BAB 2: SEKARAT

1866 Kata
Empat bulan kemudian.. Air mata Sissy tumpah saat melihat kondisi pria yang terbaring lemah di ranjang perawatan itu. Dia tidak pernah membayangkan akan bertemu lagi dengan Garry di kondisi seperti ini. Kata Rose sahabatnya, Garry merupakan pembunuh bayaran nomor satu di dunia. Bukankah seharusnya pria itu sangat hebat? Mengapa sekarang pria itu koma? Sudah tidak terlihat lagi ketampanan pria itu. Wajah pria itu sangat pucat, bahkan bibirnya sudah tidak memiliki warna. Bawah matanya cekung dan pipinya juga sangat tirus, jambang dan kumisnya sudah tumbuh berantakan dan hanya dipotong seadanya di bagian bibir agar memudahkan dokter untuk memeriksa bagian dalam mulutnya. Tubuhnya juga sangat kurus dan terlihat sangat rapuh. Beberapa alat dipasang di tubuh pria itu untuk menunjang hidupnya. “Mengapa kau tidak mengatakan kondisi Garry yang sebenarnya sejak awal?” tanya Sissy pada Rose, sahabatnya, yang sekarang sedang merangkulnya. “Maafkan aku. Aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya padamu karena aku tahu kau pasti akan sangat sedih,” jawab Rose. Diapun sedih melihat kondisi Garry yang seperti ini, seakan tubuh pria itu hanya tinggal menunggu Tuhan mengambil nyawanya. Apalagi kondisi Garry seperti ini karena pria itu berusaha menyelamatkan suaminya. Hal itu membuatnya merasa sangat bersalah jika pria itu sampai mati. “Apa yang sebenarnya terjadi Rose? Mengapa Garry bisa seperti ini?” tanya Sissy. “Garry berusaha menyelamatkan nyawa Justin saat musuh menyerang. Garry melindungi Justin dari anak panah yang diarahkan pada Justin. Mereka menggunakan baju anti peluru, tapi ujung anak panah yang tajam tetap bisa menembus pakaian semacam itu. Setelahnya mereka berdua jatuh ke jurang. Walau mereka segera diselamatkan, tapi ada sebuah anak panah yang mengenai jantung Garry. Kata dokter kemungkinan hidupnya tinggal sepuluh persen lagi,” jawab Rose yang membuat tangis sahabatnya semakin memilukan. Sissy mendekati ranjang perawatan itu untuk melihat lebih jelas wajah pria yang sangat dia cintai. Pria yang baru satu kali ditemuinya. Pria yang sudah mengambil ciuman pertamanya. Pria yang luar biasa tampan dengan dagu belah dan lesung pipit yang sangat menawan saat pria itu tertawa. Pria yang membuatnya belajar bahasa Italia, membuatnya memperdalam keahlian bela dirinya dan belajar menggunakan senjata. Bahkan membuatnya yang seorang anak sultan mau belajar untuk membereskan dan membersihkan rumah. Bayangkan, dia sekarang bisa membersihkan kloset! Semua itu demi pria yang sekarang sedang terbaring tidak berdaya di hadapannya. Dia berusaha begitu keras agar bisa bersanding dengan Garry agar pria itu menganggapnya layak untuk mendampinginya. Sekarang semua mimpinya rasanya runtuh. Sepertinya semua usahanya sia-sia. Rose membawanya seakan untuk melihat pria itu untuk yang terakhir kalinya. “A-apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Sissy bingung di tengah kesedihannya. “Mungkin kau bisa mencoba beberapa ide. Biasa kau memiliki banyak ide,” saran Rose yang membuatnya langsung dicubit sahabatnya itu. “Ideku semua saat dia dalam keadaan sehat! Harusnya kau katakan sebelumnya, jadi aku bisa pikirkan ide saat kondisinya begini! Hua …” komplain Sissy yang mulai menangis lagi. Rose hanya diam sambil memutar bola matanya karena jawaban absurd Sissy. Apa bedanya? Memangnya bisa diapain pasien dengan kondisi begini? “Dengar Sissy. Kau kan selalu berpikir positif dan optimis. Bersyukurlah karena kau masih bisa melihat Garry walau dalam kondisi seperti ini. Daripada kau tidak pernah melihatnya lagi sama sekali dan tiba-tiba dia sudah tidak ada. Dokter mengatakan kalau kondisinya tubuhnya terus melemah satu minggu ini. Coba kau pikirkan ide apapun yang mungkin bisa membuat Garry ingin berusaha untuk tetap hidup. Kata orang, saat koma sebenarnya hanya tubuhnya yang tidak bisa bergerak dan merespon, tapi pikiran pasien tetap sadar dan bisa mendengar perkataan orang lain. Selama jantung masih berdetak, berarti harapan itu masih ada bukan? Kau bilang kau sangat mencintainya, maka usahakan apapun yang kau bisa. Segila apapun idemu, anggap saja itu adalah usaha untuk membuat Garry bangun!” kata Rose menyemangati sambil memegang bahu sahabatnya dengan kedua tangannya. “Begitukah? Jadi lebih baik sekarang aku mencari ide yang kira-kira bisa membuat Garry mau berjuang agar bisa sadar?” tanya Sissy lagi. Sepertinya sekarang dia mulai optimis. Bukankah Tuhan selalu memberi jalan? Mungkin Tuhan memang mengirimnya kesini agar Garry tahu betapa besarnya cinta dia pada pria itu. “Ya. Aku tahu kau selalu punya ide cemerlang. Dan terkadang dalam kondisi kritis, diperlukan tindakan ekstrim,” jawab Rose. “Maksudmu, ide apapun yang kupikirkan boleh kucoba tanpa ijin?” tanya Sissy dengan senyum yang mulai menghiasi wajahnya. Di masa lalu, setiap kali dia mendapatkan ide, pasti dia harus mendiskusikannya dengan para sahabatnya dulu agar tidak salah mengambil langkah. Para sahabatnya melarangnya menjalankan idenya tanpa bertanya karena hal itu pernah beberapa kali membuat mereka semua dalam masalah yang besar. “Ya.” jawab Rose tegas. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan sahabatnya ini, tapi mungkin saja ide antik sahabatnya ini memang bisa membuat Garry bangun. “Aku tidak akan mengecewakan kepercayaan yang sudah kau berikan, Rose. Aku akan berusaha mencari ide agar bisa menyadarkan Garry. Kau memang selalu tahu apa yang terbaik untukku. Untuk apa aku meratapi apa yang sudah terjadi? Lebih baik sekarang aku mencoba mencari ide.” kata Sissy dengan mata yang masih berkaca kaca, tapi terlihat semangat dan antusiasme disana. “Ya. Mungkin sekarang kau bisa menyapanya dulu dan lalu beristirahat. Kita baru melakukan perjalanan panjang dan kurasa kau perlu mengistirahatkan dirimu dulu sebelum mulai mencari ide,” saran Rose. “Ah. Biarkan aku tidur disini!” “Eh?” “Itu ide pertamaku!” seru Sissy. “Aku bisa terus mengajaknya bicara kalau kami selalu bersama. Tahu saja dia terbangun karena kepusingan mendengarkanku bicara terus dan berniat menyuruhku diam!” lanjut Sissy yang memang tahu kalau dirinya memang suka membuat orang sakit kepala karena dia tidak bisa berhenti bicara. Apalagi saat pertemuan pertamanya dengan Garry, pria itu menciumnya karena dia tidak berhenti bicara, tahu saja sekarang pria itu mau bangun untuk menciumnya lagi agar berhenti bicara. “Ng ... Kurasa itu bukan ide yang ...” perkataan Rose terputus karena Sissy menutup mulutnya dengan tangan gadis itu. “Barusan kau bilang aku boleh melakukan semua ideku!” kata Sissy galak. “Jadi mulai sekarang aku akan tidur disini,” kata Sissy final. “Tidak ada ranjang di kamar ini,” Rose beralasan. Dia khawatir Sissy akan kelelahan karena terlalu bersemangat mengurus Garry. “Aku bisa tidur dengan kasur lipat. Kalau juga tidak ada, berikan saja aku selimut beberapa lembar, aku bisa tidur di lantai.” jawab Sissy cepat. Dia merasa lebih tenang kalau setiap kali dia bangun, dia bisa melihat kalau Garry masih hidup! “Nanti kau sakit!” “Tidak akan. Aku malah tidak akan bisa tidur kalau selalu mengkhawatirkan keadaan Garry,” “Baiklah. Tapi kalau sampai kau sakit, kau harus pindah ke kamar lain!” ancam Rose dan sahabatnya itu langsung mengangguk sambil tersenyum yang membuatnya menghela nafas kesal. “Aku akan menyuruh pelayan untuk memindahkan sebuah ranjang ke kamar ini,” kata Rose sebelum dia keluar dari ruang perawatan Garry. Sissy berjalan menghampiri ranjang perawatan Garry dan air matanya kembali mengalir. Sejak tadi dia menahan tangisnya untuk terus keluar karena dia tahu hal itu akan membuat Rose semakin khawatir padanya. Dia menyentuh pipi pria itu yang agak dingin karena pendingin ruangan. Walaupun Garry masih bernafas dan jantungnya masih berdetak, tapi dia merasa tubuh itu seakan tidak bernyawa. “Hai, Garry. Aku Sissy. Apakah kau masih ingat padaku?” sapa Sissy dalam bahasa italia dengan suara tersendat. Dia menangkupkan sebelah telapak tangannya ke pipi pria itu untuk menghantarkan kehangatan ke wajah pria itu. Mungkin rona di wajah pria itu akan terlihat jika lebih hangat? Dia lalu menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi pria itu. “Jika kau lupa padaku. Maka aku akan mengingatkanmu,” “Sekarang aku sudah bisa bicara dalam bahasa italia. Mungkin dialeknya berbeda tapi seharusnya kau masih mengerti apa yang aku katakan,” Saat merasa pipi Garry sudah lebih hangat. Dia melepaskan tangannya dari pipi pria itu lalu beralih untuk memegang telapak tangan pria itu dan menggenggamnya. “Saat kau bangun nanti. Kau harus ingat untuk menggandeng tanganku seperti ini ya” Dengan telaten dia berpindah ke tangan yang sebelah lagi. Dia berhati hati agar tidak tersenggol beberapa selang penunjang hidup Garry. Tanpa risih dia juga menghangatkan telapak kaki Garry dengan kedua tangan kecilnya sambil terus mengajak pria itu bicara. Tidak lama kemudian, empat pelayan masuk dengan membawa sebuah ranjang dan menanyakan padanya dimana dia ingin ranjang itu diletakkan dan Sissy menjawab dia ingin ranjang itu berada tepat di depan jendela yang juga di sebelah ranjang perawatan Garry. Setelah semua pelayan itu keluar, dia ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian, setelahnya dia naik ke atas ranjangnya. Dia memang lelah karena perjalanan panjang, ditambah emosinya juga terkuras karena melihat kondisi Garry. Dia memiringkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Garry hingga akhirnya dia tertidur. **** Sissy terbangun saat mendengar suara orang masuk ke dalam kamar. Dia lalu melihat kalau ternyata yang datang adalah Dokter dan perawat, kedua pria itu mengangguk padanya untuk memberi salam dan dia membalasnya dengan angukan juga. Dia langsung turun dari ranjang dan memperhatikan saat dokter memeriksa tubuh Garry. Setelahnya dokter menjelaskan kembali padanya kondisi Garry, penjelasan yang kurang lebih sama dengan yang telah dia dengar dari Rose. “Apakah anda kekasih Garry?” tanya dokter tua itu. “Bukan. Aku temannya,” jawab Sissy sambil menggelengkan kepala. “Rose mengajakku kesini. Katanya mungkin aku bisa mencoba untuk membangunkan Garry.” kata Sissy lagi setelah pria tua itu menatapnya dengan pandangan aneh. Sissy mengerti kalau siapapun akan mengira dirinya adalah kekasih Garry jika menemukannya tidur di kamar perawatan Garry. Namun dia tidak sehalu kakaknya, jadi dia menjawab dengan jujur pertanyaan sang dokter. “Baiklah, nona. Semoga anda berhasil. Karena kami semua menunggunya bangun.” kata Dokter sebelum pamit. Karena wanita ini adalah teman Comare mereka, jadi dia juga hormat pada wanita itu. Setelah Dokter keluar, si perawat berjalan ke kamar mandi dan keluar tidak lama kemudian sambil membawa baskom berisi air hangat. Dengan telaten pria itu membuka baju Garry untuk membersihkan tubuh pria itu dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Sissy memperhatikan saat perawat itu bekerja. Dia meringis saat melihat tubuh Garry yang kurus dengan tulang rusuk yang menonjol keluar, benar benar hanya tulang berbalut kulit.. Dia segera memalingkan wajah saat melihat perawat hendak membuka celana Garry. Well, matanya masih perawan juga, dia belum pernah melihat bagian itu pria secara langsung, pernahnya hanya dalam bentuk gambar. “Sepertinya anda benar-benar hanya teman Garry,” kata perawat pria itu terkekeh saat melihat wajah merona gadis di sampingnya. “Nanti saya akan kembali lagi untuk mengganti cairan infus,” jawab perawat sebelum pamit pada Sissy. Setelah perawat keluar, Sissy berjalan untuk melihat Garry lagi. Pria itu tidak tampak lebih baik dari kemarin. Dia melakukan hal yang sama dengan kemarin. Dia menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Garry, berharap agar wajah pria itu tidak terlalu pucat. “Ayo bangunlah Garry. Aku menunggumu bangun dan menikahiku. Kau harus bangun untuk melihat semua usahaku untukmu. Aku telah berusaha begitu keras selama berbulan-bulan, setidaknya kau harus membuka mata dan memuji semua usahaku ini” kata Sissy sedih. “Kalau kau tidak bangun juga, aku akan melakukan apapun yang aku mau pada tubuhmu ini. Kau tahu, Rose sudah mengijinkanku melakukan apapun padamu. Jadi aku boleh menciummu dan menyentuh tubuhmu sesuka hatiku!” ancam Sissy yang tidak merasa dirinya sudah seperti predator. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN