5. Meninggalkan Kenangan

911 Kata
"Mama kenapa sih? Dari tadi cemberut aja," komentar Damar sambil menatap ibu yang duduk di sampingnya. "Apa kamu gak bisa kuliah di sini aja? Kenapa sih harus ke luar negeri? Kenapa juga gak urus perusahaan papa kamu aja?" "Mama kan tahu cita-cita aku apa. Lagi pula aku pengen nenangin diri. Biarpun aku gak cinta sama Dania, tapi tetap aja aku kecewa karena dia selingkuh. Wajar kalau aku merasa dikhianati," kilah Damar. Apa yang ia katanya memang hal yang sejujurnya, meski tidak ada cinta di hati untuk wanita yang kini sudah berstatus sebagai mantan istrinya itu tetapi saat melihat Dania pergi bersama pria lain, ia kecewa. Awalnya ia hanya akan menjadikan perselingkuhan istri sebagai alasan berpisah tetapi ternyata wanita itu benar-benar melakukannya. Mungkin itu yang disebut dengan ucapan adalah doa. Fani diam. Sampai saat ini ia masih tidak percaya bahwa menantunya selingkuh meski apa yang anaknya katakan benar, Dania pergi bersama seorang pria muda yang sebaya. Itu ia buktikan sendiri saat mendatangi kontrakan tempat Dania berada. Tetapi hati kecilnya tetap membantah. "Ma ... jangan diam aja dong. Aku ke sana mau belajar, bukan mau perang. Ada waktu senggang aku pasti kabari Mama. Jaman udah canggih gini mah biarpun jauh di mata tapi dekat di udara," ujar Damar sambil merangkul bahu ibunya. "Sudahlah, Damar. Mungkin mama kamu lagi sariawan makanya gak mau ngomong," timpal Darwin yang sejak tadi mendengarkan percakapan anak dan istrinya. Fani masih tetap diam hingga suara seorang wanita yang menggema di bandara tempat mereka berada terdengar memberitahukan bahwa pesawat yang ditumpangi oleh Damar akan segera berangkat. Wanita itu menghela napas berat. Tidak ada pilihan selain mengiklaskan kepergian anaknya karena meski ia larang pun itu tidak akan membuat anak sulungnya tersebut mengurungkan niat. "Jaga diri kamu baik-baik. Ingat buat selalu ngasih kabar ke Mama. jangan suka hilang-hilangan dengan alasan sibuk belajar,'' ujar Fani dengan lirih. "Iya, Mama. Kayak baru pertama kali aja aku ninggalin Mama jauh,'' sahut Damar kemudian memeluknya erat sang ibu. "Aku pasti kangen sama masakan Mama." "Kalau gitu nggak usah berangkat," sahut Fani sembari mengurai pelukan. "Mama jangan mulai lagi deh. Semuanya udah aku persiapkan loh. Masa harus batal," balas Damar. Fani lagi-lagi hanya membuang napas berat. Yang membuatnya berat melepaskan anaknya kali ini adalah kejadian yang ditinggalkan di sini. Ia masih belum rela kehilangan menantu kesayangan. "Ini Mama ikhlas enggak aku pergi?'' tanya Damar lagi. "Memangnya kalau Mama nggak ikhlas, kamu nggak jadi pergi?" Damar menggeleng. "Aku tetap pergi lah, makanya mama harus ikhlas karena ikhlas nggak ikhlas aku tetap pergi." Fani cemberut sembari menepuk pelan lengan anaknya yang hanya ditanggapi dengan kekehan. "Aku janji, akan sering ngabarin Mama kalau ada waktu senggang." Kemudian mendaratkan kecupan di kening ibunya. Setelah berpamitan pada orang-orang yang mengantar kepergiannya, Damar pun berlalu. Meninggal semua kenangan indah dan juga sebaliknya. Ia duduk di salah satu kursi pesawat kelas satu tersebut kemudian menggelengkan kepala ketika tiba-tiba saja bayangkan mantan istrinya terlintas. *** "Kamu yakin gak tinggal di sini aja, Nia?" Dania tersenyum. "Makasih, Bu Ismi. Tapi aku gak mau ngerepotin Ibu. Aku pulang aja ke rumah orang tua." "Ibu malah seneng kalau kamu di sini nemenin ibu. Kamu tau sendiri anak ibu itu jarang ada di rumah," sahut wanita yang merupakan pemilik kontrakan tersebut. "Tapi, Aku rasa aku butuh menyepi, Bu." "Yang sabar, ya, Nak. Jujur ibu gak nyangka kalau pernikahan kamu akan berakhir secepat ini," lirih Ismi. Dania tersenyum meski hati justru sebaliknya. "Mungkin jodoh kami memang hanya sampai di sini, Bu." Ismi mengusap pundak wanita muda yang sudah seperti anaknya sendiri tersebut. "Ibu yakin, kamu akan mendapatkan jodoh yang lebih tepat untuk kamu suatu hari nanti." "Aamiin," sahut Dania, tetap tersenyum untuk menyembunyikan luka hatinya. "Ya sudah, aku pamit, Bu." Ismi mengangguk. "Hati-hati, Nak. Jangan lupa kabari ibu kalau kamu sudah sampai di kampung halaman." Dania mengangguk kemudian berlalu setelah pamit pada semua orang. Masuk ke dalam mobil yang sama saat ia meninggalkan rumah Damar. "Kampung halaman? Kamu bilang kamu berasal dari mana sama yang punya kontrakan?" komentar Andre. "Gak pernah bilang. Bu Ismi yang menyimpulkan sendiri," jawab Dania. Andre melajukan kendaraan meninggalkan tempat tersebut. Sepanjang jalan hanya ada sunyi. Ia sengaja membiarkan Dania dengan segala pikirannya. Mengusap kepala wanita itu dengan sayang. "Kamu boleh sedih tapi gak boleh berlarut-larut. Kamu gak sendiri, masih ada aku yang sayang sama kamu. Ada orang tua dan saudara juga," ujar pemuda berusia dua puluh satu tahun itu, sama dengan usia Dania saat ini. Dania tidak mengatakan apa-apa. Bersandar pada kursi dengan pandangan tertuju ke arah jendela pintu. 'Semoga keputusan aku ini gak salah,' batinnya saat teringat pada kejadian beberapa hari yang lalu ketika Fani menemuinya. "Nia, mama minta maaf atas apa yang dilakukan sama Damar ke kamu, Nak," ujar Fani kala itu sambil menggenggam erat tangan mantan menantunya. "Mama gak usah minta maaf. Ini bukan salah Mama," sahut Dania. Fani menghela napas panjang. "Mama benar-benar kecewa sama dia." "Mama gak usah terlalu mikirin soal itu. Gak ada yang harus disesali. Ini memang sudah takdir. Ini jalan yang terbaik untuk aku dan Mas Damar." Fani menatap dalam. Rasanya orang sebaik Dania tidak mungkin selingkuh. Ia lalu melirik singkat pada Andre yang sedang duduk tidak jauh dari tempat ia berada saat ini. 'Lalu siapa pemuda itu? Apa hubungan dengan Dania?' batinnya. "Sayang, apa kamu mau kembali pada Damar?" "Hah?" Dania tidak percaya, bisa-bisanya ibu mertua meminta ia kembali padahal jelas-jelas pria itu tidak menginginkannya. "Mama akan bicara pada Damar agar dia mau memperbaiki hubungan kalian," imbuh Fani. "Enggak, Ma. Maaf, aku gak bisa," tegas Dania.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN