21. Menantang Nyawa

1589 Kata
Alita benar-benar tak menyangka bahwa pria yang selama ini diam-diam ia ikuti, kini sudah berada tepat di sampingnya. Bahkan ia baru saja memesankan makanan untuknya. Alita benar-benar kehilangan kata-kata. Pria yang dicurigai Alita telah membunuh Bima, saudara kembarnya sendiri kini dengan sengaja menunjukkan kuasanya, bahwa ia bukan laki-laki sembarangan yang bisa diikuti oleh siapa pun. Alita menghirup napas pelan, lalu menghembuskannya perlahan. Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia harus berpikir jernih agar tidak salah langkah. Ingin rasanya ia memanggilnya dan menanyakan sesuatu, tapi suaranya seperti tertahan di tenggorokan, menelan ludahnya sendiri saja terasa sulit seperti menelan gumpalan nasi. “Tu-tuggu!” teriak Alita karena Bisma sudah semakin menjauh. Tapi karena suasana cafe yang cukup ramai, sepertinya Bisma tidak mendengar panggilannya. Alita segera mengumpulkan tenaga dan keneraniannya, lalu berdiri dan mengejar Bisma yang rupanya masih berada di depan kasir untuk membayar makanannya. Alita memperlambat langkahnya ketika Bisma menoleh ke arahnya. Tatapanya terlihat begitu tajam hingga mampu membekukan tubuhnya. Alita berhenti dan terdiam. “Lo kalo ngga punya duit ngga usah belagu makan di cafe,” ucap Bisma, masih dengan nada bicaranya yang sombong dan ketus seperti saat Alita melihatnya di restoran ayam cepat saji di salah satu mall saat itu. Alita sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan Bisma. Ia mengerutkan dahinya. Sepertinya ucapannya tidak se-mengerikan apa yang ia duga sebelumnya. “Anggep aja itu permintaan maaf gue karna udah nabrak anak lo waktu di mall. Gue ngga sengaja.” Lanjut Bima. Kali ini ia sibuk mencari sesuatu di dalam dompetnya tanpa menoleh ke arah Alita, lalu memberikan sebuah kartu kepada gadis yang duduk di balik meja kasir. Alita semakin dibuat bengong karena ternyata Bisma mengenalinya, biarpun ia mengenakan topi. Reflek ia memegang pet topinya sambil terus berusaha mencerna setiap perkataan Bisma. Seperti mengerti apa yang sedang Alita pikirkan, Bisma kembali melanjutkan ucapannya. “Norak banget lo jadi cewek di dalem ruangan aja pake topi. Hidup lo kurang perhatian? Lo pengen semua orang merhatiin lo??” Hah?? Dia ngga kenal gue tapi berani-beraninya dia bilang gue norak?? Ngga waras nih orang!, batin Alita. Kalau saja Alita tak punya misi untuk menolong Bisma pasti laki-laki di hadapannya itu sudah ia maki-maki. Oke, sabar Ta! ucap Alita menenangkan dirinya sendiri. Tunggu! Dia bilang anak gue?!? “Dia bu…” Saat Alita tersadar, Bisma sudah berjalan beberapa langkah menuju pintu keluar. “Astaga, bener-bener di orang!” gumam Alita kesal. Sepertinya Bisma memang benar-benar tidak pernah menghargai orang lain. Tapi paling tidak, walaupun dengan sikap kasarnya itu Bisma sudah mengenal dirinya secara tidak langsung, membuat Alita punya sedikit celah untuk masuk ke dalam kehidupan Bisma. Tiba-tiba ia terpikirkam sesuatu. “Mba-Mba, boleh minta kertas sama pulpen?” pinta Alita pada pegawai bagian kasir. “Oh, sebentar Kak…” Alita terus memperhatikan Bisma dari pintu kaca cafe. Ia semakin tidak sabar sambil menghentak-hentakkan salah satu kakinya saat melihat Bisma sudah masuk ke dalam mobil. “Ini Kak…” ucap kasir itu sambil memberi secarik kertas dan pulpen kepada Alita. “Makasih Mba.” Alita segera mengambil pulpen dan kertas itu dan menuliskan beberapa baris angka dengan beralaskan telapak tangannya. Sementara di bawahnya ia tulis rangkaian huruf yang membentuk kata “Dian”. Masih dengan memegang kertas dan pulpen, Alita berlari keluar menuju halaman parkir. Rupanya mobil Bisma sudah tidak ada di tempatnya dan tengah berhenti menunggu mobil lain yang melintas sebelum berbelok ke jalan raya. Dengan kencang Alita berlari menyusul mobil toyota fortuner merah itu sebelum ia kehilangan untuk kedua kali. “Stopp!!!” teriak Alita sambil menelentangkan kedua tangannya ke samping, tepat di depan mobil Bisma yang sudah mulai melaju. “Woy! Gila lo ya! Kalo mau mati jangan di depan mobil gue!” bentak Bisma keras, membuat semua yang melintas di jalan depan cafe menatap ke arah mereka. Pelan-pelan Alita membuka matanya yang tertutup rapat. Huft! Akhirnya ia bisa bernapas lega karena Bisma bisa menghentikan laju mobilnya sebelum ujung mobil itu menyuntuh area perutnya. Mungkin ini kali kedua Alita nekat bermain-main dengan nyawanya sendiri. Body toyota fortuner yang tinggi, besar, dan gahar tentu tidak sebanding dengan dengan tubuh Alita yang tidak terlalu tinggi dan kurus. Alita berlagak marah dan langsung melangkah cepat ke samping mobil. Mengetuk dengan kasar kaca jendela yang sudah ditutup kembali oleh Bisma. Tok! Tok! Alita menatap tajam ke arah Bisma sambil meremas secarik kertas yang sedari tadi dipegangnya membentuk sebuah bola. Ia melemparkan bola kertas itu mengarah ke bagian d**a Bisma melalui jendela begitu kacanya dibuka. “Eh, apa-apaan nih??” Bisma langsung memasang wajah marah. Rupanya ia adalah tipe orang yang mudah tersulut emosi. “Lo yang apa-apaan! Seenaknya aja lo ngata-ngatain gue! Kenal juga engga! Sekarang lo boleh pergi! Tapi inget, urusan kita belum selesai! Gue tunggu permintaan maaf lo atas perkataan lo tadi!” tuding Alita. Selesai berkata seperti itu, Alita segera pergi meninggalkan Bisma dan kembali ke kursinya di dalam cafe. Entah apa yang Bisma pikirkan saat ini, tapi Alita mendengar dengan jelas Bisma mengatainya ‘cewek aneh’. Sampai di kursinya, Alita merasakan jantungnya berdegup kencang, tubuhnya terasa lemas, dan tulang-tulangnya seakan rapuh. Rasa takutnya ia lawan habis-habisan untuk mendapatkan acting marah yang benar-benar real. Ia memang marah kepada Bisma, tapi sebenarnya Alita tak cukup berani berhadapan langsung dengan Bisma. Apalagi sampai membentaknya. Bisa-bisa ia pun hilang nyawa. Dulu Alita memang tidak perduli dengan hidupnya. Saat mengalami koma beberapa bulan lalu, alam bawah sadarnya pun sempat menolak untuk bangun. Tapi kali ini semangatnya untuk hidup begitu membara. Itu semua karena Bima. Bima lah yang mengajarkan banyak hal mengenai kehidupan. Sayangnya untuk mengubah semua hal buruk yang ada pada dirinya tak semudah membalikkan telapak tangan. Semua butuh waktu. Alita sengaja memberikan nomor teleponnya kepada Bisma agar mereka bisa tetap menjalin komunikasi. Mungkin itulah cara yang paling tepat agar Bisma tak menganggap ia mengejarnya. Masuk ke dalam kehidupan Bisma yang memiliki sifat keras seperti itu dan memulai pertemanan dengannya tentu bukan hal yang mudah, tapi Alita tetap mencobanya. Yah, namanya juga usaha, pikir Alita. Tapi pada kenyataannya, semua itu tidak semulus apa yang ia skenariokan. Dari dalam cafe, Alita melihat Bisma membuang sesuatu lewat jendela mobil. *** Alita memarkirkan mobilnya di garasi. Hari ini terasa sangat melelahkan untuknya. Belum lagi membayangkan harus mengurus surat-surat dalam dompetnya yang hilang. Kartu SIM, KTP, ATM… Aaahh, membuatnya semakin pusing. Dan ia adalah salah satu orang yang malas untuk mengurus sesuatu. Mentok-mentok, paling ia akan menyuruh Pak Jupri untuk mengurus segala sesuatunya. Belum juga Belum juga sampai di kamar pribadinya, Alita sudah membayangkan kasurnya yang empuk atau berendam air hangat. Pasti tubuhnya akan terasa lebih rileks. “Ada siapa Bi?” tanya Alita saat baru masuk ke rumah melalui pintu samping. “Oh, itu Non, temennya Bapak sama Ibu. Yang waktu itu pernah ke sini bawa buah durian banyaakk banget itu Non,” ucap Bi Minah dengan sangat ekspresif. “Ooh…” jawab Alita santai sambil terus melangkah masuk. “Eh, anaknya yang laki-laki itu ikut ngga Bi?” tanya Alita yang kembali berbalik badan karena teringat kata-kata Kevin saat itu mengenai perjodohan. Ia mulai curiga ketika Om Fery mulai menyinggung dengan kata-kata “Bisnis keluarga”. Apa coba maksudnya? Dan seumur hidupnya, Alita tidak akan pernah mau menerima yang namanya perjodohan. Apalagi setelah mendengar pengakuan Kenzo bahwa akhirnya ia bercerai setelah menikah dengan wanita pilihan orangtuanya. “Engga sih Non… cuma Bapak sama Ibu aja. Oh iya Non, Bibi sampe lupa.” Bi Minah mendekat ke lemari yang kecil yang berada di sisi dapur dan seperti hendak mengambil sesuatu dari dalam laci. “Itu dompet aku Bi??” tanya Alita sembari mendekat ke arah Bi Minah untuk memastikan. “Iya Non. Tadi ada yang nganterin ke sini. Katanya nemuin dompet non di atas mesin ATM yang di dekat minimarket,” sabut Bi Minah sambil menyerahkan donpet kulit berwarna hitam itu. “Astaga, iya Bi. Aku lupa. Aku pikir dompetnya ilang.” Alita pun menyadari sejak ia kehilangan sebagian ingatannya, ia jadi sering pelupa. “Di cek dulu Non, barangkali ada yang hilang.” “Engga kok Bi. Aman,” jawab Alita setelah sekilas mengecek isi dompetnya. “Siapa yang nganterin Bi?” “Ngga tau Non. Kayaknya sih tukang ojek.” “Bibi ngga tanya namanya? Nomor teleponnya?” tanya Alita. “Engga Non. Kebetulan tadi Ibu yang nerima. Trus Bibi liat Ibu juga kasih uang sama orang yang nganter itu. “Oh… ya udah Bi aku masuk dulu ya Bi.” “Iya Non.” Alita mengendap-endap menuju kamarnya sambil menenteng sepatu kets miliknya. Ia sedikit merunduk di balik bufet pendek dengan beberapa pajangan bingkai foto kecil di atasnya saat hendak menuju ke anak tangga. Ia sedang malas berbasa-basi dengan teman kedua orangtuanya. “Alita!” panggil Sarah saat Alita baru saja menaiki dua anak tangga. Terpaksa ia turun kembali. Ia sudah tau apa yang harus dilakukan. Berpura-pura manis dan menjadi anak yang baik dengan segala pencitraan. “Salam dulu dong sama Om, Tante…” “Hallo Om, Tante…” sapa Alita sambil mencium tangan keduanya. “Alita baru pulang?” tanya Vita lembut. “Iya Tante. Maafin Alita waktu itu ya Om, Tante… Makan malamnya jadi kacau,” ucap alita sambil tetap berdiri di hadapan kedua tamu orangtuanya itu. “Iya, ngga papa kok. Sekarang kamu udah ngga papa kan?” Sekilas Alita melirik ke arah Sarah yang menunjukkan raut wajah gelisah. Pasti ia takut Alita akan berbicara macam-macam. “Ngga papa ko Tante. Ya udah Tante, Om.. Alita naik dulu ya. Alita cape.” “Oh, iya ngga papa kok… selamat istirahat ya…” Alita tersenyum dan langsung berlari menuju kamarnya di lantai dua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN