TAK
Park Yiseo menutup mata dan refleks menahan napasnya selama beberapa detik, lantas gadis itu mengembuskan napasnya dengan desahan kasar. Gadis itu membuka mata dan langsung melayangkan tatapan membunuh kepada seseorang yang dengan berani menutup loker milik Yiseo dengan kasar.
“What the hell wrong with you?!”
Pertanyaan itu keluar di antara gigi yang terkatup. Bola mata Park Yiseo membulat sempurna dengan nyala api yang siap menghanguskan pria di depannya saat ini juga. Namun, sang pria malah menanggapinya dengan santai. Ujung bibir pria itu terangkat, kini membentuk seringaian.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Yiseo. What the hell happened with you.”
Mulut Yiseo terbuka melepaskan desahan kasar. Ia membanting tubuhnya ke depan loker. Melilit kedua tangan di depan da’da, lantas mendengkus. Gadis itu membuka bola mata dan kembali menatap pria berambut blonde di depannya.
“Aku tidak perlu menjeleskan apa pun padamu, Nick. Karena nyatanya kamulah yang berhutang penjelasan padaku,” kata Yiseo.
Pria bermata biru itu mengernyit, bingung. “Maksudmu?” tanya Nick.
Park Yiseo terkekeh sinis. “Come on, Nick. Aku paling tidak suka menjeleskan sesuatu pada seseorang yang terlihat tidak cukup bodoh untukku,” kata Yiseo. Oke, kalimat sarkasme-nya muncul.
Sekilas, terlihat mata Nick menyipit. Pria itu menyandarkan siku tangannya ke depan lorker.
“Do you think I’m stupid?” Nicholas bertanya dengan nada rendah.
Park Yiseo memasang senyum yang terlihat sangat dipaksakan. “Not,” kata gadis itu. Dia mencondongkan wajah lalu kembali berucap, “but you’re borderline idiotic.”
Seketika wajah Yiseo berubah dengan ekspresi datar. Gadis itu langsung memutar tubuh dan meninggalkan loker.
Nicholas mendengkus. Pria itu menarik dirinya dari permukaan loker dan mengambil langkah panjang, menyusul Park Yiseo.
“Oke, aku minta maaf,” kata Nick. Dia mengambil langkah di depan Park Yiseo. Memuatar tubuh menghadap gadis itu dan sambil berjalan mundur. “apa pun itu. Walau pun aku tidak tahu kesalahan apa yang sudah kuperbuat padamu.”
Park Yiseo menghentikan langkahnya. Gadis itu tertawa sinis. Memutar bola mata jengah, sebelum kembali menatap Nicholas.
“Seriously?” Park Yiseo memandang pria itu dengan dahi terlipat dan pandangan tidak bersahabat. “Kau memaksaku untuk terus minum. Apakah kau bisa jelaskan bagaimana aku bisa sampai ke apartmenku?”
Tampak Nicholas mengernyit. “Ya. Karena aku mengantarmu dan seperti sebelumnya, bodyguard mu mencegatku,” ujar Nicholas.
“Kalau begitu jelaskan mengapa aku sampai tidur di-“
Otaknya cepat menyentak kesadaran pada Park Yiseo. Menegur gadis itu untuk tidak melanjutkan perkataan atau akan timbul gosip besar di sini. Park Yiseo mendengkus dan membuang muka. Mulutnya kembali terkatup dan tampak rahangnya mengencang.
“Lupakan!” desis Yiseo. Matanya kembali memberikan tatapan sinis sebelum kakinya melangkah.
“Yiseo!” seru Nicholas. “Ck!” Pria itu mengusap rambutnya dengan kasar lantas menggeram, “arrrghh!”
Nicholas tidak ragu untuk meracau. Dia benar-benar kesal. Namun, sejurus kemudian pria itu memutar tubuhnya dan seketika matanya menyipit. Tepat saat itu juga manik birunya menangkap visual seseorang yang layak untuk menjadi pelampiasan amarahnya. Tangan Nicholas mulai mengepal pada kedua sisi tubuhnya. Rahangnya ikut mengencang. Sambil mengertakan gigi, Nicholas mulai mengambil langkah menghampiri si pria Asia yang muncul entah dari mana. Sepertinya takdir memang mengirim pria itu tepat pada waktunya.
Seketika adrenalin Nicholas terbentuk. Serasa ada gelenyar panas yang menjalar cepat ke seluruh pembuluh darah dan berhenti di jantung, membuatnya berdetak dua kali lebih cepat.
“Hey, Dude.”
“Hey, Pete.”
Senyuman di wajah putih dan tampat milik seorang pria Asia, membuat emosi dalam diri Nicholas makin meledak-ledak. Wajahnya menjadi merah padam. Napasnya semakin berembus kasar. Pria itu makin tak sabar menghampiri si pria Asia yang kini berdiri di depan loker.
Pete yang berdiri di depan Choi Yong Do bisa melihat dengan jelas perubahan ekspresi di wajah Nicholas. Sehingga pria itu mengerutkan kening. Nalurinya bagai menangkap aura menyeramkan dari pria bermata biru yang kini mendekat sangat cepat.
“Pete?” panggil Yong Do.
Melihat temannya yang melongo tanpa sebab, membuat Choi Yong Do memutar tubuhnya dan tepat saat itu juga sebuah kepalan tangan melayang ke arahnya.
“NO, YONG DO!”
BUK
Kepalan tangan yang terayun ke udara itu, mendarat tepat sasaran. Wajah Choi Yong Do terlempar, lalu mendarat di depan loker hingga menimbulkan bunyi yang membuat semua orang sontak memusatkan atensi mereka.
“HEY!” Pete berteriak. Sekilas dia memberikan tatapan nyalang pada Nicholas, lantas menunduk meraih tubuh Yong Do.
Nicholas belum cukup puas. Dia tidak ingin berhenti sampai dengan cepat. Pria itu bergerak cepat meraih kerah kemeja Choi Yong Do dan kembali mengayunkan kepalan tangannya ke wajah Choi Yong Do.
“Hey, Nick! What are you doing!” Pete berteriak panik. Pria itu berusaha menahan tangan kanan Nicholas yang terus bergerak, tetapi entah kekuatan seperti apa yang dimiliki Nicholas sehingga dia bisa menjadi begitu kuat. Sampai mampu mendorong Pete dan membuat tubuhnya terlempar.
“Nick, apa yang kau lakukan,” kata Yong Do. Dia berusaha untuk menangkis pukulan Nicholas, tetapi pria itu malah semakin gencar memukulnya.
“Kenapa?” desis Nick. “Kau keberatan? Kalau begitu lawan. Lawan aku! Berdiri dan coba lawan aku!”
Bagai seekor hewan buas, Nicholas menjelma seperti monster berdarah predator. Yang ada dalam benaknya saat ini hanyalah untuk menghabisi Choi Yong Do.
“Nick, stop. Please!” ucap Yong Do.
“Kau ingin aku berhenti? Kau ingin aku berhenti, Bede’bah? KAU INGIN AKU BERHENTI?” teriak Nick tanpa menghentikan pukulannya. “Kalau begitu kau harus melawanku. Coward ASIANA!” Nicholas semakin brutal menghantam wajah Yong Do dengan kepalan tangannya.
Sementara orang-orang di sekitar mereka tidak ada yang berani mendekat. Tak ada satu pun, sebab mereka tidak ingin membahayakan diri sendiri. Sehingga para remaja itu memilih untuk menonton sambil sesekali berdecak iba.
“Apa yang kalian lihat, hah?” teriak Peter. Dia menahan cidera di lengannya sambil memandang orang-orang di sekitarnya. “Cepat panggilkan guru untuk melerai mereka!” titah Pete.
Beberapa orang terlihat mulai membubarkan diri mereka. Yang lain tergugah untuk memanggil guru. Sementara ada tiga orang gadis yang tampak menyeringai menyaksikan perkelahian di depan mereka.
“Hem … memang sulit jika terjebak cinta segi tiga,” gumam salah satu dari tiga gadis tersebut.
Temannya mendecih halus. “Kau tidak ingin melerai salah satu dari mereka untuk tidak membunuh biasmu? Bukankah kau mengaggumi pria itu?” tanya si gadis berambut merah.
“Hah! Serously?” Gadis berambut blonde curly itu menatap temannya dengan pandangan sinis. “Aku? Lucy Bannett, mengaggumi pria seperti itu?” Ujung bibir Lucy naik. Dia menggelengkan kepala.
“Seorang introvert dan pecundang. Cih! Masuk daftar saja tidak,” kata Lucy.
“Well, tapi kau pernah menyukainya, kan?” Jase ikut bersuara.
Sambil terus menyeringai, Lucy memalingkan wajahnya pada Jase. “At the first time he came to our class? Yes,” kata Lucy. “Tapi sekarang tidak. Asian is Asiana hao!
Jase dan Cardi ikut menyeringai. Sambil bersedekap, tiga orang gadis itu kembali membawa atensi mereka pada dua orang pria di depan loker.
“Nick, stop!” teriak Pete. Pria itu berusaha untuk bangkit, tetapi lengannya cedera. Sehingga ia hanya bisa berdecak di atas lantai.
“NICK!” Dan terus berteriak. “HELP … SOMEBODY HELP!”
Darah mulai mengucur dari hidung Choi Yong Do dan hal itu membuat Nicholas tertawa rendah, tetapi dia tidak menghentikan pukulannya.
“Mati kau! Kau akan mati di tanganku,” desis Nicholas.
Kepalan tangannya semakin mengencang dan ia kembali mengangkatnya tinggi-tinggi. Berharap yang satu ini akan menjadi pukulan terakhirnya dan membuat pria berwajah Asia itu mati, tetapi semua itu salah saat seseorang dengan berani menangkis pukulan Nick.
Sepasang mata biru itu melebar. Wajahnya yang bergetar, lantas mulai berputar. Sekilas menatap pergelangan tangannya yang berada di dalam cengkraman tangan seseorang. Kemudian dengan cepat Nicholas mengarahkan tatapan nyalangnya kepada si pemilik tangan itu.
“Berani-beraninya, ka-“
Ucapan Nicholas terhenti sewaktu ia menatap sepasang manik berwarna hitam yang kini terlihat membesar dengan nyala api yang berkilat-kilat di sana.
“Berani-beraninya kau melukai temanku,” desis gadis bermata bulat dengan manik hitam itu.
Nicholas tidak dapat berucap, tetapi embusan napas panjang nan kasar itu sanggup menjelaskan emosinya saat ini. Dia menarik tangannya dari cengkraman sang gadis, tetapi usahanya sia-sia. Sehingga untuk sekelebat, Nicholas menjadi sangat heran. Bagaimana bisa seorang gadis bertubuh mungil punya kekuatan seperti sekarang ini.
“Kau mau tahu mengapa aku tidak ingin bertegur sapa lagi denganmu?” tanya gadis itu. Pandangannya semakin menikam. Serasa membunuh. Dan cengkraman tangannya makin mengencang.
Da’da Nicholas naik turun dan hidungnya kembang-kempis. “Lepaskan, aku!” desis Nick.
Sang gadis menggeleng. “Kau. Dan seluruh teman-temanmu. Semuanya munafik. Kalian tak lebih buruk dari monster dalam balutan baju mewah,” kata gadis itu. Dia langsung mengempaskan tangan Nicholas dengan kasar.
Pria bermata hijau dengan rambut blonde itu mendesis rendah. Tangan kananya terasa kebas dan pundaknya terasa berat. Dia langsung memutar wajahnya. Pria itu memandang si gadis yang kini menghampiri Choi Yong Do yang kini bersimpuh di lantai dengan darah yang terus mengucur dari hidung dan bibirnya.
“Park Yiseo!” teriak Nick. “berani-beraninya kau berbuat seperti ini padaku setelah aku memberimu posisi di sekolah ini.
Park Yiseo tak ingin repot-repot menggubris teriakan Nicholas. Tidak penting. Baginya, kondisi Choi Yong Do jauh lebih memprihatinkan. Peter juga berusaha untuk bangkit dari atas lantai.
“Hei, Yong Do.” Park Yiseo memutar tubuh Yong Do. Dilihatnya wajah pria itu yang kini babak belur. “Oh, crap!” Yiseo bergumam. Dia langsung meraih tangan Yong Do lalu meletakannya di atas pundaknya.
Gadis itu menggeram rendah di kerongkongan. “Sial, tubuhmu berat juga,” gumam gadis itu. Beski begitu, dia tetap berusaha mengangkat tubuh Yong Do.
Peter juga tidak ingin tinggal diam. Melihat keadaan Yong Do, membuat Pete berinsiatif untuk langsung meraih satu tangan Yong Do. Dia juga memberikan anggukkan kepala kepada Park Yiseo.
“Thanks,” kata Yiseo.
“YISEO!” Nicholas masih berteriak. “Berhenti, dasar jalang!”
Park Yiseo benar-benar tidak mau ambil pusing dengan teriakan Nicholas. Sikap yang ditunjukan Park Yiseo membuat Nicholas geram. Wajahnya terlihat seperti seekor singa jantan yang siap menerkam lawan. Pria itu mengambil langkah panjang menghampir Park Yiseo. Dengan kasar Nicholas meremas pangkal bahu Yiseo. Membuat wajah gadis itu berubah seketika.
“Oh my God! It’s gonna be fun,” gumam Lucy.
“No. It’s gonna be a big demage,” timpal Cardi.
“No.” Jase ikut bergumam. Cardi dan Lucy menggerakkan wajah mereka, memandang Jase. “Ini … bencana.” Lanjut Jase tanpa melepas tatapan dari wajah Park Yiseo.
“Dasar jalang tidak tahu diri. Sudah bagus kau diberi tempat di sini. Dasar tidak tahu terima kasih. Bagusnya kau dan temanmu sesame Asia ini kubuat mati. Dasar ASIANA!”
Ada sesuatu dalam ucapan Nicholas yang membuat Park Yiseo terpaksa melepaskan rantai yang mengurung iblisnya. Saat Nick memutar pundak Yiseo dengan kasar, di saat itu juga Park Yiseo melayangkan kepalan tangannya ke udara.
BUK
Satu pukulan telak itu sanggup membuat wajah Nicholas berputar menabrak angin lalu mendarat di dinding. Semua orang melebarkan mata. Memandang Park Yiseo dengan wajah tercengang.
“Damn it! Bagaimana seorang gadis bisa memiliki kekuatan seperti itu,” gumam salah seorang murid.
“Aku tidak tahu, tapi yang jelas dia sedang melibatkan dirinya dalam masalah besar,” sahut temannya.
“Arrrghhhh … son of a b***h!” geram Nicholas. Dia memutar wajah. Pria itu hendak berdiri, tetapi mendadak dia kehilangan kekuatannya. Sehingga yang bisa dilakukan Nicholas hanyalah menggeram di atas lantai.
“Dasar jalang! Awas kau!”
Park Yiseo kembali memutar tubuhnya dan meraih tangan Yong Do. “Tunjukan di mana kliniknya,” kata Yiseo. Seketika wajah gadis itu kembali tak berekspresi.
Semua pasang mata masih memusatkan atensi mereka pada Park Yiseo. Terdengar decakan bibir dari mereka.
“You in trouble now.”
Sementara yang lain mendesis dengan tatapan sinis.
“I don’t fu’cking care!” balas Yiseo.
_________________