47. Eomma

2069 Kata
“Apa?!” Goo Hae Young memekik. Refleks, wanita itu mencondongkan tubuhnya ke depan. Napasnya kembali berembus kasar sedangkan matanya terbelalak dan ada sesuatu yang serasa meremas jantungnya ketika mendengarkan ucapan dari gadis remaja di depannya. “Mom!” Choi Yong Do mendengkus saat ibunya mengangkat tangan kiri. Menyuruh Choi Yong Do untuk diam. Sementara pandangan Goo Hae Young ada pada si gadis yang kini menundukkan kepalanya. “Ya,” kata Park Yiseo sekali lagi. Sekilas, gadis itu mendongakkan kepala. Menatap wanita di depannya. Namun, saat melihat tatapan nyalang Goo Hae Young, membuat Park Yiseo kembali menundukkan kepalanya. “Kami memang ke sana, tetapi kami tidak pergi bersama. Aku pergi bersama Nicholas.” Lanjut Yiseo. “Dan aku pergi bersama Peter,” sambung Yong Do. Untuk beberapa detik, Goo Hae Young terdiam tanpa respon. Lalu perlahan-lahan, wanita itu mulai menghela napasnya. Terdengar decakan bibir dari Goo Hae Young dan saat Choi Yong Do mendongak, dia bisa melihat bagaimana kedua tangan ibunya meremas ujung armrest. Dari ekspresi yang ditunjukan Goo Hae Young, Choi Yong Do bisa menangkap getaran khawatir yang terlalu besar di sana. Sekaligus perasaan kecewa. Hal itu membuat Choi Yong Do mendesah dan wajahnya berubah menjadi murung. Ia pun menundukkan kepala. Tak berani lagi menatap sang ibu. “Maafkan aku, Bu. Aku telah mengecewakanmu, tetapi kami benar-benar tidak melakukan apa-apa,” ucap Choi Yong Do dengan nada pelan. Goo Hae Young masih belum merespon. Wanita itu tengah berusaha menenangkan pikirannya. Membujuk emosi dalam dirinya untuk tidak meledak. Ya Tuhan! Goo Hae Young hanya terlalu terkejut. Mengetahui putranya pergi ke frat party dan pulang dengan keadaan mabuk. Lebih parah lagi, dia tidak mengingat apa yang terjadi antara dirinya dengan Park Yiseo. “Oh … crap!” Goo Hae Young menjatuhkan wajahnya ke atas telapak tangan. Tubuhnya membungkuk dengan kedua siku tangan berada di atas paha. “Mom, aku minta maaf.” Dan sedari tadi hanya kalimat permohonan maaf yang terus dilontarkan Choi Yong Do. Dia sendiri tidak mengerti bagaimana harus menjelaskan situasi irasional yang sedang terjadi. Semenatara itu, di samping Choi Yong Do, ada Park Yiseo yang kini tampak menarik napas dalam-dalam. Kedua telapak tangannya masih menempel di depan lutut, gadis itu mulai menarik punggung dan menegakkan badannya. “Nyonya Choi,” panggil Yiseo. Goo Hae Young belum merespon. Dia sibuk berkutat dengan batinnya. “Aku sangat minta maaf. Aku benar-benar gadis yang lancang. Semua ini salahku dan aku menerima apa pun konsekuensi yang akan kudapatkan, tetapi satu hal yang aku mohon padamu.” Park Yiseo bangkit. Dia berjalan mengitari meja. Sementara Choi Yong Do mendongak. Matanya mengikuti ke mana arah langkah Park Yiseo. Sejurus kemudian bola mata cokelat milik Choi Yong Do melebar saat melihat apa yang dilakukan Park Yiseo. “Yiseo!” Choi Yong Do menjulurkan tangan. Matanya makin terbelalak. Menyaksikan bagaimana Park Yiseo menjatuhkan tubuhnya di depan kaki Goo Hae Young. Bukan hanya berlutut, tetapi dia membungkukkan badannya sampai kepalanya nyaris menyentuh permukaan lantai. “Nyonya Choi, kumohon maafkanlah aku. Maafkan aku, Nyonya Choi.” Seketika Goo Hae Young menarik wajahnya yang menempel dengan telapak tangannya. Wanita itu melesak dari tempat duduknya. Tangannya langsung meraih kedua sisi lengan Yiseo. “Nona Park, apa yang kau lakukan. Berdirilah,” kata Goo Hae Young. Suaranya berubah lembut dan terdengar ada getaran di sana. Tak dapat dipungkiri jika wanita itu tersentuh dengan sikap Park Yiseo. Melihat bagaimana wajah sendu gadis itu, membuat hati Goo Hae Young mencelos perih. Nalurinya sebagai seorang ibu sanggup menangkap guratan penyesalan yang tulus di wajah dan juga pada ucapan yang terus dilontarkan oleh Park Yiseo. Dengan kedua matanya, Goo Hae Young melihat bagaimana bibir Park Yiseo yang bergetar. Jelas dia bukan hanya menyesal, tetapi juga ketakutan. “It’s okay,” ucap Hae Young. Sambil memegang tangan Park Yiseo, dia membawa gadis itu duduk di atas sofa persegi panjang. Park Yiseo berusaha keras menahan air mata dengan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Park Yiseo tidak ingin makin memperlihatkan kelemahannya, tetapi seperti ada dorongan dalam dirinya yang memaksa sisi lemah itu semakin muncul ke permukaan. Sehingga Park Yiseo tidak punya pilihan lain. Dengan bibir yang bergetar itu, Park Yiseo membiarkan cairan bening yang sejak tadi berusaha ditahannya tumpah membasahi wajahnya. Tubuhnya ikut bergetar, membuat Goo Hae Young refleks menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Suara Park Yiseo terdengar begitu lirih. Dan juga nelangsa. Ini jelas bukan air mata buatan. Bukan tangisan yang memohon belas kasihan, tetapi sebuah tangisan sebagai bentuk pengungkapan dari rasa sakit yang telah lama dipendamnya. “It’s okay,” gumam Hae Young. Wanita itu menepuk-nepuk pundak Park Yiseo sambil terus memeluknya. Dia sendiri bisa merasakan bagaimana Park Yiseo menggenggam lengannya dengan erat. “Eomma ….” Park Yiseo menangis sesegukan sambil menggumamkan kalimat tersebut, ibu. Perasaan emosional telah menguasainya, sehingga Park Yiseo tidak menyadari jika barusan dia bergumam. Gadis itu hanya ingin menangis. Tidak peduli apakah yang sedang memeluknya adalah wanita asing. Bukan bibi Joo yang selalu menjadi tempat curahan hatinya. Namun, satu hal yang pasti. Pelukan wanita di depannya ini sanggup memberikan ketenangan. Seakan-akan Park Yiseo bisa bebas mencurahkan seluruh perasaannya kepada Goo Hae Young. “Tidak apa-apa. Aku tidak marah. Aku juga tidak akan bilang apa pun pada ayahmu. Menangislah, tetapi jangan takut. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun,” ucap Hae Young. Didorong oleh instingnya, wanita itu memberikan kecupan pada puncak kepala Yiseo. Hal yang bahkan tak pernah dilakukan Goo Hae Young pada kedua anaknya. Sebab selama hidupnya, Goo Hae Young tidak pernah melihat Choi Yi Ahn dan Choi Yong Do menangis seperti yang sedang dilakukan oleh Park Yiseo. Hal itu, membuat Goo Hae Young berasumsi, jika mungkin gadis ini memiliki tekanan yang begitu berat. Mengingat juga bagaimana Park Yiseo memohon-mohon supaya Goo Hae Young tidak melaporkan kejadian ini kepada ayah Yiseo, semakin memperkuat asumsi Goo Hae Young. Wanita itu memalingkan wajah. Menatap sang putra yang kini memasang tampang sendu. Choi Yong Do menganggukkan kepalanya. Entah mengapa, Goo Hae Young jadi ingin tersenyum sendu. Dia menundukkan kepala. Dengan ragu-ragu, tangannya memanjat punggung Park Yiseo, lantas mengusap punggung gadis itu dengan lembut. Lama kelamaan, tangisan Park Yiseo mulai mereda. Walau masih sesenggukan, Park Yiseo berusaha untuk menenangkan dirinya. Gadis itu menarik tubuhnya dari dalam pelukan Goo Hae Young. Park Yiseo menyeka air mata di wajahnya. “Ma- af,” ucap Yiseo. Suaranya gagap dan bergetar. Sambil tersenyum sendu, Goo Hae Young mengangat tangan, mengusap lengan Park Yiseo dengan gerakan lembut. “It’s okay, Nona Park. Aku tidak bermaksud membentakmu,” kata Hae Young. Dia memutar wajah. Menatap putranya. “Orang tua mana yang tidak panik sewaktu mencium bau alkohol dari napas anaknya. Terlebih ….” Goo Hae Young sengaja tidak meneruskan ucapannya. Dia memilih untuk mendelikkan kedua keningnya. “Sudahlah. Jika kalian berkata tidak ada apa-apa yang terjadi di antara kalian, maka aku akan percaya.” Lanjut Hae Young. Ada desahaan panjang yang terdengar. Namun, Goo Hae Young tidak berusaha untuk mengulik kejadian yang telah dialami oleh dua remaja itu. Sebab Goo Hae Young tak bisa memaksa mereka menceritakan semuanya di saat kedua remaja tersebut tidak mengingat apa pun. Park Yiseo memberanikan diri untuk menatap wajah wanita di depannya. Refleks, Goo Hae Young meraih sebelah pipi Park Yiseo, lantas mengelusnya dengan lembut. Park Yiseo kembali menundukkan kepalanya. “Terima kasih, Nyonya Choi. Anda sangat baik. Aku sangat tidak pantas menerima kebaikan Anda,” ucap Yiseo. Ada sesuatu dalam ucapan Park Yiseo yang membuat Goo Hae Young tersentuh. Terlebih saat dia mengucapkan kalimat barusan dengan bahasa Korea yang khas santun. Ada dialek dan kalimat sendiri yang dikhususkan untuk berucap kepada orang yang lebih tua dan Park Yiseo melakukannya dengan sangat baik. Semua itu membuat Goo Hae Young yakin kalau gadis di depannya ini adalah gadis yang sopan. Hanya saja, dia memang memiliki kepribadian yang sulit dimengerti. Sama seperti putranya, Choi Yong Do. “Tidak masalah, Nona Park.” “Yiseo,” katanya. Park Yiseo mendongak. “Yiseo saja.” Lanjutnya. Senyum Goo Hae Young semakin melebar. “Yiseo,” ucap Hae Young. Park Yiseo tersenyum mendengar wanita di depannya memanggil namanya. Goo Hae Young menunduk dan meraih kedua tangan Park Yiseo. Goo Hae Young membungkus tangan gadis itu dengan kedua tangannya. Sedikit ragu-ragu untuk menatap Goo Hae Young, tetapi Park Yiseo sekali lagi berhasil mengalahkan gengsinya. Dia pun menatap sepasang manik berwarna cokelat di depannya. “Apa … kau bisa memanggilku ….” Ada jeda dalam ucapan Goo Hae Young sewaktu dia memutar pandangannya. Seakan-akan hendak meminta izin kepada putranya dan Choi Yong Do sangat peka dan cerdas sanggup menangkap isyarat mata dari ibunya. Pria itu mengangguk. Meminta sang ibu untuk meneruskan ucapannya. Lalu Goo Hae Young kembali menatap Park Yiseo. “Eumm … aku tidak keberatan kalau kau memanggilku Eomma,” ucap Goo Hae Young. Seketika mata sipit Yiseo melebar. Melihat ekspresi yang ditunjukan oleh Park Yiseo, membuat Goo Hae Young merasa kalau dia sudah keterlaluan. “A- ahm … maksudku, buat dirimu nyaman. Apa pun itu, terserah k-“ “Sungguh?” Goo Hae Young sedikit tersentak saat mendengar ucapan Park Yiseo barusan. Seketika wajah Park Yiseo menjadi begitu antusias. Ke mana perginya si gadis lemah yang semenit lalu menangis di dalam pelukan Hae Young? “Apakah aku bisa memanggil Anda, Eomma?” Sekarang dia semakin antusias. Bersamaan dengan itu, wajahnya juga makin ceria. Hal itu membuat Goo Hae Young ikut tersenyum. “Tentu,” jawab Hae Young. Entah apa yang membuat Park Yiseo merasa begitu senang. Ia sampai melompat dan meraih pelukan Hae Young. “Gomawo, Eomma.” Mendengar ucapan terima kasih dalam bahasa Korea itu semakin membuat Goo Hae Young merasa senang dengan pribadi Park Yiseo. Hanya dalam sepersekian detik, raut wajah yang tadinya terlihat nanar kini menjadi senyuman. Walau masih ada sisa-sisa air mata di sana, tetapi melihat bibir Park Yiseo tidak berhenti menyunggingkan senyuman, maka Goo Hae Young berharap jika gadis itu benar-benar bisa merasakan kenyamanan juga kebahagian. “All right, all right.” Goo Hae Young menabuh pahanya dengan semangat. “Menangis seharian akan membuat perutmu lapar. Aku akan ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk kalian,” ucap Hae Young. “Apa aku boleh membantu?” tanya Yiseo. “Eh?” Goo Hae Young dan Choi Yong Do mengernyit bersama. “Biarkan aku membantumu. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah baik hati padaku, Eomma.” Wajah Park Yiseo bak seekor kelinci dengan manik mata dilapisi cairan bening yang membuatnya terlihat gemas. Sehingga Goo Hae Young tidak sanggup menolaknya. “Oke,” kata Hae Young. Dengan semangat, Park Yiseo bangkit dari tempat duduknya. Sambil memegang tangan Goo Hae Young, gadis itu mengikuti wanita di depannya. Untuk pertama kalinya Park Yiseo merasa seperti berada di rumahnya sendiri. “Okay,” kata Hae Young. Mereka tiba di mini kitchen dan Goo Hae Young langsung membuka kulkas untuk melihat apa yang bisa dimasak. “Eummm ….” Goo Hae Young bergumam sambil menepuk-nepuk bibir dengan telunjuknya. Sejurus kemudian dia menoleh ke belakang. “Sepertinya tidak banyak yang bisa kita masak,” kata Hae Young. Park Yiseo tidak menjawab. Dia hanya mengedikkan kedua bahu dan memasang senyum simpul. Goo Hae Young kembali bergeming dan menatap kulkas. “Oke … kita punya rib eye, udang dan kimichi. Oh!” Wanita itu melebarkan mata. Dia melesat membuka kabinet. “Aku ingat jika minggu lalu aku menyetok pasta di sini. Aku bisa memasaknya lagi,” kata Hae Young. Wanita itu berjinjit untuk bisa mengambil pasta kering yang ia simpan di dalam kabinet. Melihat ibunya yang kesusahan, membuat Choi Yong Do berinisiatif untuk menolong sang ibu. Ia pun berdiri dan melesat menghampiri ibunya. Di saat bersamaan, Park Yiseo juga memiliki inisiatif yang sama untuk menolong Goo Hae Young. Dengan cepat, Park Yiseo mengambil langkah. Namun, niat baik kedua remaja itu tidak sebanding dengan keadaan dapur yang kecil. Mereka juga tidak melihat arah dan berlari begitu saja. Sehingga tanpa sengaja mereka pun bertabrakan. Lebih tepatnya, Park Yiseo yang menabrak Choi Yong Do. Tubuh Yiseo melayang ke udara dan dalam perpindahan detik yang sangat cepat dia mendarat di lantai. Park Yiseo refleks menutup matanya. Jantungnya berdetak cepat dan serasa menggedor da’da, akan tetapi entah mengapa Park Yiseo tidak merasakan sakit sama sekali. Kecuali bibirnya yang terasa basah. Perlahan-lahan, gadis itu mulai membuka kedua mata. Seketika dia terbelalak. “AAAAAA ….” Suara itu membuat Goo Hae Young menoleh. Tatapannya langsung terarah ke lantai di mana ada dua remaja yang tertidur di atas lantai dengan posisi yang …. “Oh, crap!” Goo Hae Young menunduk sambil menggelengkan kepalanya. __________________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN