Perlahan Sissy membuka matanya dan menatap sayu pada pria tampan yang telah mencuri ciuman pertamanya. Otaknya masih belum berfungsi dengan baik karena keterkejutan dan euforia dari ciuman indah tadi.
“Apa kau tidak bisa berhenti bicara?” tanya Garry lembut setelah sesi ciuman singkat mereka. Sebenarnya dia tidak terganggu dengan kecerewetan Sissy, dia hanya merasa gemas dan penasaran akan rasa bibir gadis itu yang ternyata sangat manis, semanis wajah gadis itu yang merona sekarang.
“A-aku terlalu berisik ya?” tanya Sissy sambil menunduk. Dia merasa sedih dan malu karena berpikir pria itu menciumnya hanya agar dirinya berhenti bicara, padahal itu adalah ciuman pertamanya. Sampai sekarang saja dia masih grogi dan jantungnya berdebar tidak keruan.
Garry tidak terbiasa dengan wanita yang malu malu dalam artian sebenarnya, bukan berpura pura malu. Dia mengangkat dagu wanita itu dan melihat kalau wajahnya memang merona, bahkan di bawah sinar bulan yang redup pun dia masih bisa melihat wajah meronanya, yang malah membuatnya penasaran apakah bisa semakin merona?
“Tidak masalah. Aku suka mendengar suaramu,” jawab Garry lembut yang ternyata memang membuat wajah Sissy semakin merah. Garry memang perayu ulung, tapi kali ini dia memang jujur. Dia suka mendengar suara Sissy yang riang berceloteh, seakan hidupnya tanpa beban. Dan ternyata melihat wajah Sissy yang merona juga menarik untuknya.
Sissy yang masih malu merasa lidahnya kelu, dia tidak bisa mengatakan apapun lagi. Begitupula Garry yang terdiam, tiba-tiba dia merasa sangat ingin mencium Sissy lagi saat melihat wajah Sissy sekarang yang menurutnya sangat menggemaskan. Sebenarnya bukan hanya mencium, dia bahkan ingin membawa Sissy ke hotel, namun akal sehatnya masih ada, jadi dia mengurungkan niat gilanya itu. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah melajukan kembali mobilnya sesuai dengan alamat yang ada di aplikasi peta di ponselnya. Tidak sampai lima menit, mereka sudah tiba di tujuan, sebuah rumah mewah bergaya klasik.
“A -aku masuk dulu ya. Terima kasih sudah mengantarku. Lain kali kita bertemu lagi,” jawab Sissy pamit sambil tertawa canggung.
“Lebih baik kita tidak bertemu lagi.” jawab Garry sambil tersenyum, berbanding terbalik dengan wajah Sissy yang langsung mendung saat mendengar perkataan Garry. Kebahagiannya saat mendengar Garry mengatakan menyukai suaranya tadi langsung sirna.
“Jangan menangis,” kata Garry sambil membelai pipi Sissy yang sekarang hampir menangis. Dia tidak nyaman dengan kejujuran yang dia lihat di mata wanita itu. Hidupnya yang penuh tipu muslihat dan manipulasi untuk bertahan hidup membuatnya tidak terbiasa dengan ketulusan.
“Tapi …,”
“Aku adalah pembunuh bayaran. Carilah pria lain yang lebih pantas untukmu. Masuk dan istirahatlah!” kata Garry memotong perkataan Sissy.
Dengan sedih Sissy keluar dari mobil dan terus menatap sendu pada mobil yang sudah berjalan menjauh dari rumahnya. Dia tetap disana hingga mobil itu hilang dari pandangan. Setelahnya, dengan lunglai dia berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Malam itu, ciuman pertamanya dicuri.
Bukan hanya ciuman pertamanya, tapi hatinya juga dibawa lari oleh sang pembunuh bayaran.
****
Berhari-hari Sissy meratapi cinta pertamanya pada pria yang sepertinya akan sangat sulit digapai.
Memangnya kenapa kalau dia mencintai pembunuh bayaran?
Bukankah mencintai adalah hak semua manusia?
Dia terus memikirkan bagaimana cara menyakinkan Garry untuk mencoba membuka hati pria itu untuknya. Siapa tahu ternyata mereka jodoh, kan? Kalau tidak dicoba kan tidak akan tahu!
Semakin dia pikirkan, semakin dia bertekad menemukan cara agar Garry bisa membalas perasaannya.
Cocok gak cocok urusan nanti, yang penting dicoba dulu. sukur-sukur memang bisa jadi suami. Coba bayangkan perbaikan keturunan bagi keluarganya. Ketampanan Garry pasti akan membuat anak-anak mereka kelak cantik dan tampan. Memikirkan hal itu membuat semangatnya timbul.
Ayo, Sissy. Pikirkan ide untuk bisa menjadikan Garry sebagai suami masa depanmu!
Seakan mendapatkan tantangan dari pikirannya sendiri, mulailah otak absurdnya mencari ide untuk mendapatkan Garry.
Setelah sekian lama dia memilah ide-ide di kepalanya, dia berseru senang saat sebuah ide dirasa cukup masuk akal untuk dilakukan.
Jika penolakan Garry adalah karena pria itu adalah pembunuh bayaran dan dia akan menyusahkan pria itu jika mereka bersama, maka dia akan berlatih bela diri dan menggunakan senjata. Jadi dikemudian hari, dia tidak akan menyusahkan Garry, malah mungkin dia bisa menolong Garry saat suami masa depannya itu dalam kondisi terdesak.
Keluarga Morin, sahabatnya, memiliki perusahaan jasa pengawal, dimana sejak remaja, dia dan para sahabatnya sudah diajarkan dasar-dasar bela diri oleh Omah Rosaline, nenek Morin.
Nah, jadi sekarang dia sudah memiliki solusi dari halangan yang akan memisahkannya dari calon suami masa depannya.
Besok dia akan berkunjung lagi ke rumah Morin dan meminta Omah Rosaline untuk mengajarkannya bela diri, kalau perlu juga cara menggunakan senjata, setidaknya hingga dia semahir Morin.
Sahabatnya satu itu memang paket komplit, cantik, pintar, seksi bahenol dan juga pintar bela diri. Sahabatnya itu merupakan perwujudan dari wanita sempurna, hanya satu kekurangan sahabatnya itu, tergila-gila pada pamannya sendiri yang sudah tua dan tanpa ekspresi seperti kanebo kering.
Saat itu juga, Sissy mulai menjalankan rencananya, dia langsung bergegas ke rumah Morin. Dia yang memang sudah lulus kuliah dan pengangguran karena tidak tertarik membantu di perusahaan ayahnya, bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Aliran dana dari ayahnya sudah membuat rekeningnya montok, dan jumlahnya akan terus bertambah setiap bulannya. Uang itu tidak akan habis bahkan jika dia pakai untuk belanja setiap hari selama dua puluh empat jam.
Namun seribu sayang, Morin yang sedang dalam ‘misi cinta’ gadis itu sendiri, sekarang sedang mengintili Om Darius ke kantor dengan dalih belajar menjadi asisten pribadi pada om tercinta. Dia yakin seribu persen kalau sahabat sehati sejiwanya sepikirannya itu sekarang sedang ‘modus operandi’, bukan murni ingin belajar manajemen perusahaan. Lagipula, Morin sebelas dua belas dengannya, tanpa kerjapun, uang mereka tidak akan habis digunakan. Kalau kurang, tinggal minta lagi dan akan langsung dikasih.
Tapi bukan Sissy namanya kalau menyerah begitu saja. Dengan tidak malu-malu, dia langsung mengutarakan keinginannya pada Omah Rosaline yang memang sudah pensiun menjadi CEO Volle setelah menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada ketiga putranya.
“Kenapa tiba-tiba kamu ingin belajar bela diri lagi?” tanya Rosaline penasaran. Dari enam sahabat itu, hanya Morin dan Lisa yang sungguh-sungguh belajar bela diri saat dulu dia mengajarkan mereka, yang lain hanya asal ikut saja.
“Aku ingin menikah dengan seorang pembunuh bayaran, Omah. Jadi aku sekarang harus melatih diriku agar nanti aku tidak menyusahkan suamiku nanti,” jawab Sissy jujur tanpa malu. Diantara para sahabat Morin, dialah yang paling dekat dengan keluarga Hartadi, dia juga yang memperkenalkan Morin pada sahabatnya yang lain, yang sekarang juga menjadi sahabat Morin.
“Begitukah? Apakah aku mengenal calon suamimu?” tanya Rosaline sambil mengulum senyum. Dia berusaha menahan tawanya karena jawaban absurd Sissy. Morin dan Sissy selalu menghiburnya, kedua sahabat ini selalu memiliki pemikiran yang tidak akan dipikirkan orang pada umumnya. Masa tuanya tidak pernah membosankan karena ulah kedua gadis ini.
“Garry Kean,” sekali lagi Sissy menjawab dengan jujur dan kali ini Rosaline tidak bisa menahan tawanya, dia langsung terbahak. Suaminya yang duduk di sebelahnya hanya menyungingkan sedikit senyum, pria itu memang minim ekspresi, sama seperti putra sulungnya.
“Baiklah, sayang. Aku akan mengajarkanmu sampai kau bisa menandingi keahlian pembunuh bayaran.” kata Rosaline sambil mengacungkan jempolnya.
“Terima kasih, Omah!” seru Sissy senang sambil memeluk Rosaline. Setelahnya dia langsung memulai sesi awal latihannya dipandu oleh Omah Rosaline.
Di sudut lain kota Jakarta, tepatnya di Volle Hospital, tempat Diego Marazzi dirawat, Garry yang menempati kamar di sebelah kamar perawatan Diego bersama beberapa anggota mafia Diego lainnya, berdiri di depan jendela yang memperlihatkan pemandangan indah kota Jakarta di malam hari, perpaduan kerlip lampu dari kendaraan yang berlalu lalang dan gedung-gedung pencakar langit.
Entah mengapa, ciuman singkatnya dengan Sissy belum pergi dari pikirannya walau sudah berhari-hari terlewat. Dia bisa merasakan kalau gadis itu sangat lugu dan polos, bahkan gadis itu tidak tahu caranya membalas ciumannya. Apakah gadis itu pernah berciuman sebelumnya? Belum lagi wajah merona gadis itu yang sangat menggemaskan, membuatnya tidak bosan memperhatikan wajah manis gadis itu.
Apakah sekarang orientasi seksualnya sudah berubah? Tiba-tiba dia tertarik pada gadis yang bisa dibilang anak baru gede? Berapa usia gadis itu? Apakah ada delapan belas tahun?
Dia bergidik ngeri saat membayangkan kalau dia akan menjadi p*****l karena tertarik pada gadis kecil seperti itu. Setahunya, usia Morin Hartadi, teman Sissy, belum genap delapan belas tahun.
Dia segera membuang pikiran apapun tentang Sissy dan berniat mengalihkan perhatiannya dengan hal lain. Dia membuka ponselnya untuk melihat update-an media sosial teman-temannya. Namun bukannya melakukan hal yang diniatkan, tangannya bergerak sendiri untuk mencari informasi tentang gadis yang baru saja membuat dunianya teralihkan.
Semakin dia melihat foto-foto Sissy di media sosial gadis itu, semakin matanya tidak bisa teralihkan dari senyum indah yang terpampang hampir di seluruh foto gadis itu. Gadis itu sangat manis saat sedang tersenyum, dia bisa melihat keceriaan dan kebahagiaan gadis itu dari setiap foto yang di ada disana.
Dia merasa keceriaan gadis itu bahkan menular, dia bisa merasakan sudut bibirnya tertarik keatas setiap kali melihat gadis itu tertawa lebar di foto. Gadis itu seakan lebih bersinar diantara teman-temannya.
****
Setelah hari itu, Sissy dan Garry tidak pernah bertemu lagi karena tidak lama kemudian, Garry menemani Diego Marazzi untuk beristirahat di pulau pribadi bos mafia itu. Sedangkan Sissy, gadis itu terus berusaha memantaskan dirinya untuk menjadi istri seorang pembunuh bayaran made in Italy.
Hari-harinya diisi dengan latihan bela diri tanpa ampun bersama Omah Rosaline, belajar bahasa Italia, belajar memasak terutama masakan Italia, belajar membersihkan rumah dan yang paling mengerikan untuknya adalah membersihkan kamar mandi.
Sissy si anak sultan yang sejak dia dilahirkan, yang diketahui gadis itu hanyalah menikmati hidup dan dilayani banyak pelayan di rumahnya. Dan sekarang, demi seorang pria, dia rela belajar menjadi istri yang baik.
Dengan uangnya, sebenarnya Sissy bisa menyewa pelayan yang cukup banyak jika dia menikah dengan siapapun nanti, tapi dia berpikir kalau Garry yang merupakan seorang pembunuh bayaran mungkin tidak suka memiliki pelayan di kediaman mereka. Jadi, dia harus bisa menunjukkan pada Garry kalau dia adalah calon istri sempurna untuk pria itu.
Para sahabatnya sudah menyerah untuk menasehati gadis itu agar tidak melakukan hal yang sia-sia dan berbahaya. Sekarang mereka mengetahui kalau gen ke-halu-an itu berasal dari pihak ayah Sissy, karena kakak tiri Sissy dari istri pertama ayahnya, juga memiliki ke-halu-an akut menyangkut pria yang dia cintai. Dan sekarang akhirnya Sissy menunjukkan ke-halu-annya juga saat menemukan pria dia cintai.
****