Diraga menatap jam di dinding dengan tatapan puas. Ia sadar Bening tengah menunggunya di rumah. Perjanjian service potong hutang itu ternyata menimbulkan kompetisi yang panas antara Diraga dan Bening.
Ada rasa bangga dihati Diraga saat Bening bisa membaca maksud Diraga menarik ulur hubungan mereka. Ia senang memiliki istri yang cerdas dan bisa mengimbanginya. Melihat Diraga yang bersikap susah ditebak keinginannya tak menyurutkan semangat Bening untuk bisa semaksimal mungkin memanfaatkan hubungan intim mereka untuk bisa mengurangi hutangnya.
Awalnya Bening merasa kelimpungan karena Diraga yang ia anggap bernafsu besar, kini tampak tak tertarik untuk berhubungan intim dengan Bening. Mereka hanya melakukannya seminggu sekali bahkan dua minggu sekali. Kini Bening mengerti, Diraga tak ingin diatur dan ia yang ingin mengatur segala sesuatunya termasuk urusan ranjang.
Bening pun tak patah arang untuk bisa menaklukan suaminya. Walau Diraga hanya memintanya sesekali, tapi sekali itu pun Bening akan membuatnya menjadi berkali-kali. Bening benar-benar belajar dan mencari tahu dengan bertanya, browsing apa yang bisa membuat seorang pria terpuaskan oleh pasangannya.
Melihat sikap Bening yang buas, Diraga memutuskan untuk pindah rumah sementara dengan kembali ke rumahnya sendiri karena ia takut tak bisa mengendalikan dirinya dan akhirnya bertekuk lutut di kaki sang istri. Ia hanya datang jika ia sudah tak tahan ingin melampiaskan hasratnya.
Seperti hari ini, ia telah memberitahu Bening bahwa ia akan menginap nanti malam karena rindu pada kedua adik iparnya. Bening pun mengiyakan dan mengatakan bahwa mereka akan menunggu Diraga dirumah. Diraga yakin Bening pasti berpikir bahwa Diraga akan datang untuk tubuhnya tapi Diraga tak akan melakukannya.
Waktu telah menunjukan pukul 8 malam saat Diraga sampai ke rumah Bening.
“Sudah makan mas?” tanya Bening saat melihat Diraga memasuki rumah.
Diraga menggelengkan kepalanya dan menghempaskan tubuhnya di sofa bergabung dengan dua adik iparnya yang tengah mengerjakan peer di ruang tengah.
Bening segera menyiapkan makan malam untuk suaminya dan menemani Diraga makan. Diraga mencium semilir wangi dari tubuh Bening. Ia sangat menyukai wangi itu dan rasanya ingin mengendus tubuh istrinya dengan aroma tubuh yang begitu sexy. Tapi Diraga sadar itu hanya godaan dari Bening yang ingin membuatnya meminta mereka untuk bercinta.
Melihat suaminya tampak acuh, Bening merasa sedikit kesal dan putus asa. Ia telah berdandan cantik dan berpakaian minim untuk menggoda Diraga, tapi tampaknya Diraga biasa saja. Aroma parfum yang biasanya membuat Diraga tergila-gila pun tak mengusik sikap suaminya.
Bening semakin dongkol karena setelah makan malam, Diraga kembali ke ruang tengah dan bermain bersama kedua adiknya sebelum mereka berangkat tidur. Bahkan ketika Lembayung dan Banyu telah masuk ke dalam kamar masing-masing Diraga masih asyik bermain games tanpa mengganti baju kerjanya.
Bening berpikir keras agar mendapat perhatian Diraga dan akhirnya ia menemukan caranya.
“Mas, aku sudah mengantuk … aku tidur duluan ya,” ucap Bening pamitan tidur pada suaminya. Diraga pun hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah istrinya.
Diraga yakin Bening telah tertidur ketika waktu menunjukan pukul 11 malam. Ia segera masuk ke dalam kamar untuk mandi dan beristirahat. Betapa terkejutnya Diraga saat ia masuk ke dalam kamar tidur, kamar itu terasa panas.
“Ning, kamar ini kok panas sekali?” tanya Diraga sambil menghidupkan lampu kecil karena Bening mematikan seluruh lampunya.
“Ac nya rusak mas,” jawab Bening perlahan.
Diraga terhenyak sesaat ketika ia menghidupkan lampu tidur di atas nakas dan melihat Bening berbaring telentang mengangkat tangan hanya mengenakan celana dalam. Perlahan Bening bangkit dari tidurnya dan duduk di sisi ranjang seolah menutupi kedua payudaranya.
“Maaf aku gak pake baju soalnya panas banget,” ucap Bening seolah menjawab pertanyaan di dalam benak Diraga.
Diraga hanya menelan ludah sesaat dan segera membuka kemejanya karena kamarnya terasa sangat panas.
“Mana remote ac nya?” tanya Diraga memalingkan wajahnya dari tubuh Bening. Bening segera bangkit dan mencoba mencari-cari remote ac yang sengaja ia sembunyikan sambil bolak-balik di hadapan Diraga. Peluh halus di tubuh Bening menggoda iman Diraga dan membuatnya segera masuk kamar mandi tak lagi menunggu Bening memberikan remote padanya.
Diraga segera mendinginkan tubuhnya agar ia bisa mengontrol perasaannya. Di dalam hati Diraga ia mengakui trik Bening untuk menaklukan dirinya kali ini berhasil dengan baik. Kejutan yang Bening berikan membuat tubuh bagian bawahnya sangat keras.
Selesai mandi, kamar itu masih panas dan Bening tanpa ragu memberikan remote pada suaminya. Tanpa menatap tubuh Bening, Diraga mengotak atik remote itu sebentar dan mencoba kembali menyalakan Ac. Ac itu pun menyala tanpa masalah.
“Ini baterainya saja yang terpasang longgar,” gumam Diraga sambil sedikit menjauhi Bening yang berdiri menempel disisinya.
“Alhamdulillah, aku udah gerah banget dari tadi mas… sekarang aku bisa tidur pakai baju,” ucap Bening sembari mengangkat tangannya untuk mengikat rambutnya di hadapan Diraga lalu mengambil pakaian tidurnya yang ia gantung. Melihat tubuh Bening yang terbuka membuat Diraga spontan menarik tubuh istrinya dan mendorongnya ke arah ranjang. Ia sadar sudah termakan jebakan Bening, tapi ia tak keberatan untuk kali ini saja.
“Mas…”
“Stt … diamlah… sudah lama kita tak bertemu,” jawab Diraga berbisik di telinga Bening. Bening mengerang halus saat suaminya berada diatas tubuhnya membuat Diraga semakin b*******h.
“Hari ini boleh jadi sejuta gak mas?” bisik Bening saat melihat suaminya mulai lupa diri.
“Berapapun aku beri jika kamu bisa secantik ini setiap hari.” Mendengar pujian suaminya semburat kemerahan tampak di wajah Bening. Entah karena Diraga yang jarang sekali memuji dirinya, mendengar hal itu Bening senang bukan kepalang. Ia mengeratkan pelukannya dileher Diraga sambil berdoa semoga setiap mereka bersama Diraga akan selalu semanis ini.
***
Diraga segera berdiri dan tersenyum manis saat melihat sepasang wanita dan pria melangkah ke arahnya memasuki restoran dimana Diraga menginap.
“Maafkan kami datang terlambat, kamu pasti sudah lama menunggu ya?” tanya perempuan cantik berusia 48 tahun sambil memeluk Diraga sayang.
Perempuan itu adalah Rara, ibu kandung Bening yang datang bersama kekasihnya Wira. Diraga hanya tersenyum dan menyambut ibu mertua dan calon ayah mertuanya ramah.
Sudah empat hari ini Diraga berada di Yogya untuk urusan pekerjaan dan akan tinggal selama dua minggu lamanya. Diraga mengajak Rara, ibu mertuanya untuk bertemu karena ia tengah berada dikota yang sama dan hal itu disambut baik oleh Rara. Tentu saja, Bening tak mengetahui bahwa suaminya bertemu dengan sang ibu. Diraga sengaja tak menceritakan rencana pertemuannya ini pada Bening karena ia tahu kalau Bening pasti tak akan menyukainya selain itu ia pun tak pernah menceritakan apapun tentang dirinya dan kegiatanya pada Bening.
Walau hampir memasuki usia setengah baya, tapi Rara masih terlihat sangat cantik. Tubuhnya yang ramping dan tinggi, rambutnya yang panjang dan lebat juga pembawaannya yang ramah membuat sang ibu mertuanya ini masih sangat menarik. Wajahnya mungkin tak secantik Bening tapi Diraga harus mengakui bahwa ibu mertuanya tampak jauh lebih muda dibandingkan usianya. Sedangkan Bening yang cenderung tenang terlihat lebih dewasa dibandingkan usia yang sebenarnya.
Diraga hanya bisa menghela nafas saat melihat Wira yang selalu menatap Rara dengan tatapan penuh cinta. Pria itu mungkin hanya lebih tua beberapa tahun dari Rara. Dari penampilannya yang necis menandakan bahwa ia adalah pria yang memiliki uang. Melihat sikap Rara yang ceria dan selalu bisa membawa suasana menjadi ceria dan selalu mendengarkan dengan seksama membuat Diraga mengerti mengapa Wira begitu jatuh cinta pada Rara. Terlihat sekali bahwa mereka benar-benar jatuh cinta satu sama lain.
Hal itu membuat Diraga menerawang jauh ke masa lalunya beberapa tahun yang lalu saat ia masih bersama Sari. Apakah itu yang dilihat orang lain pada dirinya dan Sari. Mabuk akan cinta dan tak mempedulikan perasaan orang lain disekitarnya. Kondisi Rara tak jauh beda dengannya dahulu kala. Sama-sama mencintai orang yang telah memiliki pasangan.
Kini ia mengerti mengapa Bening begitu menentang hubungan ibunya dengan Wira, tapi ia pun mengerti perasaan Rara dan Wira. Akan sulit untuk semua orang memisahkan mereka berdua.
“Kebetulan kamu ada disini, ibu ingin minta tolong sama kamu untuk membujuk Bening…” Diraga menegakkan tubuhnya segera saat sang mertua hendak minta tolong padanya.
“Tolong apa bu?” tanya Diraga dengan suara lembut.
Rara mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya lalu memberikannya pada Diraga perlahan.
“Kami memutuskan untuk menikah. Walau mas Wira tinggal di Jakarta dan saya saat ini di yogya, kami pikir lebih baik meresmikan dan membuat sah hubungan kami berdua. Ibu tahu, Bening belum memberikan restu tapi entah mengapa berat sekali untuk ibu jika harus berpisah dengan mas Wira.”
Diraga hanya diam membisu menatap kartu undangan pernikahan yang diberikan Rara padanya. Yang langsung melintas di pikirannya adalah reaksi Bening mengetahui hal ini.
“Acara pernikahan kami tidak besar dan akan dilaksanakan Sabtu nanti. Semoga kamu bisa hadir ya, nak.”
Permintaan Rara membuat tenggorokan Diraga terasa tercekat dan hanya bisa menatap sang ibu mertua lalu mengangguk perlahan.
Hubungan pernikahannya dengan Bening mungkin masih berantakan tapi ada perasaan cemas di hati Diraga memikirkan perasaan Bening. Untuk menentang pernikahan ini pun ia tak mampu, bagaimanapun ia hanya baru di dalam keluarga Bening.
“Baik bu, pasti saya akan hadir,” ucap Diraga dengan suara lembut. Mendengar jawaban Diraga, Rara dan Wira tampak senang sekali penuh harap Diraga bisa membujuk Bening untuk merestui mereka.
Bersambung.