“Apa kau sedih karena belum bisa pulang?” tanya Wulan pada pemuda yang baru saja menyelesaikan sarapannya tersebut. Reygan menggeleng lalu menatap pada Wulan. “Bukankah, aku bisa pulang sesuka hati sekarang karena jalanan sudah bisa digunakan lagi. Ya, walau belum semuanya, setidaknya sisa jalan rusak yang tak bisa ditempuh mobil sudah tingga sedikit, sehingga jika aku ingin aku bisa pergi dengan jalan kaki dari jalan tersebut.” Pria itu menjawab dengan santai. Lalu Reygan berkata lagi. “Kalau aku ingin pulang, maka aku sudah pulang sejak kemarin.” “Lantas kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Wulan dengan nada ketus seperti biasanya. “Itu ... karena aku ... memikirkan apa jawabanmu untuk Eko nanti. Kalau kau menerima Eko, sia-sialah aku berada di sini,” ujar Reygan sambil melirik pada