White sudah pulang dua puluh menit yang lalu. Body merebahkan dirinya ke tempat tidur. Pandangannya menerawang, beberapa detik kemudian entah mengapa dia merasa kesal.
"Dia memasak untuk Pond? s*alan. Kenapa dia menggunakan tubuhku untuk melakukan semua hal tak berguna itu? citraku menjadi luntur!" Body mengacak rambutnya lalu mendesah, "Ini gawat. Aku mulai merasa nyaman disini. Tempat tidur ini, makanannya, dan perhatian dari ibu," Body duduk lalu menatap jam di gawainya, "Berapa lama lagi aku harus berada di tubuh ini. Aku ingin segera kembali. Perasaan ini membuatku tidak nyaman. Ah, apa si Lemah sudah tiba di rumah?" Body mencari nama White di gawainya. Begitu hendak memencet tombol panggil, Body terhenti sejenak, "Kenapa aku harus meneleponnya? aku tak peduli dia sudah tiba atau belum," Body mengurungkan niatnya, lalu mengambil dokumen naskah yang dia bawa dari studio ke kamar, "Setelah tidur, sekarang aku tak mengantuk lagi. Apa aku pelajari naskah saja?" Body membuka naskah tersebut, lalu membaca dialog yang selalu dia latih bersama White, "Aku ... merindukanmu, bahkan ketika kau berada tepat di depanku, aku masih saja merindukanmu." Body terdiam sejenak. Di kepalanya terlintas wajah White yang tersenyum, dan menatap bangga kepadanya, "Baiklah, aku akan berlatih sebaik mungkin. Agar aku mendapatkan banyak uang saat jiwaku kembali. Ini semua hanya demi uang,"
***
"Phi Body, ayo kita berlatih ..." White kebingungan karena Body tak ada di kamarnya. Biasanya setiap White datang, Body selalu tidur siang.
"Phi Body tak ada di kamar?" White masuk lalu mengetuk kamar mandi, "Phi Body, kau di dalam?" White menempelkan telinganya, beberapa detik kemudian dia membuka kamar mandi tersebut, "Disini juga tidak ada. Apa ... Phi Body di studio? aku rasa tidak mungkin."
White bergegas menuju studi. Begitu pintu terbuka, benar saja. Body sudah berada di studio tersebut sambil mondar-mandir membaca naskah dengan serius. White tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia melangkah perlahan, sambil tersenyum tanpa sadar.
"Phi Body, kau dari tadi berlatih!?"
"Kenapa heran begitu? bukannya waktu kita tinggal sedikit?"
White berlonjak gembira. Dengan antusias dia menaruh tas sandangnya, dan mulai mengambil salinan naskah, "Benar, waktu kita sedikit. Ayo kita berlatih dengan giat. Phi sudah menguasai dialognya, kan?"
"Hmm, sudah kuhapal, otakku ini bukan hanya sekedar pajangan,"
"Baiklah ... aku sudah bertanya pada Phi Dew. Phi Dew memberikan detil adegan mana yang akan Phi lakukan pekan depan. Kita mulai dari adegan yang pertama. Untungnya tak terlalu banyak dialog, tapi begitu banyak emosi yang harus disampaikan."
"Hmm, aku mengerti."
"Benarkah?" White merasa Body lebih lembut hari ini. Mungkin karena pengaruh naskah yang dia pelajari, karakter dari naskah itu sepertinya sudah menyatu pada Body.
"K-Kalau begitu kita mulai dari adegan ini, bagian aku merindukanmu."
Mereka memulai adegan awal yang telah diinformasikan oleh Phi Dew. Body tak perlu menatap naskah lagi, karena dialog di adegan itu terus diulang-ulang hingga dia sangat menghapalnya."
"Aku menjadi Phi Zee," White bersiap dengan naskahnya.
"Tidak!"
"Tidak? maksudnya?"
"Jangan menghancurkan suasana. Kau jadi White saja."
"Tapi aku tidak akan ada di lokasi syuting,"
"Kau jadi White saja. Kau paham?"
"B-Baiklah ... aku menjadi White, tapi ingat nama tokohmu Sky dan Phi Zee Mean," Body mengangguk dengan wajah kecut.
"Ok, camera roll ... action," ucap White dengan suara rendah. Dia lalu mengambil naskah dan menyimak dialog Body. Begitu White menoleh, Body telah berada tepat di depannya. Menatapnya lekat dengan tatapan lembut yang tampal menyedihkan,"Apa ini? Phi Body benar-benar sudah mendalami karakternya?"
"Aku merindukanmu," Body mulai membaca dialognya. White terperangah, sekali lagi kagum melihat Body, "Meskipun kau berada tepat di depan mataku, aku masih merindukanmu," lanjut Body masih menatap White lekat.
"Tapi, kenapa kau begini? kau merindukanku, tapi disaat yang sama kau malah menjauhkan diri dariku. Apa-apaan ini Sky!?" White yang tak kesulitan dengan peran apapun, membaca dialog karakter Mean dengan baik.
Body menunduk, dia tampak sangat putus asa, "Maaf Phi ... kau tahu aku memang harus pergi."
"Sky, apa kau memikirkan bagaimana perasaanku? aku benar-benar tak bisa hidup tanpamu!"
"Ada begitu banyak orang yang membutuhkanku, Phi. Maaf, tetaplah hidup. Aku yakin, kau akan baik-baik saja. Karena kau ... Phi Mean,"
"Cut!" White berdiri lalu bertepuk tangan dengan histeris, "Phi Body, benar-benar sudah menguasai semuanya dalam satu malam, wah!" White mengacungkan kedua jempolnya kearah Body.
"Sudah kubilang, ini hanya masalah kecil."
"Kalau begitu, mulai sekarang Phi bisa berlatih sendiri,"
"Apa maksudmu berlatih sendiri?"
"Karena Phi sudah cukup mahir, jadi ..."
"Kau masih harus memantauku! kau ingin lepas tangan?"
"B-Bukan begitu ..."
"Istirahat sebentar, buatkan aku aku makan malam, setelah selesai bangunkan aku. Aku mau tidur!" Body segera keluar, lalu memasuki kamar.
White terkekeh, dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Body, "Sepertinya Phi Body memang ditakdirkan menjadi Tuan Muda. Lihatlah, lagaknya sudah seperti Tuan Muda kaya, sombong, dan egois, yang selalu muncul di drama."
***
"Phi Body, besok apa Phi bisa ikut syuting?" tanya White. White dan Body kini duduk di meja makan, untuk makan malam. Menu yang dimasak White adalah ayam goreng renyah dengan tambahan salad sayuran.
"Untuk apa aku pergi besok? kita masih ada waktu dua hari lagi."
"Memang benar, hanya saja Phi sudah menguasai dialog dan aktingnya. Sepertinya Phi sudah siap syuting."
"Tidak. Aku belum siap. Phi Dew memberi waktu seminggu, kan? buat apa pergi sebelum waktunya? merugikan saja."
"Dasar perhitungan,"
"Kau bilang apa?"
"Tidak ada, aku hanya makan."
"Kau pikir aku tidak mendengarmu?"
White menghela nafas, lalu mengambil gawai dari sakunya, "Ibu sedang apa, ya?" White membuka kotak pesan, dan mengetik pesan untuk Bu Lada
"Kau menghubungi ibumu?"
"Hmm, ibu biasanya melakukan panggilan video denganku ketika di luar kota. Tapi kali ini aku tak bisa mengangkatnya. Aku hanya bisa berkirim pesan."
"Kenapa?"
White berhenti mengetik, lalu menatap Body sambil menunjuk wajahnya. Tentu saja akan aneh jika Bu Lada menelepon putranya, tapi yang dia lihat adalah wajah Body.
"Ah," Body mengangguk, lalu meneruskan makannya. Sesekali dia melirik kearah White, memperhatikan segala sesuatu yang dilakukan White.
"Lemah, kau ... mau melakukan panggilan video kepada ibumu?" tanya Body setelah beberapa menit.
White terdiam, lalu menatap Body keheranan, "Bagaimana bisa ... ah, Phi mau menjadi aku?"
"B*doh. Dengan tubuh ini, bukankah aku sudah menjadi kau? kemarikan ponselnya."
Body mengulurkan tangan. White memberikan gawainya kepada Body dengan ragu. Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya panggilan video Body diangkat.
"White!" Bu Lada tampak senang karena putranya menelepon. Sementara putra aslinya mengintip dari belakang Body.
"Ibu sedang apa?" tanya Body kemudian.
"Hanya menyelesaikan beberapa pekerjaan. Kau ... sedang bersama Body?" tanya Bu Lada ketika melihat White yang berdiri di belakang Body.
Body memberikan gawai tersebut kepada White, "Ini bicaralah," White berlonjak, dan segera mengambil gawai dari tangan Body.
"Halo, Ibu ..." ucap White dengan nada ceria.
"Body. Kalian sedang latihan akting?"
"Benar Bu, Ibu sudah makan?"
"Hmm, sebentar lagi. Bagaimana dengan kalian?"
"Kami sedang makan, Bu. Ibu lihat?" White mengarahkan kamera ke makanan yang tersaji di atas meja, "Aku memasak semuanya."
"Benarkah? hebat sekali, Body."
"Tentu saja hebat. Aku kan anak ..." White terdiam sejenak, "Maksudku aku sudah biasa melakukannya."
"White juga pintar memasak. Apa dia memasak sesuatu untukmu."
White menatap Body, "I-Iya Bu. White memasakkan tumis daging tempo hari."
"Dia memang ahli jika menyangkut tumis daging."
"Ibu, Ibu tidak kelelahan kan? jaga kesehatan ibu, dan jangan sakit."
"Hahaha, apa karena kau bergaul dengan White. Kalimat yang kau ucapkan persis seperti yang selalu dia ucapkan juga."
Body merebut gawai dari tangan White, "Ibu, kami mau makan. Aku tutup dulu ya,"
"Baiklah. Selamat bersenang-senang, Sayang,"
Body segera menutup panggilan teleponnya, lalu menatap White, "Kau ini. Kenapa bicara panjang lebar? ibumu bisa curiga,"
"Menurut Phi, ibu percaya jika kita bertukar jiwa? karena aku sudah menceritakan kepada Phi Pond, dan dia sama sekali tidak percaya."
"Tapi seorang ibu punya kepekaan yang luar biasa. Kau ingin ibumu terbebani?"
"T-Tidak, bukan begitu."
"Lain kali, hati-hati berbicara dengan ibumu."
"Phi, apa Phi sudah memperbaiki cara bicara di depan ibuku?"
"A-Aku? aku tak akan ketahuan."
"Phi sendiri yang bilang. Seorang ibu itu sangat peka. Hati-hati berbicara dengan ibuku,"
"Tak perlu mengajariku. Aku mengerti semuanya."
***
"Ada begitu banyak orang yang membutuhkanku, Phi. Maaf, tetaplah hidup. Aku yakin, kau akan baik-baik saja. Karena kau ... Phi Mean,"
"Cut!" Phi Dew berdiri lalu bertepuk tangan. Semua staff yang tadinya was-was untuk memulai syuting akhirnya lega. White hari ini telah berubah menjadi seperti White yang mereka kenal. Walau beberapa adegan membutuhkan perbaikan, namun syuting hari ini bisa dikatakan lancar.
"Bagus White. Sekarang istirahat sebentar, kita lanjutkan dalam sepuluh menit lagi," ucap Phi Dew. Semua staff meregangkan otot-otot mereka. Beberapa ada yang makan dan minum bahkan berbaring.
White dari kejauhan tampak mengamati lokasi. Dia kebetulan lewat dan sudah berada disana sejak adegan awal dimulai. Body yang mengetahui White mengawasinya, langsung menoleh kearah White ketika Phi Dew menyatakan istirahat. White mengacungkan kedua jempolnya kearah Body sambil tersenyum. Beberapa detik kemudian, dia akhirnya bernafas lega dan pergi meninggalkan lokasi syuting untuk melakukan pekerjaannya.
"Dia pasti tak menyangka jika aku sebagus ini, hah!" Body menyeringai. Namun, beberapa menit kemudian, Zee menghampirinya sambil membawa minuman.
"White, kerja bagus hari ini. Minumlah, ayo kita istirahat sebentar," ucap Zee sambil menyodorkan minuman kearah Body.
Body menatap Zee jengkel, "Jangan sok akrab denganku. aku sangat tidak menyukaimu,"
"White ... kau masih marah padaku? aku minta maaf mengenai kejadian waktu itu, aku tak bermaksud meninggalkanmu saat kebakaran terjadi."
"Kebakaran? ah aku bahkan sudah melupakan soal itu,"
"Lalu, kenapa kau bersikap begini padaku?" Zee menggenggam tangan Body, "Jika aku bersalah, aku minta maaf. Tapi jangan mengabaikanku, hmm."
"Kau ini kenapa!" Body menarik tangannya dengan kasar dari genggaman tangan Zee, "Aish, s*alan. Menjijikkan sekali,"
TBC