Claver Rose Luxury Apartemen
Melbourne, 04.23 pm
____________________
Ada sesuatu yang membuat Choi Yong Do penasaran. Lelaki itu sudah memikirkannya sedari tadi. Memperhatikan si gadis Park yang terlihat sangat pengecut. Dia ingat jika sebelum pulang sekolah, Lucy kembali mengerjai Park Yiseo bahkan dia melakukannya di tengah keramaian. Di antara para murid. Bahkan sampai tindakannya seperti itu, Park Yiseo masih tidak melawan.
Choi Yong Do terus bertanya mengapa gadis itu tidak memperlihatkan kekuatan yang sama seperti yang pernah ia perlihatkan kepada Choi Yong Do. Apa benar seorang Park Yiseo sebenarnya sangat pengecut?
“Hah!” Choi Yong Do terkekeh sinis. Ia menelengkan wajahnya ke samping. Kemudian kembali dengan tatapan tajam. Menikam punggung Park Yiseo.
‘Tidak mungkin. Aku tidak percaya kalau kau selemah itu, tapi kenapa kau tidak mengadukannya pada bodyguard-mu?’
Seketika langkah Choi Yong Do terhenti. Ia membiarkan si gadis Park di depannya masuk ke dalam lift sementara dia sendiri masih di beranda lobi. Choi Yong Do menunggu sampai pintu lift tertutup, lantas pria itu memalingkan wajahnya ke samping.
“Hei!” seru Yong Do.
Seorang pria dalam balutan jas hitam berhenti saat ia hendak kembali ke dalam unitnya. Lelaki itu memutar tubuh menghadap Choi Yong Do lalu ia membawa telunjuknya menunjuk da’da.
“Aku?” gumam lelaki itu.
“Ya, kau.” Choi Yong Do memanjangkan langka menghampiri si pria dalam balutan jas hitam tersebut. Setelah tiba di depan sang pria, Choi Yong Do mengedikkan kepalanya menunju ke arah lorong. Pria itu sedikit takut, semisal Park Yiseo memergoki dirinya berbicara dengan bodyguard-nya. Oh, Choi Yong Do tidak ingin Park Yiseo berpikir aneh. Lagi pula Choi Yong Do hanya ingin memastikan sesuatu. Hanya agar supaya otaknya tidak terus menghantuinya dengan pertanyaan-pertanyaan aneh.
“Ada apa, Tuan muda?”
“Aku perlu bicara denganmu. Kemari,” kata Yong Do.
Bodyguard Park Yiseo yang bernama Jangmi itu, lantas mengikuti Yong Do. Tampak lelaki Choi itu menghela napas panjang lalu mengembuskannya dengan cepat.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan muda?” Jangmi kembali bertanya.
Kebiasaan Choi Yong Do menyimpan kedua tangan ke dalam saku celana. Untuk beberapa saat Choi Yong Do terdiam. Sebenarnya dia juga bingung bagaimana harus bertanya. Tidak mungkin juga dia langsung bilang kalau majikan pria di depannya ini mengalami perundungan di sekolahnya. Dia harus punya kalimat yang pas. Diplomatis. Agar supaya maksudnya yang sebenarnya tidak terlalu kentara. Terlihat kening Choi Yong Do mulai mengerucut. Dahinya terlipat. Tampak berpikir keras.
“Apa … majikanmu tidak mengatakan apa-apa?”
Kini gilaran Jangmi yang mengerutkan kening. Sekarang Choi Yong Do bisa langsung memahami kalau Park Yiseo tidak mengatakan apa pun pada asisten pribadinya itu.
“Maksud Anda?” Jangmi kembali bertanya. Tatapan lelaki itu mengecil, tampak menyelidik.
‘Bilang tidak, ya? Bagaimana kalau dia memang ingin menyelesaikannya sendiri? Lagi pula apa peduliku? Mengapa aku harus memikirkannya? Dan sebenarnya apa yang sedang kulakukan?’
“Tuan Muda?”
Choi Yong Do bergeming. Dia mengerjap dan kembali menatap Jangmi. Lelaki itu mendesah panjang lalu berucap, “Tidak apa.” Choi Yong Do mengulum bibir membentuk senyum simpul. Ini jarang dia lakukan. Semua ini hanya untuk menghargai si pria Korea yang lebih tua darinya.
“Kalau begitu aku pergi dulu,” kata Choi Yong Do.
Tampak Jangmi memberengut. Sejurus kemudian dia memutar pandangan. “Tunggu!” seru Jangmi. Lelaki itu mengambil langkah panjang menghampiri Choi Yong Do yang telah menghentikan langkahnya. Choi Yong Do menoleh, tepat saat itu juga Jangmi tiba dan dia berdiri di depan Choi Yong Do.
“Apa ada yang tidak kuketahui?” tanya lelaki itu. Nalurinya menangkap sesuatu pada ucapan Choi Yong Do hingga membuatnya penasaran.
“Tanyakan pada majikanmu. Aku tidak dalam posisi berhak memberitahu kondisinya,” ujar Yong Do. Lelaki itu kembali melangkah. Pergi meninggalkan Jangmi. Sementara Kim Jangmi dipenuhi rasa penasaran luar biasa sehingga dia menyusul Choi Yong Do.
“Aku ikut bersamamu,” kata Jangmi.
Choi Yong Do hanya bisa mendesah panjang. Mereka berdua menaiki lift dan sepanjang perjalanan menuju lantai 101, keduanya berdiam diri. Tidak ada yang bicara sampai mereka tiba di lantai 101 dan Choi Yong Do berjalan santai menuju unitnya. Namun, ketika hendak masuk ke dalam rumahnya, Choi Yong Do memilih untuk diam sebentar lalu perlahan memutar pandangannya.
“Psst ….”
Jangmi menoleh ke samping saat dia tahu kalau desisan panjang itu ditujukan untuk memanggilnya.
“Jangan bilang kalau aku menemuimu,” ucap Choi Yong Do dengan wajah datar.
Kim Jangmi hanya mengulum bibir, membentuk senyum simpul lalu dia mengangguk kemudian menekan bel pintu. Embusan napas panjang menggiring Choi Yong Do memasuki rumahnya.
Sementara di unit 08, terlihat Park Yiseo berjalan dengan langkah gontai sembari meringis dan memijat-mijat pangkal bahunya yang terasa sangat pegal. Gadis itu mendesah saat mendapati asisten pribadinya itu berdiri di depan pintu.
“Nona, apa ada sesuatu yang terjadi pada Anda?” tanya Kim Jangmi tanpa basa-basi.
Park Yiseo mengernyit. Bingung. “Maksudmu?” Gadis itu balas bertanya, tetapi dengan raut wajah sinis.
“Tidak. Tadi kulihat Anda sepertinya … ummm … maksudku, apa semuanya baik-baik saja?”
Park Yiseo mendelikkan matanya ke atas lalu dia mendesah. “Semua baik-baik saja, Jangmi. Kau pikir aku ini siapa, hah? Apa kau pikir aku tidak bisa melindungi diriku sendiri? Lagi pula ada apa denganmu. Tiba-tiba datang dan bertanya hal-hal aneh.” Park Yiseo melilit kedua tangan di depan da’da sambil terus memberikan pandangan sinisnya kepada Jangmi.
Lelaki itu kembali tertawa formal sambil mengusap tengkuknya. “Tidak apa-apa, Nona. Anda tahu sendiri kalau tuan Park mempercayakan Anda kepada saya, jadi saya harus memastikan kalau Anda baik-baik saja.” Kim Jangmi kembali mendongak. Menatap majikannya. “Apa semua baik-baik saja? Bagaimana sekolah Anda?”
Park Yiseo kembali mendengkus dan memutar bola mata jengah. “Sudahlah. Tidak perlu basa-basi. Lebih baik kau temani aku. Kita ke salon. Sialan. Aku butuh perawatan,” ujar gadis itu.
Kim Jangmi hanya bisa tersenyum lantas mengangguk sopan. “Baik, Nona.”
Park Yiseo mendesah lalu memutar tubuhnya. “Jangmi, kau juga harus beritahu bagian FnB tentang menu makananku agar besok pagi mereka sudah menyiapkan sarapan untukku.”
Kedua tangan Kim Jangmi menyatu di depan tubuhnya. Sambil menundukkan kepala, dia terus berjalan mengekori Park Yiseo. Lelaki itu pun bergumam, “Ummm … Nona,” panggilnya agak ragu.
Park Yiseo berhenti saat tahu jika ada sesuatu yang akan diucapkan Kim Jangmi dan dia yakin hal itu yang akan membuatnya kesal.
“Jangan sekarang, Jangmi.”
“Kurasa Anda harus tahu, Nona.”
Akhirnya Park Yiseo memutar pandangnnya. Embusan napasnya mengentak dengan kasar. Membuat Jangmi menatapnya sedikit ragu.
“Umm … sebenarnya, makanan tidak termasuk di dalam kontrak, jadi ….”
Terdengar Park Yiseo kembali mendengkus. “Jadi maksudmu aku masak sendiri?” Suara Yiseo melengking.
“Apa kau butuh asisten rumah tangga? Aku akan mencarikannya,” usul Jangmi.
Park Yiseo membanting tubuhnya ke sofa. “Jangmi, sebenarnya aku akan lebih suka kalau kau bilang kau akan ke Seoul lalu membujuk bibi Joo untuk datang dan menemaniku,” ujar gadis itu.
“Akan kuusahakan,” ujar Jangmi.
Park Yiseo mendecih sinis. “Andai saja bisa.” Gadis itu mendesah panjang. “Tidak ada yang lebih mengerti semua kebutuhanku selain bibi Joo. Dia selalu tahu apa yang terbaik untukku. Ahhh … andai saja dia bisa naik pesawat.” Park Yiseo memberengut.
“Bagaimana kalau aku carikan yang mirip nyonya Joo?”
Ada sesuatu dalam ucapan Jangmi yang membuat Park Yiseo tertawa sinis. “Kau pikir segampang itu, hah?” tanya gadis itu dengan pandangan sinis. “Lagi pula ini Australia. Kelaukan orang-orang di sini sangat menyeramkan. Mereka pasti tidak akan tahan denganku. Paling juga dua hari. Pilihan lain mereka akan meracuni makananku,” ujar Park Yiseo. Dia memalingkan tatapan. Menatap keluar jendela kaca yang membentang luas di sampingnya. Bangunan-bangunan terlihat lebih kecil. Selain langit jingga dihiasi awan putih yang mulai memudar.
Kim Jangmi tentu mengerti dengan benar maksud perkataan Park Yiseo. Memang gadis itu tak terbiasa dengan orang asing. Selain kepala pelayan rumahnya dulu. Wanita setengah baya yang dipanggil nyonya Joo. Hanya dia yang bisa mengerti segala kebutuhan nona Park yang terhormat dan gadis itu juga menghormati nyonya Joo melebihi ibunya.
“Terakhir kali nyonya Joo bilang akan mempersiapkan dirinya. Dia bilang butuh waktu, tapi dia juga berjanji jika dia akan mengunjungi Anda,” ujar Kim Jangmi.
Mulut Yiseo terbuka melepaskan desahan panjang. Ia menepuk kedua paha lalu bangkit dari tempat duduknya. “Ya sudahlah,” kata gadis itu. “kita tunggu saja bibi Joo dan pasukannya. Sementara itu kau yang siapkan sarapanku. Tidak perlu yang susah-susah. Cukup kau siapkan youghurt dan es krim. Sedikit sereal.” Park Yiseo berucap dengan gestur. Mengecilkan mata di antara ibu jari dan telunjuk yang menempel. “Kita belanja hari ini.” Lanjutnya.
Ada senyum di wajah gadis itu saat ia menutup kalimatnya. Sehingga Kim Jangmi juga membalas senyum sang nyonya.
“Baik Nona,” kata lelaki itu.
“Oh ya, aku juga butuh seragam baru. Aku butuh banyak seragam. Hari ini kita belanja,” ujar Park Yiseo.
Kim Jangmi mengerutkan dahi saat melihat senyum yang tak pudar di wajah Park Yiseo. Ini jarang terjadi. Majikannya itu tak pernah tersenyum sesumringah ini. Jika dikaitkan dengan perkataan Choi Yong Do, sudah pasti ada sesuatu yang terjadi kepada Park Yiseo dan Kim Jangmi yakin itu. Namun, sepertinya majikannya itu baik-baik saja. Sekarang dia tersenyum lebar.
‘Apa ini hanya firasatku saja, ya?’ batin Kim Jangmi. Terakhir kali dia melihat senyum seperti itu sudah lama sekali. Park Yiseo masih belia saat itu dan … hal terakhir yang Jangmi ingat adalah ….
“Tidak,” gumam Kim Jangmi. Seketika matanya melebar dengan tatapan yang berubah horor. Lelaki itu memandang punggung sang majikan yang semakin bergerak menjauhinya.
“Semoga saja tidak.” Kim Jangmi terus bergumam dan seketika dia menjadi sangat takut. “Jangan sampai kejadian itu terulang lagi.”
___________________