Bab 11. Dia suamiku

1597 Kata
“Bri … dimana kemeja biruku? Kaos kaki kamu simpan dimana?” Briona menggelengkan kepalanya perlahan. Apakah ini yang namanya dunia rumah tangga? Dimana satu pasangan akan selalu bertanya setiap hari pertanyaan yang sama. “Ada dilemari bagian semua pakaian dan perlengkapan kamu! Ingat ambilnya jangan diacak-acak! Aku capek merapikannya lagi!” ucap Briona setengah berteriak membayangkan Izza yang serampangan selalu mengacak-acak semua yang telah tertata rapi. Briona segera menutup kotak bekal makan siangnya juga kotak bekal makan siang Izza berisi nasi goreng buatannya. Biasanya ia hanya membuat bekal makan siangnya sendiri. Gaji yang terbatas membuat Briona terbiasa untuk tidak boros dan berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Melihat Briona membawa bekal makan siang, Izza pun ikut minta dibuatkan walau sebenarnya ia bisa makan siang jauh lebih enak dari pada buatan Briona di restoran miliknya. “Kamu buatkan aku makan siang apa hari ini?” tanya Izza merasa antusias melihat kotak makan yang telah disiapkan Briona. “Cuma nasi goreng dan aku bawakan potongan semangka untuk buahnya. Kalau nanti nasi gorengnya agak keras, gak apa-apa ya mas, kalau di tempat kerja kamu ada microwave kamu bisa hangatkan sebentar,” ucap Briona sedikit cemas karena sebenarnya ia tak terlalu pandai memasak. Mendengar suara cemas Briona, Izza segera menangkup wajah Briona dengan kedua tangannya yang besar dan mengecup bibirnya sayang. “Apapun yang kamu buatkan untukku pasti enak dan akan aku habiskan.” Mendengar ucapan Izza menyejukan hati Briona. Dulu ia membayangkan bahwa Gerry yang akan bersikap seperti ini saat mereka menikah nanti, tapi ternyata ia mendapatkannya dari pria lain. Salahkah jika ia merasa tersipu malu? Belum lagi sikap Izza yang senang sekali menyentuh, membuat Briona yang biasanya kurang perhatian dan kasih sayang selain dari Gerry menjadi salah tingkah dan membuatnya takut. “Mas… kamu terlalu banyak menyentuh…” Briona segera melepaskan tangan Izza dari wajahnya dan bergerak mundur. Ia takut tak bisa mengendalikan sikap dan perasaannya. Entah mengapa ciuman kecil Izza membuatnya tak puas dan ingin dicium lebih lama. “Loh kenapa?” tanya Izza tak terkejut dengan penolakan Briona. Sejak menikah, Ia memang suka sekali menyentuh Briona, walau perempuan itu akan segera bergerak gelisah mencoba menjauhinya dan menolak sentuhannya walau tanpa kata. Entah mengapa semakin ditolak, Izza semakin ingin menyentuhnya. Ia ingin menaklukan hati Briona yang tengah berusaha keras menjaga hatinya untuk Gerry. Bergumul dengan Briona yang berusaha melepaskan diri darinya seolah menjadi hal yang Izza nanti saat pulang kerumah. “Mas, cukup! Nanti make up ku berantakan!” keluh Briona karena Izza semakin dilarang semakin buas dan keluhannya berakhir dengan nafas yang terengah-engah setelah Izza mengajaknya berciuman cukup lama. Briona segera meninggalkan Izza untuk merapikan kembali make up nya walau sebenarnya ia menjauhi Izza karena takut mereka berdua melakukan yang lebih lagi pagi itu. Kepala Briona terasa pusing karena tak mengerti apa yang ia rasa. Ia merasa lemah karena tak bisa menolak Izza, disisi lain ia pun sadar bahwa Izza bukanlah pria setia dengan sering ditemukannya bekas lipstik di kemeja atau di leher Izza jika ia pulang malam atau pagi. Sesampainya di kantor, kali ini Briona yang bertanya pada Izza apakah ia akan kembali malam ini atau tidak. Karena biasanya setelah menjemput Briona, Izza akan kembali pergi lalu pulang dini hari. Hampir setiap hari seperti itu. “Kenapa? Kamu kangen aku? Atau ingin segera menuntaskan yang kita lakukan pagi tadi?” goda Izza sambil membuka helmnya ketika mendengar pertanyaan Briona. “Ck! m***m banget sih pikirannya! Aku cuma mau masak, kalau kamu pulang aku masak lebih, kalau nggak, aku buat untuk diriku sendiri biar gak mubazir!” elak Briona cepat. Izza hanya tersenyum dan mencubit hidung Briona perlahan. “Hari aku akan pulang pagi lagi, maafkan karena kamu akan makan malam sendirian lagi.” “Terserah!” jawab Briona cepat sambil meninggalkan Izza tanpa berkata apa-apa lagi. Seharusnya ia sudah terbiasa mendengar Izza yang bilang akan pulang pagi. Tapi kini entah mengapa ia merasa sedikit sebal. Ternyata pikirannya tentang Izza memenuhi benak Briona seharian itu. Ia merasa galau gelisah dan takut secara bersamaan. Belum lagi Gerry yang terus menerus menghubunginya membuatnya merasa bersalah dan merasa mengkhianati Gerry. “Kamu punya pacar baru, Bri? Memangnya kamu udah putus sama Gerry?” Kepalanya semakin mau pecah karena teman-teman kantornya mulai menyadari kehadiran Izza dan mulai bertanya pada Briona apakah ia punya pacar baru selain Gerry. Karena beberapa waktu lalu mereka masih sering melihat Briona makan siang bersama Gerry dan juga melihat Izza yang selalu mengantar dan menjemput Briona pulang dengan motornya. Bagaimana bisa dengan tiba-tiba Briona mengatakan bahwa Izza adalah suaminya dan mereka menikah dengan tiba-tiba. Apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini akan menjadi cerita yang tak masuk akal untuk sebagian orang. “Bri, jangan jauhi aku. Kamu pikir kamu bisa percaya dan bergantung 100% pada Izza?! Untuk pekerjaannya saja kamu gak tahu!” pesan pendek Gerry membuat Briona semakin jengah. Kegundahan Briona membuatnya untuk memutuskan untuk mengambil cuti agar bisa mengikuti Izza. Ia sudah tak tahan lagi menjadi orang yang tak tahu menahu tentang pria yang menjadi suaminya itu. Keesokan harinya, Briona tampak masih mengenakan daster saat Izza baru saja selesai mandi. “Loh, kamu gak siap-siap untuk kerja?” tanya Izza heran melihat Briona yang malah asik membaca pagi itu. “Hari ini aku cuti mas, karena di kantor gak ada uang pengganti jika cuti tidak diambil. Jadi lebih baik aku habiskan saja sisa cutiku.” Mendengar jawaban Briona wajah Izza tampak sumringah, ia segera melempar handuknya ke sofa dan membuat Briona melotot. Sebelum sempat istrinya protes dan marah-marah, Izza segera menggendong Briona dan membawanya ke dalam kamar. “Mumpung kamu cuti, kita harus mencoba melakukannya di pagi hari sesekali,” ucap Izza yang terpancing birahi dan teringat harus membuat Briona hamil sesegera mungkin. “Mas, kamu kan harus berangkat kerja!” tolak Briona mencoba melepaskan diri dari Izza yang mulai buas pada tubuhnya. “Tenang saja, waktu kerjaku bisa diatur,” bisik Izza perlahan sambil mencumbu leher istrinya. Ia tak menyadari bahwa jawabannya membuat Briona semakin gelisah dan semakin yakin harus mengetahui dimana Izza bekerja. Tak mungkin ada pegawai biasa bisa masuk kerja seenaknya. Bahkan hari itu Izza berangkat kerja menjelang sore. Bercinta dengan Briona membuatnya ketagihan dan butuh waktu beristirahat. Briona segera mengganti pakaiannya ketika melihat Izza tengah bersiap-siap pergi. “Mau kemana kamu Bri?” tanya Izza melihat tampilan Briona yang rapi. “Aku mau belanja ke supermarket mas, aku mau berangkat sekarang biar gak kesorean. Aku pergi duluan ya mas,” pamit Briona cepat menyambar tasnya. “Ayo aku antar,” ucap Izza cepat tapi Briona segera menolak. “Gak usah, dekat kok. Masih di daerah ini juga … Insya Allah pasti aman.” Melihat sikap Briona yang begitu yakin Izza hanya bisa mengangguk dan mengantar istrinya ke depan rumah dan melihat nya menaiki taksi online. Izza tak menyadari bahwa itu adalah taksi yang telah disewa Briona untuk mengantarnya seharian untuk mengikuti Izza. “Pokoknya, kalau bapak lihat motor itu bergerak pergi kita langsung ikuti ya pak… jangan sampai lolos dari pandangan bapak,” pinta Briona sambil menenangkan perasaannya. Ini adalah pertama kali untuknya untuk mengikuti seseorang. Jantungnya berdegup kencang saat melihat motor Izza keluar dari halaman rumahnya dan segera taksi online itu mengikuti kemana Izza pergi. Ia melihat Izza berhenti disebuah kantor dan masuk ke dalamnya dalam waktu yang cukup lama, bahkan keluar saat waktu menunjukan pukul 7 malam, lalu motor itu kembali bergerak menuju sebuah restoran yang berada di lobby sebuah perkantoran. Briona segera turun dan mengikuti Izza. Ia melihat suaminya disapa banyak orang di restoran itu dan menyapa beberapa tamu yang tengah makan. Suasana restoran itu tampak ramai dan penuh. Sehingga Briona dengan mudah untuk menyelinap diantara orang-orang. Melihat Izza berhenti di sebuah pintu yang dijaga oleh security dan segera membuka pintu itu. Terdengar suara musik yang begitu keras dari ruangan dan kelap kelip lampu di dalamnya. Izza masuk tanpa menoleh, lalu beberapa orang pun masuk ke dalam pintu itu setelah mendapatkan ijin dari sang security. Di dalam ruangan yang tadi dilihat oleh Briona adalah sebuah bar besar yang telah dipenuhi oleh banyak orang di hari Jumat malam itu. Izza segera menghampiri sebuah meja dimana ada Liliana dan beberapa temannya tengah duduk berbincang dan tertawa riang sambil menikmati live music. “Akhirnya kamu datang,” sapa Liliana senang dan segera melompat ke dalam pelukan Izza. “Maafkan aku hari ini sibuk sekali, kamu hari ini gak praktek?” tanya Izza sambil meletakan Liliana diatas sofa. “Aku kangen kamu dan teman-temanku sangat senang menghabiskan jumat malam di bar ini. Temani aku malam ini sayang, aku kangen. Besok kamu libur kan? Gimana kalau kita kebali selama weekend ini?” ajak Liliana sambil merangkulkan tangannya manja ke leher Izza. “Aku gak bisa … banyak hal yang harus aku selesaikan…” ucap Izza cepat menolak dengan halus. Liliana tampak merengut dan segera mendapatkan kecupan mesra dipipi dari Izza. “Jangan marah dong, maafkan aku beberapa waktu ini tak bisa menemanimu. Aku benar-benar tengah tak bisa meluangkan waktu,” bujuk Izza mencoba menenangkan hati Liliana. Perempuan yang tengah bergelayut manja di pelukan Izza itu pun akhirnya mengangguk sebelum sepasang kekasih itu saling memeluk mesra. Tapi kemesraan itu tak lama, sampai handphone Izza berdering nyaring dan terlihat nama Briona muncul dilayar. “Halo Bri…” sapa Izza cepat sambil berdiri dan mencoba menyingkir dari Liliana. Ia baru saja berdiri dan tertegun sesaat ketika melihat Briona tengah berdiri menatapnya dalam di dampingi beberapa orang security. “Bri!” panggil Izza terkejut dan salah tingkah seperti orang dipergoki. “Itu orangnya… pria itu suamiku,” ucap Briona perlahan pada salah satu security, sebelum ia balik badan dan berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruangan bar tanpa menoleh kebelakang. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN