Bridesmaid - 07

1924 Kata
Lama berjalan-jalan, Clara mulai merasa lelah. Ia mulai berjalan meninggalkan pantai, duduk di sebuah kursi panjang yang terbuat dari kayu. Tak lama berselang, Leon datang dan langsung duduk di samping Clara. Jarak mereka sangat dekat, bahkan sejurus kemudian Clara dapat merasakan sebuah lengan merangkul bahunya. Clara menyerit geli. Setelah yakin jika itu adalah lengan Leon, ia pun segera menyeret pant*tnya menjauh hingga ia lupa, kalau saat itu ia sudah duduk di ujung. 'Bruakkkk...' "Aduh! Sh*t!" umpat Clara saat merasakan pant*tnya bertubrukan dengan pasir. Yup. Gadis itu terjatuh dari kursi yang ia duduki. Apa-apaan ini? Apa tidak cukup kejadian memalukan tadi pagi, saat Leon mendapatinya yang belum cuci muka dan gosok gigi? Sekarang ia harus kembali dipermalukan dengan cara seperti ini? Melihat Clara meringis kesakitan, Leon hanya tersenyum sinis dan sedikit meliriknya. "Ish... kenapa sih sial banget hari ini?" keluh Clara. Bagaimana tidak mengeluh? Bahkan matahari saja belum sampai tepat di atas kepalanya. Tapi Clara sudah mendapat bertubi-tubi masalah. "Coba kalau kamu tadi duduknya anteng, Cla," ujar Leon. Clara berdecak kesal mendengarnya. Ia rasa, ia jatuh pun juga karena Leon. 'Kalau dipikir, semua kesialanku hari ini memang karena kesalahannya,' batin Clara. Leon merasakan ponselnya bergetar. Untuk sejenak, ia mengabaikan tatapan membunuh Clara dan fokus pada benda pipih itu. Clara menyimak pembicaraan Leon dan kawannya itu. Ia juga mengetahui jika Leon sesekali masih mencuri pandang ke arahnya. "Simon minta kita nyusulin dan ikut fitting baju pengantin," ucap Leon. "Dih, siapa juga yang mau nikah sama kamu?" ceplos Clara langsung. Loh kok? Leon terkekeh. Ia berjalan mendekati Clara, lalu bersimpuh di hadapan gadis yang masih teronggok di atas pasir itu. Leon menatap wajah yang cantiknya hanya rata-rata itu, meski yang ditatapnya berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain. Tampaknya, Clara mulai paham kesalahannya. 'What the- ngapain sih aku tanya begitu tadi? Jelas-jelas maksudnya Mas Simon sama Natlyn yang fitting baju pengantin. Ngapain malah keceplosan itu sih? Ish....' geramnya dalam hati. "Ya siapa aja kan, nanti kamu suka sama satu gaun, terus berubah pikiran," ucap Leon. Clara menyerit bingung. Ada yang nggak beres nih. "Maksud kamu apa, sih?" bingungnya. "Aku sih penginnya kamu suka sama salah satu gaun dan jadi pengin nikah sama aku," jawab Leon seenaknya. Clara memutar bola matanya malas. Begini kan jadinya? Salah siapa tadi ia sampai keceplosan begitu? "Ish! Udah ayo!" ajak Clara. Gadis itu hendak beranjak, namun terhalang Leon yang ada di depannya. "Ayo ke mana? Pelaminan?" canda Leon. 'Ckiiittttt' "Aah... aduh aduh! Ampun! Iya, bercanda, Cla," rengek Leon saat Clara mencubitnya dengan sangat keras. "Minggir aku mau berdiri!" kesal Clara. Akhirnya Leon pun bangkit dan membiarkan Clara membenarkan posisinya. "Aduh, belum apa-apa udah ada kekerasan dalam rumah tangga aja," keluh Leon. Clara melirik sinis, "rumah tangga?" "As soon as possible, Cla," balas Leon tidak nyambung. Keduanya pun mulai berjalan kembali ke arah vila. Clara melirik jam digital di layar ponselnya, lalu menatap Leon yang ada di sampingnya. "Baru jam sebelas seperempat, airnya pasti belum nyala. Gimana dong? Aku kan belum mandi," bingung Clara. "Gampang! Bawa aja peralatan mandi sama baju ganti! Nanti aku bantu akalin." Tak ada pilihan lain, mau tidak mau Clara pun harus menurut. Karena ia sendiri pun tak punya jalan keluar untuk masalah ini. Dan ia juga tidak mau bepergian jauh dalam keadaan belum mandi. Dua puluh menit kemudian, Clara keluar dari vila dengan sebuah tote bag dan tas selempang. Ia langsung menghampiri Leon yang sudah bersiap di samping mobilnya. Clara menelan salivanya kasar. Bagaimana bisa Leon tampak begitu memukau saat seperti ini? Lelaki itu padahal masih menggunakan pakaian yang tadi. Dia juga hanya sedang memainkan ponselnya dengan wajah santai. Tapi, kenapa melihatnya yang seperti ini berhasil membuat jantung Clara berdetak tiga kali lebih cepat? Apa arti semua ini? Clara sampai membeku di tempatnya. Asyik memandangi pria yang pernah berstatus sebagai kekasihnya itu dengan penuh kekaguman. "Sudah selesai?" Clara tersentak. Pria itu memergokinya yang sedang menatap penuh minat ke arahnya. Leon terkekeh. Benar, sepertinya ia sadar. Pipi Clara pun mulai bersemu merah karena malu. "Ayo!" ajak Leon. Pria itu pun segera menghilang dari balik pintu mobil. Tersadar, Clara pun menyusulnya. Ia berjalan cepat ke arah mobil Leon, lalu duduk di kursi penumpang. Ini adalah kali pertama mereka duduk berduaan di dalam mobil. Tak heran, keadaan pun menjadi canggung. "Wah, kamu sekarang sudah sukses banget ya, Le? Mobil aja sebagus ini," puji Clara. Lebih tepatnya, gadis itu tengah berusaha untuk mencairkan suasana agar tidak terlalu canggung seperti ini. "Kalau masalah sukses, belum sih. Masih ada satu hal lagi yang aku dapatkan biar aku bisa merasa sukses," ucap Leon. "Oh ya? Apa tuh?" tanya Clara yang mulai tertarik dengan perbincangan mereka. "Istri," jawab Leon. Clara melongo. Benar juga. Untuk masalah asmara, sepertinya Leon belum bisa dikatakan sukses. Meski entah berapa jumlah 'mainan' nya di luar sana, tapi tetap saja Leon belum memiliki permaisuri di sampingnya. "Ya kan tinggal nikah aja kalau itu sih. Calonnya udah ada, kan? Itu mah-" "Tapi calonnya masih susah aku ajak berkomitmen," potong Leon. "Loh, kenapa? Biasanya cewek malah yang ngebet kalau urusan nikah. Apa lagi kamu juga udah terlampau mapan gini." Serius. Ini adalah pembicaraan yang paling santai menurut Clara. Akhirnya, ia dan Leon bisa menjadi teman akrab seperti ini. "Kenapa?" Clara menoleh saat Leon malah balik bertanya padanya. Oh... mungkin maksudnya Leon merasa kurang jelas dengan pertanyaan Clara. "Iya, kenapa dia belum siap? Kan biasanya cewek yang ngebet pengin dihalalin sama cowok mapan," ulang Clara dengan lebih hati-hati agar Leon bisa mengerti maksud pertanyaannya. "Iya, kenapa?" Leon. Clara menyerit, "kamu ngerti yang aku tanyain, kan?" "Ngerti. Makanya aku juga perlu jawaban kamu. Kenapa kamu nggak mau kembali sama aku? Kalau kamu kembali sama aku kan kita bisa semakin dekat dengan jenjang pernikahan," terang Leon. Clara melongo. Apa-apaan ini? Ia termakan pertanyaannya sendiri. Mood Clara yang awalnya mulai membaik pun kembali jelek. Ia mengalihkan pandangannya ke depan. Lebih baik perbincangan itu segera diakhiri daripada ia akan lebih dirugikan lagi. "Kamu yang tahu jawabannya, Cla. Kenapa aku belum juga menikah. Kamu mempelainya, dan kamu malah nggak siap-siap," ujar Leon yang membuat Clara menghela napas panjang. Cukup! Tahan semua umpatan yang hampir meluncur itu, Clara! Lebih baik jangan ladeni laki-laki itu, jika kamu benar-benar tidak berminat untuk membahas masalah pernikahan! * Clara mendelik saat menyadari di mana Leon akan memarkirkan mobilnya. Ia seperti orang kesetanan sendiri. Sementara Leon sesekali menoleh sembari menyeritkan alisnya. "Ayo turun!" ajak Leon. Bukannya menurut, Clara malah semakin melotot sambil memeluk tote bag yang ia bawa. Mulai jengah, Leon pun turun lebih dulu. Ia membukakan pintu untuk Clara hingga gadis itu terlonjak kaget. "Kita mau apa sih ke hotel? Kan katanya mau ke butik," ujar Clara takut-takut. Hotel? Yup. Leon menghentikan laju mobilnya di parkiran sebuah hotel. Pantas saja kan, kalau Clara mulai siaga? "Turun aja dulu! Ayo!" ajak Leon sembari menyahut sebelah tangan Clara dan berusaha menariknya turun. "Gil* kamu?!" umpat Clara. Leon mendengus. Sepertinya ia mulai sadar, kalau ada yang salah dengan otak gadisnya itu. Dan, sejak kapan Clara suka mengumpat seperti ini? Seingat Leon, Clara-nya dulu tidak seliar ini. Meski banyak polah-tingkahnya yang bikin istighfar, tapi tidak sampai berkata-kata kasar seperti sekarang. Leon lebih berusaha mengeluarkan Clara dari mobilnya. 'Brakk' Pintu tertutup kembali. Leon setengah menyeret Clara memasuki hotel. Tunggu! Setidaknya Clara masih bisa kabur saat Leon nanti reservasi. Mereka masih harus reservasi dulu kan sebelum masuk? But, wait wait! Apa ini? Kenapa para pegawai membiarkan begitu saja Leon masuk hingga ke depan lift. "Loh loh... nggak reservasi dulu?" tanya Clara yang mulai kelabakan. Leon tak menyahuti. Clara bisa benar-benar gila kalau begini terus keadaannya. "Leon, kamu kan belum reservasi. Kamu-" "Aku penghuni tetap di sini, jadi tidak perlu melakukan hal tidak penting seperti itu," potong Leon. What?? Jadi selama ini Leon tinggal di hotel? Dan sekarang, Leon mau mengajak Clara ke 'hunian' nya? "Tunggu! Kita kan harus ke butik. Mas Simon sama Natlyn pasti nungguin," ucap Clara tak hilang akal. Apapun yang terjadi, Clara harus bisa menghindar dari marabahaya yang mungkin saja dilakukan oleh laki-laki berengs*k, dan Leon adalah salah satu dari mereka. "Le-" "Cla, menurutlah! Kita tidak punya banyak waktu," potong Leon dengan nada jengah. Ting Clara merasakan Leon mengapitnya, memaksanya masuk ke dalam lift yang kosong melompong itu. Serius Leon mau mengajak Clara ke kamarnya? Keringat dingin mulai mengucur di kening Clara. Ia berusaha menormalkan napasnya. Ia harus tenang, maka, ia akan dapat menemukan cara untuk kabur dari sini. Ting Terlambat. Pintu lift sudah kembali terbuka. Tempat ini cukup sepi. Hingga Clara sadar. Tadi, saat di lift, Leon tidak menekan tombol nomor lantai yang mereka tuju. Melainkan menggunakan finger print khusus. Leon kembali memaksa langkah Clara menuju ke sebuah pintu. "Di lantai ini hanya ada tiga kamar. Yang dua belum disiapkan. Jadi kita ke kamarku dulu saja, ya!" ujar Leon. Clara kembali tertampar kenyataan. Sepertinya, yang Leon maksud sebagai "penghuni tetap" bukan sekadar menyewa satu kamar. Tapi juga satu lantai. Lantai tempat mereka berada kini memang tidak tampak seperti lorong hotel pada umumnya. Melainkan seperti hunian mewah yang ada ruang tamu, dapur, dan yang lainnya. Gila! Dia benar-benar gila. Leon mengeluarkan sebuah kartu yang ia gunakan untuk membuka pintu kamarnya. Setelah itu, ia mendorong Clara masuk. Pikiran Clara yang sedari tadi sudah kotor pun traveling semakin jauh. Tidak mungkin Leon akan bertindak sejauh itu, kan? Tidak mungkin Leon akan nekat karena Clara yang terus menolaknya, kan? Tapi, dia tetaplah laki-laki. Dan Clara tahu seberapa berengs*knya mantan kekasihnya itu. Jantung Clara rasanya seperti mau meledak saat mendengar suara pintu tertutup. Tidak! Sekarang ia benar-benar terkurung berduaan dengan Leon di kamar ini. Ini gila! "Leon, kita nggak akan melakukan itu, kan?" Setelah cukup lama memberanikan diri, akhirnya Clara bertanya. "Itu? Itu apa?" tanya Leon sembari berjalan mendekat ke arah Clara. Clara yang sudah benar-benar dalam mode siaga pun refleks bergerak mundur. Terus mundur untuk menghindari Leon yang terus melangkah ke arahnya. "Leon, aku- ak.. aku- aku" Brukkk Sial. Bagaimana bisa Clara malah terbaring di atas tempat tidur empuk yang Clara yakini harganya bisa sampai puluhan juta? Clara semakin tercekat saat Leon sufah benar-benar ada di hadapannya. Apa yang akan laki-laki itu lakukan padanya? Apakah benar, Leon akan melakukan apa seperti yang ada dalam otak Clara? Leon menyusul Clara. Ia menggunakan kedua tangannya untuk menopang tubuhnya agar tidak menyakiti Clara. Napas Clara semakin tak beraturan. Ia harus apa sekarang? "Leon, aku-" Cuppp Clara merasakan kecupan hangat di keningnya. Entahlah. Tapi kecupan itu rasanya bisa membuat hatinya cukup tenang. Perasaan macam apa ini? Setelah melepas kecupannya dari kening Clara, Leon menatap dalam manik coklat gadis itu. Keduanya terdiam cukup lama, sebelum Leon yang inisiatif mulai bersuara. "Ternyata kalau belum mandi tidak cuma tubuh kamu yang kotor," ucap Leon serius. Clara menyerit. Ia bingung dengan arah pembicaraan Leon. Belum lagi, kenapa dalam posisi seperti ini Leon dengan santainya membahas soal 'tubuh'?? "Leon-" "Tapi pikiran kamu juga kotor," potong Leon. Clara mendelik tidak terima. Namun akhirnya ia hanya bisa meringis ngilu saat merasakan keningnya disentil oleh jari jemari Leon yang besar. Sialan! Dia dikerjain! *** Bersambung ... Adakah yang sempat berpikiran kotor seperti Clara? :D Cerita baru saja dimulai. Maka, jangan buru-buru kabur. Mamas Leon kesayangan author aja belum menunjukkan taringnya, masa mau kabur duluan? Pastikan sudah memasukkan cerita ini ke pustaka, ya! Biar nggak ketinggalan updatenya. Terima kasih sudah mampir :) Oh iya, jangan lupa baca EPILOG Black Rose. Pendek kok, jadi murah koinnya. Aku mau buat cerita soal Gana lain kali. Tapi mungkin pendek dan nggak aku masukin platform ini. Nanti deh aku buat pengumumannya kalau udah fix.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN