Pekerjaan rumah untuk White, yang harus mengajari Body berakting ternyata bukan hal yang gampang. Tentu saja, Body yang mudah marah dan sering merasa bosan tersebut tak mudah ditaklukkan. Tantangan untuk White begitu besar. White bulak balik setiap hari untuk mengajari si Pemarah itu, yang memiliki kemajuan seperti kura-kura. Sangat lamban dan kadang tak bergerak sama sekali. Namun, bukan White namanya jika menyerah dengan mudah. White harus merubah Body, bagaimanapun caranya. Menjadikan Body aktor dengan kualitas akting sebaik dirinya. White tidak bisa menyerah atau semuanya akan kembali kacau.
Hari ini hari ke empat White mengajari Body. Body sudah hampir menghapal dialognya, karena setiap hari White memaksanya dengan naskah tersebut. Ketika pintu terbuka, Body mulai menghela nafas kesal, dan berpura-pura sibuk untuk menghidari White. Kadang dia pura-pura tidur, atau sengaja keluar rumah. Namun, akhirnya dia tetap harus terjebak dengan kelas akting yang tiada habisnya itu.
"Phi, lakukan sekali lagi. Phi sudah mulai menguasai kalimatnya," ucap White memeriksa nada yang diucapkan Body.
"Bisa kita istirahat sebentar? aku sudah lelah dan muak,"
"Istirahat? kita baru istirahat lima menit yang lalu,"
"Aku sudah mau muntah melihat semua naskah ini,"
"Ini sudah pukul tujuh malam, kita harus berlatih keras, waktu kita hanya tersisa tiga hari lagi,"
"Masih ada tiga hari lagi, kan? masih panjang."
"Mana mungkin tiga hari itu panjang? Phi baru menguasai dialognya. Kita belum latihan akting sama sekali."
"Kau pikir aku ini kura-kura lamban? aku bisa belajar akting dalam tiga hari, aku mau tidur sebentar. Awas saja jika kau mengganggu tidurku,"
"Padahal dia memang kura-kura, empat hari baru bisa menguasai satu dialog. Dasar kura-kura berkaki pendek," gumam White dengan suara yang ditahan.
"Kau bicara apa!?"
"A-Aku? aku tidak mengatakan apapun."
"Aku akan tidur setengah jam! jika lebih dari itu, kau pulang saja. Lanjutkan saja esok hari."
"Phi, perjanjiannya kita latihan hingga pukul sembilan malam,"
"Terserah!"
Body keluar dari studio dan langsung menuju kamar sambil mengomel. White menghela nafas, lalu menatap naskah di meja dengan lemah, "Mengajari akting sangat melelahkan. Para guru akting sungguh luar biasa."
***
Dua jam empat puluh menit berlalu. Body menggeliat, dan keluar dari selimutnya seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya. Body menatap jam dinding, sudah hampir pukul sepuluh malam. Dia tersenyum karena bisa menghindari kelas akting White yang memusingkan kepalanya.
"Kali ini dia tak membangunkanku? bagus sekali," ucap Body sambil meregangkan otot-ototnya, "Ah, aku lapar. Aku melewatkan makan malam karena bocah itu," Body dengan malas bergerak dari tempat tidurnya. Tenggorokannya terasa kering. Dia kemudian berjalan pelan menuju dapur dan mengambil minum untuk membasahi tenggorokannya.
"Apa ada sesuatu yang bisa kumasak," Body memeriksa kulkas. Bu Lada sudah dua hari tidak di rumah. Seperti biasa, ibu menakjubkan itu harus mengurus berbagai hal menyangkut bisnisnya di luar kota.
"Aku makan mi rebus saja," Body memeriksa lemari dapur, dan menemukan mi disana, "benar juga, ponselku kemana?" Body memeriksa sakunya. Dia mencoba mengingat dimana dia meninggalkan gawainya sebelum tidur tadi, "Apa di studio?"
Body segera menuju ruangan tersebut. Begitu pintu dibuka, Body terdiam sejenak. Tampak White tengah tertidur dengan posisi duduk dan kepalanya berada di atas meja.
"Bocah ini belum pulang?" Body perlahan mendekati White, "Apa dia tertidur?"
Body menatap White tanpa berkedip. Sejenak dia menggelengkan kepala, lalu menyeringai, "Aneh sekali melihat tubuhku tertidur di depanku."
Body perlahan mengulurkan tangannya. Dengan gugup dia mendekatkan jari-jari tangannya, tepatnya jari-jari tangan White yang indah dan panjang ke wajahnya yang tertidur.
"Kulitku memang sebagus ini?" Body menyentuh wajah White dengan telunjuknya, "Lebih halus dari biasanya. Si L*mah ini pasti menumpahkan segala produk aneh ke wajahku,"
Beberapa saat kemudian, White mengernyit lalu terbangun. White membuka mata dan langsung menatap ke Body yang masih menyentuh wajahnya. Body terbelalak, dengan cepat dia menarik tangannya dan berdiri selangkah menjauh dari White.
"Phi Body? ah, pukul berapa sekarang?" White perlahan bangun. Sendi-sendi tubuhnya terasa pegal dan sakit. Begitu melihat jam, White terbelalak lalu terduduk lemah, "Sudah jam segini? aih, maafkan aku, Phi. Aku ketiduran," White menunduk lalu memukul dahinya.
Body berdehem dan bersikap seolah White memang berbuat kesalahan, "Kau melarangku tidur, tapi kau sendiri malah tidur disaat latihan. Kau tahu, aku sudah lama menunggumu bangun!"
"Maafkan aku, Phi. Sepertinya aku kelelahan. Pekerjaan teknisi sangat berat,"
"Hmm, baiklah. Tak masalah," Body menaikkan wajahnya, "B*doh sekali. Bisa-bisanya dia tertipu. Tapi ..." Body menatap wajah White yang kelelahan, "Kasihan ... t-tunggu. Kenapa aku mengasihaninya? aih, pekerjaan teknisi kan tak begitu berat. Hanya dia saka yang lemah,"
Kriuk ... terdengar lonceng di perut Body berbunyi. White diam sejenak, lalu menatap perut Body, "Phi lapar?"
"Tidak. Itu bukan berasal dari perutku," kriuk, seolah sedang melakukan protes, perut Body kembali melakukan orasi.
"Phi belum makan malam ya?"
"Bukan urusanmu. Kau sebaiknya pulang. Kenapa kau masih disini malam-malam begini?"
White berdiri, lalu tersenyum kearah Body, "Aku akan pulang. Tapi aku akan masakkan makan malam dulu,"
"Untuk apa? tidak perlu,"
"Bukan untuk Phi Body. Tapi untuk cacing di perut Phi yang sudah memberontak."
White segera keluar dari ruang studio dan menuju ke dapur untuk memasakkan sesuatu. Dia juga melewatkan makan malam karena tertidur. Untuk itu dia akan memasak untuk Body sekaligus untuk dirinya sendiri.
"Phi suka daging?" tanya White begitu dia tiba di dapur. White mencuci tangannya dengan teliti lalu mulai mengambil beberapa bahan dari dalam kulkas.
"Tak perlu memasak yang berat. Mi rebus saja sudah cukup untukku, dan aku bisa memasakknya sediri."
"Phi duduk saja," White membuka penanak nasi, lalu memeriksa, "Ada nasi. Jadi tak perlu makan mie rebus. Phi tahu? memasak mi rebus dan tumis daging, keduanya menghabiskan durasi waktu yang hampir sama. Jadi, malam ini aku akan masak daging tumis saja."
"Aku sudah sering makan daging di rumah ini. Aku sudah muak,"
"Kalau begitu aku akan mencampur daging dengan udang. Jadi jika Phi tak mau dagingnya, Phi bisa makan udangnya."
Body akhirnya hanya duduk diam. Dia tak ingin berdebat lagi, karena perutnya benar-benar sudah keroncongan. Begitu White mulai memotong daging, Body sepertinya sudah terhipnotis. Dia menatap White tanpa berkedip, sangat menarik melihat tubuhnya melakukan pekerjaan yang tak biasa dia lakukan. Ketrampilan memasaka White ternyata diatas bukan sembarangan. Dia bisa memotong daging dan sayuran dengan cepat, bak koki handal. Ketika dia menumis bumbu, bau yang begitu harum dan dan menggugah selera merasuk ke hidung Body, dan bermuara ke otaknya. Perutnya langsung memberikan tanggapan bahwa mereka tak sabar untuk diisi.
"Sudah selesai. Phi ayo makan," White selesai menyiapkan meja makan. Nasi, tumis daging dan udang, dan tambahan sup sayur membuat Body tak bisa menahan rasa laparnya lebih lama lagi.
Body segera duduk, dan mulai mengambil makanan. White menatap Body sambil tersenyum. Begitu lucu melihat Body yang kelaparan seperti anak kecil.
"Bagaimana Phi? apakah enak?" tanya White ketika Body memasukkan suapan ke tiga.
"Biasa saja. Aku makan karena lapar," Body bicara dengan mulut penuh. Hidangan tersebut tak bisa dianggap biasa. Bagi Body, itu adalah tumis dagung terenak yang pernah dia makan. Hanya saja, dia tak bisa menunjukkan rasa sukanya.
"Lain kali aku akan belajar lagi, dan membuatkan makanan yang lebih enak untuk Phi,"
"Terserah kau saja!" ucap Body masih makan dengan lahabnya.
Selesai makan, White berkemas. Dia mengambil kunci mobil dan bersiap untuk pulang. Body hanya menatapnya sambil bersandar di ambang pintu kamar.
"Kau tak tidur di kamar ibumu?" tanya Body kemudian.
"Aku harus menyiapkan sarapan untuk Phi Pond. Jadi aku tak bisa tidur disini."
"Kau membuat sarapan untuk Pond? kenapa kau melakukannya?"
"Karena Phi Pond satu rumah denganku. Phi Pond sepertinya tak punya waktu untuk sarapan, dia tiap malam mengeluh dan terlihat kelelahan setiap hari."
"Dia memang terus mengeluh. Bahkan saat menonton drama sekalipun,"
"Maka dari itu, aku membantu Phi Pond membersihkan rumah, dan membuat sarapan."
"Kau juha membersihkan rumah untuknya?"
"Phi, rumah itu kontrakan kalian berdua."
"Kenapa kau begitu peduli pada Pond?"
"Karena aku dan Phi Pond berteman. Phi Pond adalah teman Phi Body,"
"Tapi aku tak perlu begitu memperhatikan orang lain, walaupun hanya sekedar temanmu! dasar b*doh. Pantas saja kau selalu dimanfaatkan dan ditindas,"
"Tidak ada yang menindasku, Phi. Phi pasti membaca artikel yang tidak benar, kan?"
"Masa bodoh. Sebaiknya kau cepat pulang. Melihatmu, membuatku jengkel!"
TBC