AEROSQUAD merupakan sebuah geng motor yang berasal dari kota kembang Bandung berisikan 800 orang remaja gabut. Nama Aeros sendiri diambil dari lima anggota inti di antaranya Albani, Elgara, Rafli, Oliver, Satya yang merupakan sahabat sejak masa balita.
Albani sebagai pendiri dari Aeros tentu saja jarang sekali memancing keributan dengan geng motor lain selagi tidak ada yang menyulut api pertengkaran. Sebagai seorang ketua, Albani adalah orang yang bijak dalam mengambil keputusan. Bisa dibilang Albani ini 11-12 dengan Landra sifatnya.
“Bani, kok gue daritadi deg-degan banget ya!” Satya yang sejak kedatangannya hanya berguling-guling langsung menyampaikan isi hatinya.
Albani menoleh ke arah sahabatnya. “Mungkin udah saatnya kebusukan lo selama menjadi playboy terbongkar.”
Kedua mata Satya membelalak tak percaya atas kalimat frontal yang dilontarkan oleh Albani. Mata Satya berubah sinis menatap Albani yang kini justru terkikik tak bersalah.
“Apa?” tanya Albani sok polos yang justru memancing amarah Satya.
“Ser—”
“MAKANAN DATANG!!!”
Satya harus menelan mentah-mentah perkataannya ketika mendengar teriakkan Rafli yang memasuki pendengarannya. Selain karena ucapannya yang dipotong begitu saja, peran Rafli kali ini lumayan penting karena sahabatnya itu membawa cukup banyak makanan. Ya ... meskipun makanan itu hasil traktiran dari Albani!
“Gue Raf, gue mau!” Dengan tidak bersalah, Satya menyerobot sebungkus makanan hingga Rafli mendengus jengkel.
“Gak sopan lo, Bani aja belum makan!” hardik Rafli yang sayangnya tidak ditanggapi sedikitpun oleh Satya karena sekarang pemuda itu justru sibuk dengan hidangannya.
Satya memang tak peduli dengan gerutuan sahabatnya. Fokusnya saat ini hanya ada pada burger yang berada di tangannya. Kedua matanya sesekali terpejam saat cita rasa bumbu dari burger itu memasuki kerongkongannya.
“Udah biarin aja, dia kan gak pernah punya duit,” sindir Albani yang sebenarnya hanya bualan.
Kini seluruh anggota Aeros mulai menyantap makanan yang tadi dibawakan oleh Rafli. Sesekali mereka tergelak karena mendengar gurauan dari anggota yang lain. Tak terkecuali Satya yang selalu mendapat ejekan dari para sahabatnya.
“Eh iya, dua hari lalu gue ketemu Julian di club,” aku Elgara kala mengingat sesuatu yang bisa dibilang penting tak penting.
“Julian siapa?” sahut Albani seraya menyantap makanannya.
“Anak Baratayuda,” timpal Oliver.
Detik itu juga Satya tersedak sambal colek yang kebetulan mendampingi menu makanannya malam ini. Kedua matanya bahkan sampai melotot, antara kepedasan dan shock dengan informasi yang baru saja diterima.
“Baratayuda itu masih aktif ya? Gue kira cowok-cowok model gitu mainnya ke mall doang.” Setelah selesai dengan urusan tersedaknya, Satya kembali dengan mode julidnya.
“Ya lo pikir ... geng yang suka ngerusuh kayak mereka bakal mendadak ilang dari bumi?” gerutu Rafli.
Satya cengengesan karena mendengar gerutuan sahabatnya hingga wajahnya tiba-tiba menegang kala telinganya menangkap sesuatu. Ketika menoleh ke arah sahabatnya, wajah mereka semua tak jauh berbeda dengannya.
“Lo pada denger gak?” tanya Satya kaku.
Albani selaku ketua tentu saja langsung bangkit tanpa perlu menjawab pertanyaan dari Satya.
Prang!
Prang!
Suara pecahan dan bantingan dari luar markas membuat seluruh anggota Aeros yang berada di markas bangkit. Mereka semua mengambil peralatan masing-masing yang berada di dalam lemari untuk berjaga-jaga.
“KELUAR LO AEROS ... JANGAN KAYAK BANCI WOI!”
Para anggota inti tentu saja mulai tersulut karena merasa harga diri Aeros diinjak. Mata Albani menatap satu-persatu anggotanya sebelum keluar menghadapi orang-orang yang membuat kericuhan di markasnya.
“Ada yang ngerasa cari perkara sama geng lain?” tanya Albani langsung. Tanpa perlu mencari tahu, dia sudah bisa menebak bahwa keributan di luar berasal dari geng motor lain.
Dengan kompak mereka semua menggeleng karena memang tak pernah Aeros mencari perkara yang akan merugikan nama mereka sendiri.
Brak!
Pintu utama di dobrak paksa menampilkan pemuda yang sudah tidak asing lagi di matanya. Kening Albani mengernyit melihat kedatangan rombongan STONE disini.
“Apa maksud lo semua, bikin rusuh di wilayah gue?” tanya Albani masih berusaha santai padahal emosinya sudah berada di ubun-ubun.
“LO MASIH PURA-PURA GAK TAU TUJUAN KITA KESINI BUAT APA? APA OTAK LO SEMUA GAK PERNAH DIPAKE, SEBELUM NYERANG ANGGOTA KITA?!” Riel yang emosinya mudah tersulut tentu saja sudah mencaci maki Aeros yang kini menatap mereka semua bingung.
“JAGA MULUT LO! AEROS GAK MUNGKIN NYERANG SIAPAPUN TANPA SEBAB! KALAU LO NGERASA AEROS NYERANG, BERARTI ANGGOTA LO ADA MASALAH SAMA KITA!” sentak Satya. Sifatnya 11-12 dengan Riel dan mudah sekali terpancing emosinya. Maka dari itu, dia begitu marah mendengar tuduhan tanpa pembuktian seperti itu.
Sementara Albani dan Landra, kedua ketua itu saling pandang tanpa peduli sekitar. Mata mereka saling melempar tatapan tajam seolah ada laser di setiap tatapannya.
“Apa maksud lo buat rusuh di wilayah gue?” tanya Albani, masih tenang selagi tak ada yang memulai untuk baku hantam.
“STONE gak akan buat rusuh, kalau gak ada api yang menyulut,” sahut Landra. Kedua tangannya mengepal di samping badannya.
“Api? Lo nuduh Aeros tanpa bukti?” Albani mulai tertarik dengan perbincangan kali ini. Meskipun tidak ada baku hantam, namun informasi kali ini benar-benar menarik.
“CELINE ... KENAND ... LEO!” teriak Landra memanggil tiga orang yang merupakan saksi dari awal masalah semua ini.
Mendengar teriakkan Landra, perdebatan antara anggota STONE dan Aeros yang sempat terjadi mendadak hening. Mereka semua bungkam karena ingin mendengar atau mungkin melihat apa yang sedang direncanakan dari masing-masing pihak.
Kenand mendekati Landra bersama Leo membawa beberapa bukti dari CCTV hingga semua video yang berada di laptopnya. Sementara Albani mengernyit tak paham dengan tingkah geng motor yang merupakan rival-nya tersebut.
“Mau mabar heh? Ngapain bawa laptop segala!” celetuk Satya yang mendadak terbahak-bahak.
Albani langsung menatap tajam Satya supaya tidak kembali bersuara. Sungguh suara Satya saat keadaan seperti ini sifatnya bisa menjadi polusi.
“Waktu itu salah satu anggota dari Lakesha nemuin Celine tergeletak di jalan Tetra, dalam keadaan babak belur. Ardo sebagai Kakaknya tentu gak terima sama yang terjadi dengan Adiknya, dia nyadap CCTV yang ada di mobil Celine. Lo semua tau? Pas rekaman muncul, kita justru kaget karena ternyata pengeroyokan itu dilakukan oleh AEROS!” jelas Landra mendadak emosi.
“APA MAKSUD LO, SIALANN!” teriak Oliver, anggota inti Aeros yang paling gampang tersulut emosi.
Tak mau banyak bachot, Kenand segera memutar rekaman berdurasi kurang lebih lima menit tersebut. Mata semua anggota Aeros benar-benar membola tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, terlebih Albani selaku ketua. Tangannya ingin sekali menghantam laptop tersebut guna melampiaskan amarahnya.
“Bukan Aeros, leher gue jaminannya,” ujar Albani setelah video selesai diputar.
“BAN!” sentak Satya.
Albani mengangkat sebelah tangannya, meminta buat kedua kubu itu agar tak berbicara lagi.
“Gue bisa jamin, itu bukan anggota gue karena hari dimana kejadian itu berlangsung ... kita semua sedang ujian semester dan peraturan Aeros yang gak pernah orang luar tau, selama ujian gak ada yang boleh melakukan aksi atau apapun!” jelas Albani. Matanya melirik Elgara wakilnya yang kebetulan mengenakan jaket geng-nya. “El, lepas jaket lo.”
Elgara terdiam sebentar hingga akhirnya paham tujuan dari permintaan ketuanya. Segera dia melepaskan jaket yang melekat pada tubuh atletisnya dan menyerahkan kepada Albani.
“Coba, zoom bagian lambang dari jaket yang digunakan tersangka,” titah Albani.
Kenand segera melakukan perintah tersebut seraya menyeringai kecil. Rencana mereka, tepat sasaran.
“Yash, sesuai dengan rencana gue, Lan,” ujar Kenand.
“Sorry, sebenernya kita semua udah tau kalau bukan Aeros yang nyerang Celine. Hanya saja ...” Landra sengaja menggantung ucapannya.
Tak hanya STONE, nyatanya seluruh anggota Aeros pun sama penasarannya dengan kalimat selanjutnya yang akan Landra ucapkan.
“Hanya saja ada yang memang sengaja mengadu domba STONE dan Aeros, mengingat beberapa hari lalu ada kode yang masuk ke jaringan dan tertera kalau di STONE terdapat penghianat,” jelas Landra. “Sorry, gue cuma mau penghianat itu ngerasa bangga atas pencapaiannya mengadu domba kedua pihak dan akan gue bantai kalau udah waktunya.”
***