Satu jam berlalu. White tak juga keluar dari kamarnya. Body akhirnya menyingkirkan egonya, lalu perlahan mengetuk kamar White.
"Cengeng, kau sudah selesai menangis?" tak ada jawaban dari dalam kamar, "Keluarlah. Aku kelaparan," ucap Body lagi. Dia berusaha menarik perhatian, agar White mau bicara dengannya. Namun, setelah beberapa menit, White masih tetap diam.
"Ehem ... baiklah, aku akan bersikap baik kepada Zee," beberapa detik setelah Body mengucapkan itu, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Body bahkan kaget, karena White tiba-tiba saja sudah berdiri di ambang pintu.
"Benarkah? Phi tak boleh bohong. Phi benar-benar harus berlaku lembut kepada Phi Zee."
"Iya, iya. Cepat sekali bersemangat setelah mendengar nama Zee. Dasar,"
White melewati Body, dengan wajahnya yang masih cemberut.
"Kau mau kemana?" tanya Body sambil mengikuti langkah White.
"Memasak. Bukankah Phi lapar?"
"Ah, benar juga. Masakkan aku daging seperti biasa."
"Tapi ingat, Phi tak boleh kasar lagi kepada Phi Zee,"
"Iya. Mau berapa kali kau memastikan itu? cepat masak, aku sudah hampir mati kelaparan!"
***
"Phi ...." White mulai berbicara setelah tiga puluh menit kebisuannya. Body yang kekenyangan memilih untuk bermain game di gawainya, sambil berbaring telungkup di atas sofa, "Phi Body!" panggil White agak sedikit keras, karena Body belum juga merespon,
"Hmm," jawab Body singkat. Dia masih terhanyut dalam permainan. Jari-jarinya dengan lincah bergerak di layar gawai berukuran enam inci tersebut.
"Phi Body belum menemukan cara Bagaimana kita bisa kembali ke tubuh masing-masing?"
"Mengapa tanya aku. Bukankah kau yang lebih pintar? kau bertugas untuk mencari caranya."
"Bagaimana mungkin ... hah, Phi kita sepakat untuk mencari cara bersama-sama."
"Kalau begitu mari coba teknik sentruman yang kau ceritakan."
"T-Tidak bisa!"
"Kenapa? bukankah kau awalnya yakin sekali?"
"Selain sakit ... aliran listrik ternyata memengaruhi jantung dan paru-paru, juga bisa menyebabkan sesak napas."
"Kau membacanya di internet?" White mengangguk. Body menghentikan permainannya, lalu duduk menatap White sambil menggelengkan kepala, "Berhentilah mencari segala sesuatu di internet. Kau sudah seperti mesin pembaca."
"Lalu, aku harus mencari dimana? bukankah internet serba tahu?"
"Hah," Body berpikir sejenak. Otaknya benar-benar buntu. Dia ingin sekali kembali ke tubuhnya. Tapi tak ada satupun cara yang masuk akal yang bisa dia lakukan.
"Lalu bagaimana, Phi?" tanya White lagi.
"Entahlah. Jika kau tanya aku, aku harus bertanya pada siapa?"
"Jadi ... memang tidak ada cara?" White tampak murung. Dia menekuk wajah, sambil menatap jari-jari tangannya yang sejak tadi terkepal satu sama lain.
"Jika bisa bertukar seperti ini, pasti ada cara untuk mengembalikannya. Kita hanya belum menemukannya saja."
"Tapi bagaimana jika kita tak bisa kembali? a-aku ... tak bisa bersama ibuku. Aku juga tak bisa berakting lagi."
Body menatap White, lalu menghela nafas. Entah mengapa ada rasa prihatin terhadap White. Rasa tak nyaman melihat White dalam keadaan murung.
"Jangan cemberut begitu. Aku akan mencari caranya."
"Bagaimana bisa? setiap hari Phi selalu tidur dan bermain game ..."
"Kau ini. Siapa bilang aku hanya tidur dan bermain game? aku juga sekarang berakting karenamu!"
"Ah, benar juga. Terimakasih, Phi."
Body menatap White jengkel. Dia sangat tak menyukai kata terimakasih dataupun kata maaf White. Body berdiri lalu memauskkan gawai ke sakunya, "Lebih baik aku tidur."
"Mmm, kalau begitu aku pulang dulu," beranjak mengambil tasnya, lalu bersiap untuk pulang.
"White ... aku baru saja terpikir sebuah ide."
"Ide apa?"
"Bagaimana jika kita tidur bersama?"
"A-Apa!" White terbelalak. Dia tak pernah punya teman akrab, dan tentu saja tak pernah tidur dengan orang lain.
"Kenapa terkejut begitu. Seperti wanita saja,"
"T-Tapi ... kenapa kita harus tidur bersama!?"
"Siapa tahu. Setelah bangun jiwa kita akan kembali."
"Benarkah?"
"Ayo tidur."
"Sekarang?"
"Kau pikir kapan lagi!? bukannya kau ingin segera kembali ke tubuhmu?"
"T-Tapi ... aku belum siap,"
Body terbelalak. Lalu, terkekeh mendengar perkataan White, "B*doh. Kenapa tidur butuh persiapan segala? ya ampun. Kau ini,"
Body menggelengkan kepalanya, lalu segera masuk ke kamar. White kembali melepas tasnya dan mengikuti Body. Sebelum tidur, White melalukan kegiatan rutin. Mencuci wajah dan memakai perlengkapan skincare nya.
"Kau sedang apa?" tanya Body. Laki-laki itu duduk di tempat tidur sambil memperhatikan White yang dari tadi tak bergerak. Dia melakukan hal aneh sambil berdiri di depan cermin.
"Kau berdandan sebelum tidur?" tanya Body lagi karena penasaran.
"Bukan berdandan, Phi. Ini namanya perawatan," White mengeluarkan berbagai peralatan dari laci di samping tempat tidurnya, "Kenapa skincare nya masih banyak? Phi tak menggunakannya?" tanya White sambil menatap wajah Body dengan seksama.
"Untuk apa aku menggunkan barang-barang seperti itu? aku ini laki-laki."
"Phi! sudah kubilang perawatan tidak hanya untuk wanita! hah, pantas saja wajahku terlihat kering."
"Kau ... kesal karena aku tak memakai barang-barang itu? kau ini aneh sekali."
Body membuang muka. White cemberut lalu menuangkan beberapa tetes toner ke atas kapas, "Ini. Phi harus pakai ini dulu."
"Aku tidak mau!"
"Phi membuat kulitku kering!"
"Dan kau membuat wajahku terlihat aneh. Kenapa kau menggunakan barang-barang itu ke wajahku? kau ingin aku jadi wanita?"
"Aih, pokoknya pakai!"
"Tidak!"
White berusaha megusap kapas di tangannya ke wajah Body. Body ingin memukul White, namun dia tidak tega dan akhirnya menepis tangan White yang berusaha mencapai wajahnya.
"Phi Body ... kau hanya tinggal mengoleskan ini saja."
"Sudah kubilang aku tidak mau!"
White akhirnya menahan Body sekuat tenaga. Dia berhasil mengusap kapas ke wajah Body, "Kenapa Phi keras kepala ...." White terdiam, dia barubsadar bahwa dia dan Body terlalu dekat. Meski yang dia lihat saat ini adalah tubuhnya, tapi tetap saja jiwa di dalam tubuh itu adalah Body. Orang asing yang entah bagaimana menjadi bagian hidupnya. Tangan White yang berada di wajah Body menjadi gemetar. Namun, dia perlahan tetap mengoleskan kapas tersebut, karena toner belum sepenuhnya mengenai seluruh wajah Body.
Beberaoa detik kemudian. Body merebut kapas dari tangan White, lalu mendorong White menjauh, "Kenapa kau selalu merepotkan seperti ini!?" ucap Body dengan kesal.
"Phi harus melakukan perawatan. Sudah kukatan berkali-kali kulitku sensitif! sini aku harus mengoleskan tonernya dengan benar."
"Akan kulakukan sendiri!" White berhenti bergerak, lalu Body mengusap kapas yang telah dituang toner ke wajahnya dengan canggung.
White kembali mengambil toner dan kali ini mengusap wajahnya sendiri sambil mengawasi Body, " Phi, lakukan dengan benar. Kau juga harus mengusap hingga ke lehermu."
"Iya, berisik!" Body mengikuti arahan White. Dia tak percaya bisa melakukan hal bodoh ini. Karena White dia telah banyak mengalami perombakan hidup. Mulai dari pertukaran jiwa, tidur di rumah bagus, berakting, dan sekarang memakai perawatan wajah.
"Cukup segini, kan? kalau begitu aku tidur!"
"Tunggu! itu baru tahab awal."
"Apa? masih ada lagi?"
"Phi harus memakai serum. Lihat aku, ambil serumnya seperti ini, lalu taruh ke wajah, dan tepuk-tepuk agar meresap."
"Ya Tuhan. Kenapa aku harus melakukan hal bodoh ini ..." Body menghela nafas.
White segera menyodorkan serum kepada Body, "Ini, cobalah."
Body mau tak mau mengambil serum tersebut lalu melakukan seperti yang dilakukan White dengan kaku, "Ambil serumnya, segini?" tanya Body kepada White. Dia tampak polos dan menggemaskan. White tersenyum, lalu mengangguk, dan Body meneruskan langkah perawatannya, "Usap ke wajah ..."
"Usap merata, Phi."
"Usap merata, lalu ..."
"Tepuk-tepuk agar meresap."
"Tepuk-tepuk ..." puk! Body menepuk wajahnya dengan keras. White mengernyit, lalu menyentuh tangan Body.
"Tepuk yang pelan saja. Seperti ini," ucap White sambil mengarahkan tangan Body.
Body menarik tangannya, "Menyingkir. Aku bisa melakukannya sendiri," Body menepuk wajahnya beberapa kali dengan pelan, "Selesai. Matikan lampunya, aku sudah mengantuk."
"Belum, Phi. Phi harus memakai essens."
"Ada lagi!"
TBC