CHAPTER 9

1373 Kata
Setelah beberapa minggu menjadi peliharaan Rolf, Tori sudah begitu muak. Dia memutuskan untuk kabur dari serigala sinting itu. Kembali pada oasisnya, Kara. Kesempatan datang saat Rolf membawanya ke kantor. Alpha i***t yang tak tahu yang namanya memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Dia berkata begitu karena Rolf membawanya ke mana-mana, sampai di rapat penting sekalipun. “Bos, tinggalkan anjing itu sebentar saja. Klien yang satu ini sangat cerewet. Dia akan berpikir Bos meremehkannya kalau membawa peliharaan di pertemuan.” Betapa kasihannya jadi anak buah Rolf. Begitu stres hanya untuk meminta bosnya melakukan hal yang remeh. Kara tak akan seperti itu, bos Kori seratus kali lebih bertanggung jawab dari Rolf. “Tidak mau! Nanti Pom dimakan!” Alasan t***l apa itu? Zaman sekarang tak ada yang makan anjing hidup-hidup. Lagi pula Tori tak selemah itu sampai tak bisa melarikan diri. “Siapa yang akan memakannya? Kantor ini aman. Semuanya kawananmu, Bos!” Kori menguap bosan, masih menunggu saat yang tepat untuk kabur sambil melihat para anjing besar itu memperdebatkan hal t***l. “Mana tahu ada yang tak mengenalinya! Tak akan kutinggalkan!” Dia terkaget karena Rolf tiba-tiba saja menangkapnya, memeluk erat-erat sambil mengusapkan wajahnya ke kepala Tori. “Orgk! Orgk! Orgk!” Menyingkir sialan! Lepaskan aku! Itulah yang coba Kori teriakkan dalam gonggongannya. “Lihat! Pom ketakutan! Dia tak mau berpisah denganku!” Terkutuklah Rolf dan kepercayaan diri terlewat batas itu. Baru kali ini Kori begitu kesal karena Rolf tak memahami bahasa anjing, padahal lowongan serigala mirip-mirip.   “Sungguh? Menurutku dia terlihat kesal padamu, Bos.” Ternyata masalahnya bukan di kendala bahasa. Buktinya anak buah Rolf bisa membaca ekspresi wajahnya. “Tahu apa kau! Pokoknya akan kubawa! Masukkan tas tak masalah!” Apa? Sekarang dia mau dimasukkan di dalam tas seakan bawa mainan? Kori mana sudi. Dia menggigit tangan Rolf, mencakar-cakar sekalian. “Ouch! Ouch! Kenapa mendadak kau mengamuk, Pom?” Pelukan Rolf mulai mengendur, memberi kesempatan pada Kori untuk melompat turun. Dia lari secepatnya, sembunyi di balik kaki anak buah Rolf. “Orgk! Orgk!” Kori menggonggong lagi. “Lihat, dia membencimu.” Tepat! Itulah yang Kori rasakan. Cepatlah sadar serigala bodoh, teriak Kori dalam hati. Dia tak suka dimandikan, dibawa ke salon dan dipakaikan pakaian yang lucu. “Pom! Kau mau main denganku? Kau marah karena berpikir aku akan meninggalkanmu? Jangan takut. Kita akan selalu bersama.” “ORGK! ORGK!” ARGHHH! Kori tak tahan lagi! Baru lari sebentar sudah ditangkap lagi, dicium-cium membuatnya emosi jiwa. “Bos, sebaiknya kau turunkan dan segera berangkat. Anjingmu seperti akan mengamuk sebentar lagi. Lihat baik-baik matanya. Gonggongnya juga semakin keras.” “Hanya perasaanmu. Pom sayang pada – AHHH!” Cakar Kori menancap di bibir Rolf, disobek dengan ganas saking tak tahannya melihat Rolf berniat menghujaninya dengan ciuman lagi. Kori kembali melompat turun. Kali ini dia langsung lari ke arah pintu. Kaki kecilnya begitu gesit, tubuhnya yang terlihat empuk itu begitu elastis. Bisa menyelinap keluar lewat celah di bawah pintu. “Apa kubilang,” ujar anak buah Rolf. Dia tak melakukan apa-apa, hanya melihat kepergian Kori sambil menghela napas. Seluruh kantor tahu Kori peliharaan Rolf. Mereka tak akan melukainya. Paling diajak bermain sebelum diantarkan kembali ke sini. Pria itu sih tak cemas sama sekali. Siapa juga yang mau melukai properti pribadi bosnya. “JANGAN DIAM SAJA! CEPAT KEJAR DAN TANGKAP!” Rolf malah histeris, segala rasa sakitnya hilang dalam sekejap. Buru-buru dia keluar, mencari sosok kecil kesayangannya itu. Akan tetapi, Rolf tak bisa menemukan Kori. Si anjing kecil telah berhasil meninggalkan kantornya dan kini tengah berlari dengan semangat menuju ke perbatasan antara sektor. *** Kara menoleh ketika mendengar suara jendela terbuka. Ia mengernyit tak menemukan siapa pun di sana. Baru saja Kara mau meninggalkan meja kerjanya dan pergi memeriksa ke jendela teras ... segera dia urungkan ketika mendengar suara Kori dari bawah kakinya. “Bos, aku kembali,” lapor Kori. “Lama sekali – kau jadi lucu. Bulumu kenapa?” Kara mau tanya kenapa Kori mengintai saja sampai butuh waktu dua minggu, tapi penampilan baru Kori sudah membuatnya pangling. Pasalnya bulu Kori selalu acak-acakan, kotor dan mengembang tak jelas karena dia selalu berguling-guling di atas rumput dan tak mau mandi. Saking takjubnya, Kori diangkat. Diendus-endus. “Kau mandi? Pakai parfum segala!? Siapa yang memungutmu!?” Ah ... Kara tahu saja kalau mustahil Kori yang mengurus dirinya sendiri. “Rolf. Serigala bodoh itu menjadikanku peliharaannya!” “Oh ... dia merawatmu dengan baik.” Kara terkaget sekali lagi. Sosok kasar yang tahunya membuat masalah itu ternyata punya sisi baik juga. Terlalu lama saling menyerang membuat Kara menilai Rolf terlalu buruk. “ITU BUKAN HAL BAGUS BOS! JANGAN MALAH SANTAI BEGITU!” Kori jadi marah. “Dia memandikanku tiga hari sekali, membawaku ke SPA seminggu sekali, menyisir buluku setiap hari, mengajak jalan-jalan setiap hari, membelikan banyak sekali mainan dan pakaian, aroma terapi sampai membuat makanan homemade. Dia seperti maniak!” Alasannya marah membuat Kara terpaku. Itu terdengar seperti kehidupan yang sangat nyaman. “Kau diperlakukan seperti raja, tapi kenapa mendadak kau jadi peliharaannya? Rolf bukannya dendam padamu setelah merobek lehernya waktu itu?” “Serigala i***t itu mana tahu itu aku, hidungnya tak berguna.” “Masa? Aromamu biasanya sangat wangi. Aku bisa langsung mengenalinya dari kejauhan ... oh, kayaknya tak lagi.” Kara berhenti mengendus Kori. Aroma feromon Kori tertimpa aroma parfum dan sabun mandi. Berhubung memang sengaja disembunyikan, jadi aroma tipis itu benar-benar telah lenyap. “Untuk sementara bisa, tapi saat heat mustahil. Menjaga sosok ini juga menyusahkan.” Ini juga alasan kenapa Kori pulang, waktunya tinggal beberapa hari lagi. Jelas dia tak mau terjebak bersama dengan Rolf. “Kalau begitu jangan kembali lagi ke sana.” Kara pikir sudah cukup pengintainya, tak perlu mengirim Kori terlalu lama ke dekat musuhnya. Kalau sampai ketahuan bisa bahaya, tangan kanannya tak akan bisa meloloskan diri sendirian dari sarang Rolf. “Aku akan kembali lagi nanti. Si i***t Rolf membawaku ke markas utama dan rapat penting. Kita bisa dapat lebih banyak informasi, Bos.” “Oh ... bodoh sekali. Kalau begitu ya sudah, yang penting kau hati-hati, Kori.” “Ngomong-ngomong apa yang kaulakukan? Jangan garuk-garuk lemari arsipku.” “Ambilkan peta, Bos. Tubuh kecil ini tak berguna.” “Kalau begitu kembali ke sosok aslimu.” Kara geleng-geleng kepala, mengambilkan peta. Sekalian membawa Kori dalam gendongan, diletakkan di atas meja bersama dengan peta yang telah digelar. “Di sini tak ada baju ganti. Nanti saja kalau sudah pulang ke rumah.” Kori goyang-goyang ekor, membuat Kara gemas ingin menangkapnya. Badan Kori jadi lebih kecil dari yang biasa Kara lihat. Efek bulu mirip awan itu sudah dipangkas habis. Kepalanya juga jadi bulat, mirip bola dengan kuping berwarna pink yang menggemaskan. “Di sini, Bos. Ini markas asli Rolf. Yang biasa kita serang itu hanya kamuflase. Di juga masih punya puluhan prajurit tambahan yang belum pernah dikeluarkan,” jelas Kori serius. Tapak kaki kecilnya menunjuk pada sebuah lokasi di dekat perbatasan Sektor Enam. Grab! Squeeze! Squeeze! “Wuaaa! Bosss! Ada apa denganmu! Jangan meremas ekorku!” Refleks Kara melepaskan tangannya. Kadang insting sebagai kucing membuat prilakunya agak aneh. Kalau sudah melihat benda yang mirip bulu goyang-goyang dan benda bulat membuatnya ingin bermain. “Maaf, kau terlihat lebih kecil dari sosok kucingku. Aku jadi terbawa suasana.” Kara malu dengan prilakunya sendiri. Kori yang biasanya memuja Kara saja jadi sebal. Dia sensitif sekali gara-gara perbuatan Rolf. Tampang Kori cemberut sekali. Hentak-hentak kaki tak senang. “Mana mungkin! Di mana-mana anjing itu lebih besar dari kucing!” Lagian dia belum pernah melihat sosok kucing Kara, paling yang keluar hanya ekor dan kuping. “Aku adalah tipe kucing berbadan lumayan besar, Kori. Beratmu paling dua kilogram. Beratku empat kilogram tahu. Jelas-jelas kau lebih kecil.” Kara rupanya lebih sensitif kalau bahas sosok binatangnya, dia malah seperti mau mengajak bersaing. Ugh. Kori jadi ingat habis ditimbang minggu lalu. Waktu Rolf membawanya ke rumah sakit hewan untuk vaksin dan memang beratnya hanya sekitar sekilo lebih hampir dua kilogram. Tapi itu salah Rolf! Kalau bulunya tidak dicukur pasti beratnya jauh melebihi itu. “Kita bukan anak-anak, Bos. Ayo ke sampingkan soal ukuran dan berat badan. Pekerjaan menanti,” kata Kori. Kelihatan sekali memaksa mengubah pembicaraan. Karena Kara peka, dan bisa bersikap dewasa ... dia bisa langsung masuk ke mode serius. Lanjut mendengarkan hasil laporan pengintaian Kori.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN