Bab 10. Rumah untuk Briona

1346 Kata
Briona duduk termenung di cubiclenya sambil menunggu Izza menghubungi bahwa ia telah ada dibawah untuk menjemputnya. Sesekali perempuan itu melambaikan tangannya ke arah teman-temannya yang pamit terlebih dahulu. Briona hanya bisa meremas kepalanya perlahan ketika mengingat percakapannya dengan Gerry yang menolak untuk putus dengannya saat makan siang tadi. Sudah tiga hari ini mereka berdebat soal hubungan mereka. “Gak, Bri! Terserah dia mau kasih saran apa! Aku tak akan putus darimu!” “Tapi mas Izza benar! Keluargaku tengah bermasalah dan bisa membuatmu terseret ke dalamnya! Aku gak mau mas!” “Aku gak peduli! Jika aku mampu, akan aku bayar semua hutang itu! Jika tidak aku akan cari cara untuk membantumu, Bri!” Lamunan Briona buyar saat handphonenya berdering nyaring. Ia segera mengangkat dan beranjak sembari menyambar tasnya. “Aku segera turun kebawah,” ucap Briona cepat. “Tunggu aku di lobby parkir basement!” suruh Izza. Briona sedikit bingung, untuk apa Izza repot- repot untuk menjemputnya dengan motor di basement parkir. Mereka akan lebih mudah dan cepat bertemu dipinggir jalan seperti biasanya. Tapi Briona tak bicara apa-apa. Ia hanya bisa menurut dan segera menuju tempat parkir. “Bri!” panggilan seseorang membuat Briona menoleh dan melihat mobil SUV hitam berhenti di depannya. Kaca mobil itu pun turun dan terlihat Izza tengah tersenyum sambil melambaikan tangannya. “Ayo masuk!” ajak Izza sambil membukakan pintu dari dalam. Dengan ragu Briona pun segera naik dan duduk disamping Izza. “Ini mobil siapa mas?” tanya Briona bingung. “Mobilku, lah!” jawab Izza santai lalu mengacak-acak rambut Briona gemas. Briona hanya diam dan menatap Izza dalam. Pria itu segera membawa mobil itu melaju di jalanan Jakarta yang padat. Briona sedikit bingung saat Izza membawanya ke sebuah daerah pemukiman yang tak searah dengan apartemen mereka. “Kita mau kemana mas?” “Tunggu saja, ini akan jadi surprise buat kamu,” jawabnya singkat. Setelah memasuki 2 jalanan arteri akhirnya mobil yang dikendarai Izza berhenti di depan sebuah rumah, bahwa Izza memasukan mobilnya ke halaman rumah itu. Terlihat pintu depan rumah yang mereka datangi terbuka lebar dan terdengar ada beberapa orang di dalamnya. “Wah, nak Izza baru sampai? Ini istrinya tho?” sapa seorang pria setengah baya keluar dari dalam rumah. “Iya pak Muis, perkenalkan ini istri saya,” ucap Izza sembari menarik tangan Briona agar maju dirinya maju ke depan dan berkenalan dengan pria yang Izza panggil Muis. “Tadi tukang-tukangnya sudah pulang semua. Isi rumah sudah rapi sesuai tempatnya. Tinggal mas Izza dan istri beres-beres isi lemari saja. Besok pak RT dan pak RW akan datang untuk berkenalan.” “Baik pak, terimakasih.” “Semoga betah ya mas dan mbak …,” ucap Pak Muis lalu tak lama kemudian berpamitan pada Izza dan Briona. “Siapa itu mas? Kenapa kita ada disini?” tanya Briona makin bingung dan sedikit cemas. “Itu pak Muis, yang punya kontrakan rumah ini. Mulai hari ini kita tinggal disini Bri…” Belum sempat Briona bertanya lebih banyak, Izza telah masuk ke dalam rumah dan menyapa dua orang pria yang tampaknya telah mengenal Izza. “Sudah beres semua bos! Bahkan kamar tidur sudah bersih dan rapi,” ucap salah satu pria saat melihat Izza masuk. Izza hanya mengangguk lalu berbicara kepada kedua pria itu sebelum akhirnya kedua pria itu berpamitan pada Izza dan Briona. “Mas… “ panggil Briona saat Izza kembali setelah mengantar dua pria itu ke depan pintu. Melihat sang istri seolah butuh penjelasan, Izza segera menarik Briona untuk mendekat padanya. “Mulai hari ini, kita akan tinggal disini Bri. Apartemen itu sudah tak aman lagi buat kamu. Jadi beberapa ini aku cari tempat untuk kita tinggal dan kuputuskan untuk mengontrak disini. Rumah ini cukup besar untuk kita tinggali, lagi pula tak jauh dari tempat kita bekerja. Gimana? Kamu suka? Semua furniture nya baru Bri, dan pakaian-pakaian kita sudah aku packing tetapi masih di dalam koper. Mau lihat kamarnya gak?” Izza seperti anak kecil yang tampak antusias dengan sesuatu yang baru. Wajahnya semakin sumringah saat memasuki kamar utama. Kamar itu tampak indah dan sudah dingin karena ac yang telah dinyalakan. “Ranjang ini enak sekali, Bri. Tak berderit!” ucap Izza sambil duduk dan melompat-lompat kecil diatas ranjang. Briona hanya bisa memalingkan wajahnya mendengar kalimat nakal dari suaminya dan membiarkan Izza menikmati rumah barunya. *** Briona menatap kosong kearah Izza yang asik wara-wiri mengenakan pakaian dalam kesana dan kemari. Sedangkan Briona sendiri masih di dalam selimut dalam keadaan polos. Mereka baru saja selesai bercinta untuk pertama kalinya di rumah baru. Briona menghela nafas panjang dan menatap Izza tak berkedip. Setelah beberapa kali melakukannya, tubuhnya mulai terbiasa. Walau isi hati dan kepala menolak kehadiran Izza, tetapi tubuhnya bereaksi berbeda dan mulai menikmati percintaan mereka. Briona merasa terkejut sendiri karena ternyata ia bisa bercinta dengan Izza dan menikmatinya tanpa perlu perasaan cinta. Tapi benarkah ia memang tak memiliki rasa pada Izza? Saat ini Izza memberikan semua sentuhan yang Briona inginkan ketika ia menikah dan berharap hal itu dari Gerry. Tadi saja saat bercinta, Briona tak menyangka ketika ia berciuman dengan Izza, rasanya kali ini begitu berbeda. Bahkan ia merasa dongkol ketika Izza menghentikan ciuman mereka karena Briona masih menginginkannya. Briona membalikan tubuhnya dan merapatkan selimutnya. Matanya terpejam, mencoba menghapus rasa dari sentuhan-sentuhan Izza. Tapi pria itu adalah pria pertama untuk Briona. Ada rasa gelisah di hati Briona. Sikap Izza yang menganggapnya benar-benar seperti istri masih asing untuk Briona, tapi hubungan intim mereka yang semakin intens membuat Briona takut cepat atau lambat akan ada benih di rahimnya. Ia sendiri tak tahu akan dibawa kemana hubungannya dengan Izza juga dengan Gerry. Akankah ia berakhir dengan salah satu diantara mereka? “Besok kita harus ke supermarket, Bri. Kulkas itu masih sangat kosong perlu diisi. Gak sehat jika setiap hari harus beli makanan online. Selain itu banyak kebutuhan rumah yang perlu kita siapkan,” ucap Izza sambil kembali masuk ke dalam selimut dan menarik Briona ke dalam pelukannya. Mendengar ucapan Izza, membuat Briona kembali teringat akan rasa penasarannya tentang pekerjaan Izza. Pria bermotor butut ini tiba-tiba bisa memiliki uang untuk mengontrak rumah dan memiliki mobil. Briona masih ragu apakah itu benar-benar mobil Izza. “Mas, kamu itu sebenarnya kerja apa sih?” tanya Briona melepaskan pelukan Izza dan mencoba duduk sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Izza tampak terdiam sesaat dan balik bertanya, “Kenapa? Kamu tak percaya padaku memiliki pekerjaan dan uang?” Briona segera mengangguk mengiyakan membuat Izza mendecakkan lidahnya dongkol karena baru pertama kali ia tampak tak meyakinkan sebagai orang kaya dihadapan perempuan. Tapi ia segera melupakan perasaannya dan teringat akan sesuatu. Izza bergegas bangkit dan mengambil segepok uang lusuh lagi dari saku celana panjangnya. “Ini untukmu … bisa kau gunakan untuk berbelanja nanti, kalau kurang akan aku tambah.” Briona menghela nafas panjang dan menatap gepokan uang lusuh lainnya yang ia terima dari Izza. “Mas, uang apa ini? Masa pegawai kantoran gajiannya pake duit lusuh kaya gini?” tanya Briona heran. Izza terkikik lalu menciumi pipi Briona gemas. Andai Briona tahu bahwa itu adalah uang setoran mingguan dari salah satu bekas pegawainya yang kini membuat warung kopi dan mie instan. Izza yang memberikan modal pada pegawainya itu dan sebagai balasan, sang mantan pegawai akan memberikan bagi hasil untuk Izza. Tentu saja ia bisa memberikan Briona uang yang lebih banyak, tapi Izza tak ingin membuat Briona semakin penasaran dengan pekerjaannya. Buatnya, semakin sedikit Briona tahu apa yang ia kerjakan semakin baik. Ia tak ingin Briona terlibat lebih dalam. “Terima saja dulu, nanti kalau aku gajian lagi, aku berikan kamu uang yang lebih bagus.” “Tapi kan kamu bisa transfer …” “Akh, transfer itu membosankan, memberikan kamu uang real seperti ini rasanya lebih menyenangkan dan lebih terasa.” Briona hanya menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. Tak sengaja mereka berdua beradu pandang satu sama lain. Izza segera menarik Briona ke dalam pelukannya dan mencoba menciumnya gemas. Ia tak pernah tahan untuk menatap wajah sedih Briona yang terlihat begitu memendam perasaan dan kesedihan yang dalam. “Maafkan aku Bri, aku terpaksa menggunakanmu untuk kepentinganku …” ucap Izza dalam hati Sembari memeluk Briona erat. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN