Setelah mendengar kabar perkelahian Kara dan Theo, Shion datang ke rumah Kara karena merasa cemas akan keadaan Kara. Si tuan rumah kelihatan tak senang, dia kesal Shion terlalu mencampuri urusannya.
“Jangan mengatakan apa pun,” ujar Kara sebelum Shion sempat mempertanyakan apa pun.
“Berhentilah datang terus-terusan. Kau seperti tak punya pekerjaan saja.” Habis itu Kara mengusir.
Punya teman dekat seperti Kara itu memang menguji kesabaran. Selain Shion, tak ada yang mau berteman dengannya. Dan Kara masih saja tidak mau introspeksi diri. Dia selalu hidup sesukanya, jadi diperhatikan membuat Kara tak nyaman.
“Begitu caramu memperlakukan teman? Aku ini cemas padamu. Setiap hari kau berkelahi terus. Lama-lama kau akan ditusuk dari belakang.” Pria cantik itu menatap Shion dengan dingin.
“Pulang saja kau, aku sibuk.” Kata cemas dari Shion tidak bisa dia pahami. Baginya semua ocehan Shion hanya terdengar seperti ucapan kosong orang yang suka ikut campur.
Mereka bertemu lima tahun lalu di perbatasan wilayah. Sejak itu, Shion selalu mengikutinya ke mana-mana. Memaksanya pergi ke berbagai acara dan sekarang mulai bertingkah seperti ibunya.
Kara merasa tak pernah bersikap baik pada Shion, karena itulah sulit baginya menerima kebaikan Shion. Bagi Kara, hidup itu memberi dan menerima. Dia lebih mudah menerima keberadaan seseorang yang punya hutang budi atau punya maksud tertentu padanya dari pada kebaikan tanpa alasan.
“Apalagi yang akan kaulakukan?” Tentu saja Shion tak akan pergi hanya karena sebuah usiran. Dia tulus peduli pada Kara, tak peduli seperti apa dirinya diperlakukan. Melihat Kara membuatnya tak bisa melepaskan pandangan dari kucing pemarah itu.
“BUKAN URUSANMU, KAU PAHAM ARTI KALIMAT ITU ATAU TIDAK?” Lihat, belum apa-apa Kara sudah berteriak emosi.
Shion menghela napas panjang, dia yang harus mengalah jika ingin tetap dianggap teman oleh Kara.
Tok ... tok ... tok ....
“Bos, semua persiapan telah selesai!” Mendengar suara Kori, Shion jadi lebih cemas. Karena Kori hanya datang ketika Kara memanggilnya untuk menyiapkan sebuah serangan.
“Siapa yang mau kauserang? Jangan bilang Theo. Jangan bodoh, Kara!” Shion segera menahan tangan Kara saat dia berniat berjalan ke arah pintu.
“Lepaskan! Aku ingin menghajar anjing sialan itu!” Oh ... mau menyerang Sektor Tiga rupanya. Sudahlah ... kalau hanya ini Shion tak akan menahannya.
“Malam ini bulan purnama, kalau mau menyerang Rolf, sebaiknya selesaikan sebelum malam. Serigala lebih kuat saat terkena cahaya bulan, mengerti?” Shion akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya. Tak lupa mengingatkan.
Rolf itu adalah seorang serigala, Pemimpin Sektor Tiga yang sudah entah berapa puluh kali menyerang wilayah Kara dan sebaliknya, Kara juga terus menyerang wilayahnya selama bertahun-tahun tanpa ada solusi sama sekali.
Menghentikan perselisihan antara seekor anjing dan kucing itu mustahil. Maka dari itu tak ada satu pun sektor yang mau terlibat perselisihan Kara dan Rolf. Mereka hanya membiarkannya, tidak menghentikan atau menolong salah satu pihak.
Termasuk Shion yang memilih untuk bersikap netral. Lagi pula keadaan kedua belah pihak selalu imbang. Kadang Kara yang menang, kadang Rolf. Jadi tak ada pihak yang benar-benar tersudutkan.
“Tak perlu memberi tahuku!” Kara begitu keras kepala. Diberi tahu malah marah dan pergi begitu saja.
Shion yang ditinggalkan hanya bisa menghela napas. Hari ini pun, dia gagal membuka hati Kara untuknya. Ya, kata teman hanya di permukaan saja. Nyatanya, Shion punya maksud lain pada Kara.
Dia jatuh cinta pada Kara dan menginginkan Kara. Hanya saja sulit bagi Shion untuk mengungkapnya secara jelas. Dia takut Kara menolaknya, jadi dia bertingkah seakan mau berteman.
Mungkin karena itu pula, Kara tidak bisa menganggap Shion sebagai seorang teman. Ketulusannya palsu. Kucing dengan intuisi tajam seperti Kara bisa mencium sebuah kebohongan. Dia hanya tidak tahu kebohongan apa yang Shion sembunyikan darinya.
***
Kara akhirnya bisa bebas dari Shion. Dia berjalan bersama dengan Kori. Satu-satunya anjing yang bisa diterima olehnya. Mungkin karena Kori bertubuh kecil, atau karena dia tidak bisa merasakan niat buruk darinya. Entahlah, yang jelas keberadaan pomerian itu cukup bisa Kara terima hingga dijadikan tangan kanannya.
“Kalau Bos tak senang Shion datang, aku bisa menyuruh orang perbatasan menolak akses masuknya.”
Percayalah ... Kara ingin sekali menarik akses masuk Shion, tapi dia tidak akan melakukannya. Begitu-begitu juga Kara memikirkan kepentingan wilayah. Dia tahu banyak penduduk wilayahnya yang keluar dan masuk wilayah Shion untuk membeli makanan pokok. Pertanian dan peternakan di wilayahnya tidak mencukupi. Mencabut akses Shion akan membuat orang-orang salah paham mengira dia berniat menyerang wilayah Shion. Itu akan membuat akses masuk warganya ke wilayah Shion ditolak.
Sebagai Pemimpin Sektor, Kara tidak akan melakukan sesuatu yang mempersulit hidup orang-orangnya. Terutama ketika dia jelas-jelas tahu seberapa berat hidup di sini.
“Biarkan saja. Shion bukan masalah. Orang Sektor Satu yang membuatku gusar.” Sebenarnya itu tidak benar. Sektor Satu tidak punya masalah dengan Sektor Empat, hanya saja buruk bagi Kara secara pribadi. Kori paham maksudnya. Kara menyinggung soal Theo. Bukan wilayahnya.
“Akan kulaporkan kalau dia memasuki wilayah kita lagi,” sahut Kori.
Kara tidak membahasnya lagi. Dia mencoba untuk tidak membicarakan Theo. Karena hanya dengan mengingat Theo membuat emosinya tak stabil.
Mereka lantas berkumpul dengan anggota lain, pergi beramai-ramai ke Sektor Tiga. Kara memberi instruksi, menyuruh mereka memanjat bangunan-bangunan tinggi di sepanjang jalan yang kabarnya akan dilewati oleh rombongan Rolf.
Rombongan para serigala itu muncul setelah lima menit mereka menunggu. Kara yang pertama kali melompat turun, tepat di depan muka Rolf mengayunkan cakarnya ke leher pria itu.
“Woah! Apa ini? Kau balik lagi rupanya, Kara.” Rolf sempat mundur menghindari cakar Kara. Dia tertawa meledek, selalu senang beradu mulut dengan Kara.
“Kau membakar pabrikku!” Kara mengeram, mengejar Rolf.
“Kau yang lebih dulu menghancurkan restoranku!” Akan tetapi, anak buah Rolf segera menghadangnya. Empat orang serigala bertubuh besar menyerangnya bersama-sama.
Kara mampu menghindari tiap serangan itu. Cakarnya yang tajam merobek tiap bagian tubuh yang bisa dia sentuh. Tak lama setelahnya, anak buah Kara memunculkan diri, mereka mengepung kelompok Rolf.
Kara pun bebas dari penyergapan, dia kembali menyerang Rolf dengan penuh semangat. Tentu saja Rolf tidak takut. Satu lawan satu dengan Kara sudah biasa terjadi. Kecepatan, kekuatan dan kemampuan regenerasi mereka berada di tingkat yang sama.
Awalnya pertarungan itu imbang, tapi saat langit mulai gelap dan bulan mulai muncul, kekuatan para serigala itu meningkat berkali-kali lipat dari biasanya. Kesalahan fatal pada rencana Kara. Sikapnya yang mengabaikan peringatan Shion membuatnya tersedak.
Melihat ke sekeliling, sebagian anak buahnya telah terluka parah. Hanya sedikit yang bisa mengimbangi kemampuan anak buah Rolf. Tak terkecuali dirinya sendiri.
Berkali-kali serangan Rolf telah mengenai Kara, memaksa Kara untuk menunjukkan sosok terkuatnya. Meskipun demikian ... saat Rolf ikut berubah wujud, keadaan kembali menjadi sulit.
“MUNDUR! BERHENTI MENYERANG DAN BAWA YANG TERLUKA PERGI!” Akhirnya Kara memutuskan menelan rasa malu, melarikan diri dari mangsa yang dia serang sendiri.
“Kau pikir akan kubiarkan? Haha ... lihat betapa kacaunya wajah angkuhmu itu.” Anak buah Kara berhasil lolos, tapi dia yang menahan mereka untuk membuka jalan tertahan di sana.
“Aku tidak bilang aku akan ikut kabur,” balas Kara sok berani.
Detik berikutnya sekumpulan serigala itu melompat ke arah Kara. Mereka menggigitnya, merobek kulitnya dengan buas. Kara menjerit begitu keras, tapi semangat bertempurnya tidak redup.
Dia membalas gigitan mereka, menusuk perut seseorang yang berada di atasnya dengan tangan kosong. Kemudian dia merobek ususnya, dan mulai menyerang yang lain hingga mereka merasa takut dan menjauh dari Kara.
“Apa yang kalian lakukan! Dia hanya sendirian!” Rolf jadi marah. Dia punya mental yang kuat, jadi tidak terpengaruh oleh luapan feromon Kara yang tengah mengamuk. Namun, anak buahnya tidak sekuat Rolf, mereka dibuat gemetaran orang seorang pria yang seluruh tubuhnya telah banjir oleh darah.
“Bunuh aku jika ingin menghentikanku,” tantang Kara.
Rolf membiarkan anak buahnya mundur, dia maju sendirian. Setelah agak dekat, baru sadar kenapa anak buahnya merasa takut. Tatapan mata Kara memang selalu menakutkan, membawa rasa ngeri dan teror.
Pertarungan ini sudah tidak asyik, lawan yang tetap berdiri karena pikiran yang kuat sama seperti menghadapi mayat hidup.
“Baik, akan kuselesaikan dengan cepat.” Rolf maju ke depan. Berlari dengan kecepatan tinggi sembari melayangkan cakarnya.
Prang!
Cakar Rolf beradu dengan cakar Kori. Anjing kecil itu kembali lagi setelah sadar Kara tidak ada di belakangnya. Dia tidak akan kabur sendirian meninggalkan bosnya. Bertarung dan mati bersama atau melarikan diri bersama. Hanya itu pilihan yang bisa Kori terima.
“Siapa yang bilang Bos sendirian,” kata Kori.
“Apa? Kau bahkan punya seorang Omega dalam pasukanmu, Kara. Hahaha ... betapa menyedihkannya pasukan utama Sektor Empat. Omega itu tempatnya di ranjang, bukan di lapangan.” Rolf tertawa lantang. Sibuk meremehkan Kori daripada menanggapi kedatangannya dengan serius.
“Aku memerintahmu untuk kembali, Kori!” Sebaliknya, Kara marah. Dari semua orang, hanya Kori yang kematiannya akan dia tangisi. Dia tahu Kori itu kuat, tapi dia lebih tahu kemampuan Rolf.
“Aku tidak pernah mendengarkan perkataan seorang Alpha!” Ah ... Kara lupa, Kori Omega dengan kepribadian buruk yang senang memberontak.
Manfaatkan kelengahan Rolf, Kori mengoyak leher sang serigala. “Rasakan itu, suka gigitan Omega kecil?” Dia menyeringai culas sebelum melarikan diri membawa Kara.
“b*****t KAU! LAIN KALI AKAN KUTANGKAP DAN KUHANCURKAN TUBUH KECILMU!” Rolf berteriak murka saat jatuh. Darah yang mengalir dari lukanya terlalu deras untuk dihentikan bahkan dengan kemampuan regenerasinya itu.
Akhirnya anak buah Rolf menjadi panik, sibuk berusaha menyelamatkan bos mereka dulu daripada mengejar Kori dan Kara.
“Dasar serigala bodoh. Malah berteriak saat lehernya robek, tak punya otak atau gimana.” Kara sependapat dengan Kori, tapi dia sendiri terluka terlalu parah untuk mengomentari kebodohan musuhnya.
Mereka mungkin tidak dikejar, tapi ini masih berada di wilayah Rolf. Tak ada yang tahu siapa yang akan mereka temui nantinya.
***
Benar dugaan Kara, belum juga terlalu jauh ... mereka telah bertemu dengan dua orang serigala yang sedang berjalan-jalan. Bukan pasukan utama Rolf, tapi warga biasa pun mengenali wajah Kara dan tahu orang itu musuh Rolf.
“Mereka hanya Beta, Kori. Biarkan saja. Mereka tak akan bisa mengimbangi kecepatanmu.” Kara memutuskan untuk mengabaikan mereka, tapi Kori ogah.
“Tunggu di sini, Bos. Akan kuburu mereka.” Dia malah meletakkan Kara di sebuah gang, lari ke arah kedua serigala itu meladeni serangan mereka.
Kara menghela napas. Menyuruh Kori berhenti memang susah sekali.
Biarkan sajalah. Sebentar juga urusan Kori selesai. Lebih baik dia melakukan sesuatu pada lukanya, jadi saat Kori kembali keadaannya sudah lebih baik.
Sayangnya keberuntungan tidak berpihak pada Kara malam ini. Orang yang paling tidak ingin dia temui muncul, terpancing oleh aroma Kara. Siapa lagi kalau bukan Theo. Singa yang suka muncul di mana-mana bahkan bukan di wilayahnya sendiri.
“Lihat keadaanmu, Kara. Aku sering dengar kau selalu menyerang Sektor Tiga, tapi tak kusangka akan melihatmu babak belur begini di sini.” Kara kesal sekali mendengar ocehan Theo. Lebih kesal lagi karena pria itu hanya berdiri di hadapannya, tersenyum sinis seakan senang melihatnya tergeletak tak berdaya.
“DIAM! BUNUH SAJA AKU! ITU MAUMU, KAN!” Kara mengutuk dalam hati. Kalau dia dalam kondisi prima, dia pasti sudah bisa menyadari keberadaan Theo dari jauh. Tidak akan berakhir menunjukkan kelemahannya seperti ini.
“Aku tidak senang melukai mangsa yang sudah tidak berdaya. Lihat, wajah cantikmu jadi rusak.” Rasanya terhina sekali, tak bisa berbuat apa pun saat Theo meraba pipinya.
Kara hanya bisa melotot, mengeram sia-sia ketika Theo membungkus tubuhnya dengan mantel pria itu, menggendongnya seperti membawa seorang gadis.
Kenyataan kalau Theo malah membawanya pergi seperti akan menolongnya daripada memanfaatkan situasi ini untuk balas dendam, membuat hati Kara mulai goyah. Dia tak bisa menyangkal betapa hangatnya d**a bidang itu. Betapa nyaman dan aman berada di dalam dekapan Theo.
“Tuan Theo, sekretaris Tuan Rolf membatalkan pertemuan. Mereka mengabari kalau orang-orang Sektor Empat menyerang dan melukai Tuan Rolf hingga harus dilarikan ke rumah sakit.”
“Sayang sekali ... kalau begitu ayo kita kembali.”
“Siapa itu, Tuan? Lukanya parah sekali. Baunya tidak seperti serigala.”
Refleks Kara menyembunyikan wajahnya di balik d**a Theo. Dia menjadi panik saat tahu kedatangan Theo karena ada urusan dengan Rolf. Sekarang dia malah mulai curiga Theo ingin membawanya pada Rolf.
“Temanku, seseorang salah mengira dia bagian dari Sektor Empat dan melukainya.”
Kecurigaan itu tak bertahan lama, jawaban Theo membuat Kara merasa lega. Dia tidak tahu niat asli Theo, tapi entah kenapa Kara tidak merasa dalam bahaya. Dia pasrah membiarkan Theo membawanya ke dalam mobil pria itu, melaju pergi ke Sektor Satu yang tidak pernah ingin dia kunjungi.