelumnya. Dan si sialan Leon dengan beraninya menodai kesucian bibir Clara. "Respons tubuhmu menandakan jika kamu juga masih mencintaiku," bisik Leon sebelum kembali melanjutkan aksinya. Sadar dengan kesalahan yang baru ia lakukan, Clara mendorong kuat d**a Leon agar menjauh darinya. Kini, pria itu memberi sedikit jarak pada Clara. Menatap manik mata gadis itu dengan tatapan teduh. "Aku ingin kamu kembali," lirih Leon. Sementara Clara masih sibuk mengatur napasnya yang memburu. Ia menatap tajam pria di hadapannya, menunggu kondisinya membaik sebelum menyemburkan kalimat umpatan untuknya. "Cla, aku-" "PERGI DARI HADAPANKU, BERENGS*K!" bentak Clara sembari kembali mendorong d**a bidang laki-laki itu. Melihat Clara yang sudah benar-benar emosi, Leon segera bergeser untuk memberinya jalan. Sepertinya ia sadar, kalau keadaannya terus seperti ini, yang ada hubungan mereka malah akan semakin buruk. Setelah memiliki jalan untuk pergi, Clara beranjak ke kamar mandi dengan langkah lebar, kemudian menutup pintunya dengan keras dan menguncinya. Ia benar-benar kesal. Andai tangannya tidak penuh dengan barang-barang bawaannya, Clara pastikan Leon akan mendapat sebuah tamparan panas darinya. "Sial sial sial! Lagian kenapa sih aku nggak bisa ngelawan dari awal? Imejku nggak tertolong lagi kalau gini," runtuk Clara sembari menggosok giginya cepat. Yang ada di pikirannya saat ini adalah, ia tidak bisa bersikap biasa-biasa saja lagi ketika ada Leon. Pria itu tidak tahu, jika hal kecil yang baru saja ia lakukan itu berhasil menggores luka lama yang perlahan mulai mengering. Ya. Leon memang berengs*k. Tak ada secuil pun niatan Clara untuk kembali pada si berengs*k itu. Selesai gosok gigi dan cuci muka, rasanya Clara masih ingin berlama-lama di kamar mandi. Ia terus berpikir, apakah Leon masih ada di sini? Jika iya, apa yang harus Clara lakukan nanti saat kembali berhadapan dengannya? "Cla, ibu kamu telepon!" seru Leon dari luar sana. "Iya, sebentar," jawab Clara. Clara mendengus kesal. Heran, ada saja hal yang mengganggu niatannya untuk menghindar dari Leon. "Kalau kamu masih lama, biar aku saja yang ang-" "Ngomong apa kamu?!" bentak Clara dari dalam kamar mandi. "Aku sudah selesai. Mana sini ponselnya!" Clara segera membuka pintu kamar mandi, dan berjalan cepat ke arah Leon untuk merebut ponselnya. "Halo, Ma," sapa Clara. Masih terdengar jelas nada kekesalannya dari suaranya saat menyapa sang ibu. Dan tentu saja, sang ibu langsung menyemprotnya dengan kalimat-kalimat tajam. "Iya, Ma. Iya iya maaf. Tadi Clara cuma-" "..." "Iya, Clara minta maaf." Perlu waktu yang panjang bagi Clara untuk membereskan masalah itu dengan ibunya. Sial. Sekali lagi, ini gara-gara Leon. Clara berjalan ke kamarnya, lalu berhenti setelah ia masuk satu langkah di ruangan itu. Sembari mendengarkan ocehan ibu, dan sesekali menyahutinya, Clara menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Kamar ini sangat khas Clara. Berantakan. Selimut yang belum dilipat, baju kotor yang masih di keranjang, dan jangan lupakan lemarinya yang masih setengah terbuka menampakkan sebagian isinya, termasuk beberapa benda pribadi yang harusnya tak dilihat orang lain. Ia memang terbiasa membereskan semuanya setelah ia selesai mandi kalau di hari kerja. Tapi saat libur, karena akhirnya ia akan lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur, jadi biasanya ia akan membiarkannya saja. Toh tidak berantakan-berantakan amat, asal ibunya tidak masuk dan mempermasalahkan semuanya. Tapi, kenapa sekarang rasanya ada yang aneh? Ia seperti kelewatan satu hal besar yang penting. "Clara! Dengerin Mama nggak, sih? Udah ditelepon ngangkatnya lama. Mama ngomong jawabnya malas-malasan!" tegur Indah. "Ya lama lah, Ma Tadi aku lagi di kamar mandi, sementara HP nya kan di kamar. Jadi-" Tunggu! Benar! Ponselnya tadi kan di kamar. Kok bisa- "Halo, Clara!" tegur Indah lagi, dengan nada yang lebih tinggi. "Ma, bentar deh, Ma. Clara matiin dulu, ya! Nanti Clara telepon balik!" ucap Clara kemudian cepat-cepat mematikan teleponnya. "Leon sialan!" umpat Clara. Gadis itu berjalan cepat menghampiri Leon yang tampak santai menata hidangan di meja makan. "Kamu tadi masuk kamarku?" tanya Clara to the point. "Ya, kan ponselmu bunyi jadi aku-" "Ish gak sopan banget sih!" kesal Clara dengan pipi yang sudah memerah menahan malu. Jadi, Leon tahu keadaan kamarnya yang seperti... ah sudahlah jangan dibahas. "Awalnya mau aku diemin, tapi penasaran aja. Takut yang telepon kamu ternyata cowok," oceh Leon sembari berjalan menghampiri Clara. Clara menyerit, "lah emang kalau cowok, kenapa?" "Pikir aja sendiri! Udah yuk ah sarapan dulu! Udah hampir jam sepuluh dan kamu belum makan," ujar Leon sembari mendorong bahu Clara dari belakang agar gadis itu segera ke meja makan. Clara menyentak tangan Leon di bahunya. "Apaan sih nyentuh-nyentuh?!" "Udah deh, Cla, nurut aja! Daripada magg kamu kambuh," ucap Leon masih dengan nada sabar. "Ish, siapa juga yang punya magg?" balas Clara. "Loh kamu enggak?" tanya Leon serius. "Enggak. Dari lahir lambungku baik-baik aja. Nadia selingkuhan kamu dulu tuh yang penyakitan!" tegas Clara. Clara jadi ingat Nadia. Salah satu teman sekelasnya yang jadi selingkuhan Leon. Cantik sih, tapi bangke memang. Bisa-bisanya nikung teman sekelas. Mana penyakitan lagi. Upacara baru sebentar aja udah pingsan. Jam istirahat telat dikit ngeluh maggnya kambuh. Paling ngeselin lagi kalau udah jam olah raga. Baru lari satu putaran udah bilang capek dan kerjaannya caper ke guru olahraga. "Ya ampun, Cla. Udah nggak usah dibahas lagi kali! Itu kan udah masa lalu. Udah lewat lama banget," ujar Leon lalu mendudukkan Clara di kursi meja makan. "Yuk, mending sekarang kita makan!" Clara memutar bola matanya malas. Jika saja saat itu ia bisa menahan sedikit lebih lama rasa laparnya, pasti sekarang ia akan menolak ajakan Leon. Tapi, aneka seafood di atas meja terlalu menggoda untuk ia lewatkan. "Tadi aku beli pas jalan ke sini. Dan udah aku panasin sambil nunggu kamu bangun. Kamu memang kalau bangun siang, ya?" ucap Leon mencairkan suasana. "Hm." "Kata Natlyn kamu mau jalan-jalan di sekitar sini, dan dia kan hari ini ada jadwal ngecek tempat resepsi, jadi dia minta aku nemenin kamu," terang Leon. "Udah deh ngomongnya! Fokus ke makanan aja!" ujar Clara yang mulai jengah dengan ucapan-ucapan tak berbobot Leon. Sementara itu, Leon terkekeh melihat kekesalan di wajah mantan -ralat. Calon kekasihnya itu. Ia tak marah sama sekali. Ia pun cukup sadar betapa berengs*knya ia dulu, yang tega menyakiti gadis semanis dan selugu Clara. Selesai makan, Leon menunggu Clara berganti pakaian di depan kamar gadis itu. Tak lama kemudian, Clara keluar dengan mengenakan celana jeans sejengkal di atas paha dan kaus putih dengan sedikit motif di bagian depannya. Rambutnya terikat rapi. Khas Clara, yang santai, dan manis. Wajah yang ditekuk begitu ia melihat Leon yang masih saja menebar senyum menggelikan itu. "Sudah, yuk!" ajak Leon sembari memainkan kunci mobilnya. "Eh, nggak usah pakai mobil! Aku cuma mau jalan-jalan di sekitar sini aja kok," tolak Clara. Leon menyerit. Ia pikir gadis itu ingin berwisata ke tempat-tempat yang bagus. "Serius jalan kaki? Di luar panas loh, Cla," ujar Leon. "Ya nanti tinggal beli topi yang bulat itu aja. Kan ada yang jual di depan," balas Clara enteng. Setelah itu, keduanya berjalan beriringan meninggalkan vila. Vila yang dihuni Natlyn memang letaknya sangat dekat dengan pantai. Hal itu membuat penghuninya jika puas berjalan-jalan di tepi pantai kapanpun ia mau. Dan Clara, adalah gadis yang sangat suka dengan pantai. "Keren ya Mas Simon. Punya vila sebagus ini, mana deket pantai. Rasanya kaya punya pantai pribadi. Keren banget," girang Clara sebelum mulai berlarian di tepi pantai. Leon tertawa, lalu menyusul gadisnya itu. "Kamu mau? Aku nggak keberatan jika kamu meminta satu yang seperti itu," ujar Leon. Clara berdecih, "gitu cara kamu gaet pacar-pacar kamu itu?" sindirnya. Salah lagi. Leon menghela napas panjang. Daripada marah, ia lebih suka menganggap reaksi Clara ini sebagai luapan kecemburuan. Clara cemburu? Itu artinya gadis itu benar-benar masih ada rasa dengan Leon, kan? "Cuma sama kamu. Cuma kamu yang mau aku turuti semua kemauannya. Jadi, kalau kamu mau apapun, katakan saja!" balas Leon dengan sabar. "Hmm.. bagaimana kalau aku ingin kamu menjauh?" tanya Clara. Ini adalah kesempatan emas yang harus ia manfaatkan, bukan? Leon mundur satu langkah dari posisinya sebelumnya. Membuat Clara mulai menyerit dan menangkap adanya sesuatu yang tidak beres. "Seperti ini?" tanya Leon dengan wajah innocent. Clara memutar bola matanya malas, "aku tahu, kamu ngerti apa yang aku maksud, Le," kesal Clara. "Oke, baiklah," jawab Leon. Mata Clara berbinar, meski hatinya terasa sedikit sesak. Benarkah Leon akan menjauhinya? Ia harus senang atau sedih, nih? "Jadi kamu mau kan, jauhin aku? Maksudnya, kita bisa-" "Jangan mimpi!" potong Leon dengan senyum manis di bibirnya. "Dasar psikopat gil*!" umpat Clara yang kemudian bergegas meninggalkan pria sinting itu. Bisa-bisanya dulu dia pacaran dengan orang gil* semacam Leon? Jika tahu hal itu akan menyusahkannya hingga masa depan, harusnya Clara dulu tidak usah dekat-dekat dengannya. Dan seperti sebelumnya, Leon masih dengan sabar mengejar Clara. Ia tak mau kehilangan jejak gadisnya itu untuk kedua kalinya. Clara yang sekarang tampak jauh lebih menarik dibanding yang terakhir ia lihat. Entahlah. Di luar sana banyak gadis yang jauh lebih cantik. Tapi, bagi Leon Clara memiliki daya tariknya sendiri yang tidak bisa ia tolak. Dan ia pastikan, kali ini ia tidak akan kehilangan Clara lagi. Clara akan menjadi miliknya, selamanya. *** Bersambung ... Leon masih manis dan sabar, nih! Tapi kedepannya, belum tentu akan seperti ini terus, yaaa... Kalian lebih suka karakter utama pria yang lembut atau yang dominan? Coba tulis di kolom komentar! Sesuai judulnya, BRIDESMAID. Semua kisah berawal dari pertemuan Clara dengan seseorang saat menjadi bridesmaid di nikahan sepupunya. Apakah orang itu Leon? Belum tentu. Kan baru beberapa hari Clara di Bali. Ia juga belum jadi Bridesmaid. Masih banyak kemungkinan ia akan bertemu orang lain :) Lalu Leon, apakah dia akan diam saja jika itu terjadi? Nantikan kelanjutannya. Karena aku akan up cerita ini setiap hari. Jangan lupa masukkan ke pustaka, dan ramaikan kolom komentarnya. See you :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN