21. Play Victim

1233 Kata
Satu hari lagi di sekolah baru. Entah secara kebetulan atau memang takdir yang selalu membuat mereka bertemu. Park Yiseo dan Choi Yong Do selalu datang sepuluh menit sebelum bel pertama berbunyi. “Yiseo!” Park Yiseo memutar tubuhnya ke arah suara yang baru saja memanggilnya. Gadis itu menyunggingkan senyum saat melihat seorang pria berambut pirang sedang melambaikan tangan sembari berjalan penuh percaya diri ke arah Yiseo. Kaca mata hitam yang bertengger pada batang hidungnya, membuat lelaki muda itu terlihat semakin tampan. Namun, sebenarnya Park Yiseo sedang mendecih dalam hati. ‘Apa-apaan penampilan itu. Norak! Dia tidak punya mata apa?’ batin Yiseo. Ada lagi seorang pria yang sempat-sempatnya menoleh ke arah di mana mata Yiseo tengah memandang. Lelaki Choi tersebut ikut mendecih saat menatap si pria dalam balutan overcoat cokelat dan kaca mata hitam. ‘Apa-apaan penampilan itu. Kampungan! Apa di rumahnya tidak ada kaca? Dasar Kangguru!’ batin Choi Yong Do mencemooh. Ia pun menggoyangkan kepala lantas kembali mengambil langkah. Meninggalkan Park Yiseo bersama si penguasa sekolah bernama Nicholas Hamilton. “Bagaimana kabarmu?” tanya Nick. Dengan gampang ia menaruh tangannya di atas pundak Yiseo lalu menarik gadis itu ke arahnya. Park Yiseo mengernyit. Namun, secepat kilat ia memperbaiki mimik wajahnya dengan memasang senyum ramah. “I’m good,” kata Yiseo. “Oh ya, besok kan weekend. Bagaimana kalau kita hangout? Kau belum pernah berkeliling Melbourne, kan?” Park Yiseo memilih untuk diam selama beberapa menit. Keningnya mulai mengerucut ke tengah, tampak sedang berpikir. “Ummm …,” gumam Yiseo. Ia kemudian memutar pandangannya pada Nick. “Boleh,” kata Yiseo. Seketika wajah Nick berubah sumringah. “Really?” tanya Nick begitu antusias. “Hem,” gumam Yiseo sambil mengangguk. Park Yiseo memang butuh seseorang untuk bisa diajak hangout di akhir pekan. Tidak mungkin dia memanggil Choi Yong Do. Oh, tidak tidak. Sudah jelas kalau itu ide buruk. Dunia akan runtuh kalau Park Yiseo memohon. Apalagi pada seorang lelaki Choi bernama Yong Do. Itu tak akan terjadi sampai kapan pun. Mereka berhenti di depan lift, lantas Yiseo bersiap untuk memutar lutut dan menaiki lift. Namun, Nick menahan tangan Yiseo agar tetap di sampingnya. “Mau ke mana?” tanya Nick. “Kelas,” jawab Yiseo santai. “Untuk apa menyusahkan dirimu naik tangga. Ayo,” ucap Nick sambil mengedikkan kepala, menunjuk pintu lift di depan mereka. Sudut bibir Yiseo naik membentuk seringaian. Ia tak ingin melewatkan kesempatan ini. Bagi Yiseo, masuk ke dalam lift itu merupakan sebuah prestasi. Ya. Sudah pasti sebentar lagi dia akan menjadi salah satu anggota murid eksekutif. Park Yiseo pun mengikuti Nick ke dalam lift. Namun, sebelum pintu lift tertutup tiba-tiba saja seseorang menjulurkan tangan. Membuat pintu lift kembali terbuka. Tampak tiga orang gadis berdiri di depan pintu. Seketika Nick mengerutkan dahi. Ia memandang satu per satu gadis itu dan perhatiannya tertuju pada salah seorang gadis yang sedang memakai gips di tangan. “Tanganmu kenapa, Cardi?” tanya Nick. Tampak gadis itu mendengkus. Ia tak menjawab ucapan Nick dan malah memberikan tatapan membunuh pada si gadis berambut panjang curly yang berdiri di samping Nick. Lelaki itu ikut memutar pandangannya pada Yiseo. Sementara raut wajah Yiseo terlihat begitu tenang. Setenang ia membawa kedua tangan kemudian melipatnya di depan da’da. “Kau ada masalah denganku, Cardi?” tanya Yiseo. Suaranya sangat tenang. Seketika membuat Cardi terintimidasi. Sementara Jase tampak sangat takut. “Arghhh!” teriak Jase. Gadis itu maracau kesal. Napasnya berembus kasar. Ia langsung memutar tubuh. Mengentak-entakkan kaki sambil berjalan meninggalkan koridor lantai satu. Cardi menyusulnya sementara Lucy bertahan di depan lift sembari memberikan tatapan mematikan pada Park Yiseo. “Ada apa ini?” tanya Nick. Nadanya naik setengah oktaf. Park Yiseo memutar pandangannya pada Nick. “Sepertinya aku tak pantas menggunakan lift ini,” ucap Yiseo. Nick mendesah kasar. “Oh … sepertinya aku tahu apa yang terjadi,” kata lelaki itu. Ia memutar pandangan. Menatap si gadis blonde yang masih berdiri di depan lift. “kau tidak perlu merasa tak enak hati, Yiseo. Yang berhak menentukan siapa yang pantas atau tidak di sekolah ini adalah aku.” Manik mata Lucy masih mematri tatapan pada iris hitam milik Yiseo. Sehingga gadis itu bisa melihat sudut bibir Park Yiseo yang makin naik membentuk senyum miring. Nick tak berucap lagi. Ia memanjangkan tangan menekan tombol tiga. Tubuh Lucy membeku di depan pintu lift. Sehingga ia hanya bisa mematung sambil menatap senyum miring si gadis Korea yang kini sedang mengacungkan jari tengahnya. “Haahhhh ….” Nick mengembuskan napas panjang dari mulut. “Ada-ada saja,” ucapnya. Ia kembali memandang Yiseo dan gadis itu kembali memberikan senyum manis padanya. “mereka selalu seperti itu saat melihat anak baru di sekolah ini.” Ada sesuatu dalam ucapan Nick yang membuat Park Yiseo penasaran. Dan di lain sisi dia menjadi sangat antusias. ‘Hemm … aku bisa mendapat banyak informasi dari Nick,’ batinnya. “Apa mereka merundungmu?” tanya Nick. Park Yiseo memanyunkan bibir. Seketika raut wajahnya berubah sendu. Ia pun menunduk, lalu mulai memilin-milin jarinya. Nick menghela napas panjang kemudian mengembuskannya dengan cepat. Lantas pria itu berdecak kesal. “Sudah kuduga,” gumam Nick. “kau tidak perlu khawatir, Yiseo. Selama ada aku, tak akan ada yang berani merundungmu.” Park Yiseo langsung mendongak. Seketika wajahnya berubah. Terlihat sangat ketakutan. Dia meraih lengan Nick sehingga pria itu bisa merasakan keringat dingin pada telapak tangan Yiseo dan juga getaran dari tangan itu. “Benarkah?” tanya Yiseo. Sukses memasang wajah penuh cemas. “Hem,” gumam Nick. Ia mengangkat tangan, meraih tubuh Yiseo lalu memeluknya dari samping. “kau tidak perlu khawatir, Yiseo. Aku akan menjagamu.” “Kau janji?” Suara Yiseo menjadi sangat pelan. “Ya,” kata Nick. “aku janji.” Lanjutnya. Seketika Park Yiseo tersenyum iblis dalam pelukan Nicholas Hamilton. “Terima kasih, Nick.” “Anytime, Yiseo.” Park Yiseo menarik setengah alisnya ke atas. Senyum miringnya makin berkembang di wajah cantik itu. Ia berhasil melakukan trik-nya. Play victim. Dengan bergabung di kubu Nick, Park Yiseo bisa mendapatkan banyak keuntungan. ‘Well, takdir memang selalu berpihak padaku. Buktinya, aku bisa menghajar dua jalang blonde itu. Jika pun Cardi dan Jase melaporkan aku, maka aku punya alibi yang kuat. Hemmm … menyenangkan. Sepertinya aku akan seratus kali lebih menyukai sekolah ini dibandingkan sekolah lamaku.’ Park Yiseo menarik dirinya dari dalam pelukan Nick. Ia mendongak. Menatap senyum di wajah Nick. ‘Well, sepertinya aku akan mempertimbangkanmu, Nick. Tampaknya kau akan sangat-sangat berguna untukku,’ batin Yiseo. Ia memberikan senyum terbaiknya untuk Nick. Tepat saat itu juga pintu lift terbuka dan dengan sangat berani Nicholas Hamilton meraih tangan Park Yiseo lalu menggenggamnya dengan erat. Sementara ia menaruh tangan kanannya ke dalam saku celana. Mereka berjalan sangat percaya diri menyusuri lorong di sepanjang lantai tiga. Tanpa memperdulikan tatapan-tatapan dari para siswa dan siswi yang tampak sangat terkejut melihat kedekatan Nick dan Yiseo. Namun, ada salah satu dari para murid itu yang merasa jengkel melihat kedekatan mereka. Ia pun mendengkus. “Cih!” Tanpa sadar decihan halus mengalun pelan dari bibirnya. ‘Bodoh! Choi Yong Do yang bodoh. Untuk apa kau mengkhawatirkan gadis itu. Lihat bagaimana senyumnya saat ini. Lagi pula ada Nick di sampingnya. Siapa kau berani-beraninya mengkhawatirkan Yiseo? Sebaiknya buang jauh-jauh pikiran itu, Yong Do.’ Lelaki Choi itu membatin. Seolah-olah tak peduli, tapi sebenarnya hatinya cukup terluka. Namun, ia berpura-pura. Berusaha mencari alasan untuk menutupi setitik rasa yang ia sendiri tak mengerti mengapa ia harus merasakannya dan apa maksud perasaan itu sebenarnya. _____________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN