Suami istri

1261 Kata
Setelah melakukan check out dari hotel, dimana Carissa dan Ghava menginap semalam usai acara pernikahan berlangsung. Keduanya kini di jemput sopir pribadi orang tua Ghava. Rencananya keduanya memang akan langsung pindah ke rumah yang telah di persiapkan untuk mereka tinggali. Carissa yang baru keluar dari dalam mobil itu, tertegun menatap rumah tingkat dua yang cukup besar dengan pekarangannya juga tampak luas. "Em..ayo masuk!?" ajak Ghava yang telah berada di hadapannya. "Ini.." ucapan Carissa terhenti ketika ternyata kedua orang tuanya juga orang tua Ghava keluar dari dalam rumah itu. "Ayo sayang masuk!?" ajak Mama Ghava senang, seraya menarik lengan Carissa supaya mengikutinya yang berjalan masuk rumah berwarna serba putih itu. Ternyata keduanya disambut meriah oleh Orang tua mereka. Carissa bukannya tidak tahu jika setelah menikah akan langsung tinggal dengan suaminya. Itu sudah di bicarakan sebelumnya, antara keduanya juga keluarga masing-masing. Namun dia tidak menyangka rumah yang akan di tempat tinggalnya ternyata cukup mewah dari perkiraannya. Padahal setahunya Ghava yang merupakan suaminya itu adalah karyawan swasta di perusahaan transportasi umum. Itu pun dia dengar dari kedua orang tuanya, sebab selama berkenalan tidak sekali pun menanyakan perihal pekerjaan. Carissa berpikir mungkin rumah itu adalah hadiah pernikahan dari kedua orang tua Ghava . Tapi dia juga bukannya tidak percaya jika ternyata Ghava sendiri yang membeli rumah itu. " Emang enggak apa-apa, mereka langsung pindah ke sini dan hidup berdua?" ujar Mama Carissa ketika semuanya tengah menikmati makan siang bersama. Terlihat wajah khawatir karena anaknya baru saja menikah sudah langsung meninggalkan rumahnya yang dari kecil hingga dewasa bersama dengannya sebagai orang tuanya. "Tidak apa-apa. Biar mandiri, lagian Ghava sudah mempersiapkan rumah ini untuk di tinggali bersama istrinya. Nah, sekaranglah waktunya !?" seru Papanya Ghava menanggapi kekhawatiran Mama Carissa. Sebab Carissa adalah anak semata wayangnya itu memang selalu bersamanya. "Iya, Mbak Vina. Tenang saja, biarkan mereka mandiri. Kita hanya memantaunya dari jauh." timpal Fitri atau Mamanya Ghava. "Iya benar. Biar tidak ada yang mengganggu , apalagi pengantin baru, pasti mau berdekatan terus." sambung Papa Carissa. Uhuk uhuk uhuk Ghava malah tersedak oleh air putih yang tengah dia minum, sehingga semua orang melihat ke arahnya. "Hati-hati dong Va!?" ujar Mamanya. Sementara yang lainnya hanya tersenyum termasuk Carissa yang duduk di sebelahnya. Usai acara makan siang bersama, orang tua Carissa dan Ghava pamit pulang. Kini tinggallah mereka berdua. Carissa yang hendak berkeliling melihat-lihat rumah, menatap tiga koper miliknya yang berada sofa di ruang tengah. Akhirnya memutuskan untuk merapikan terlebih dulu barang-barang bawaannya yang berisi pakaiannya. Sekarang kehidupan barunya akan mulai, tidak lagi bersama kedua orang tuanya melainkan suaminya. Tangannya hendak meraih koper miliknya namun Ghava mengambilnya lebih dulu. "Em..biar aku aja yang bawa!?" ujar Carissa merasa enggan. "Tidak apa-apa. Saya akan bawa ke kamar. Oh, iya. Kamu mau di kamar yang mana? Di atas apa di bawah?" seru Ghava. "Jadi maksudna.. kita tidur terpisah gitu?" tanya Carissa namun dalam hati. "Jangan-jangan.. dia sebenarnya tidak mau dengan pernikahan ini. Makanya mengajak tinggal terpisah dari orang tua. Terus.." batin Carissa lagi. Kemudian deheman membuatnya menoleh pada Ghava membuyarkan lamunannya. "Ehem..jadi, mau di kamar yang mana?" tanya Ghava lagi. "Ah, iya, em..kamar atas saja." sahut Carissa tersenyum. "Oh, iya." Ghava kemudian membawa ke tiga koper pakaian milik Carissa menaiki tangga loteng rumah. Sementara itu Carissa kembali berpikir tentang pernikahannya. "Masa sih kita menikah kontrak atau pura-pura? Haduh..sepertinya gara-gara kebanyakan nonton drama !?" seru Carissa bicara pada dirinya sendiri. Kemudian memilih menyusul Ghava yang membawa barang-barang miliknya ke kamar atas. Tiba di kamar, Carissa di buat terkagum-kagum akan desain kamar yang tampak elegan, terlebih ternyata kamarnya sangat luas. Selain ada kamar mandi yang juga luas, ternyata ada ruangan khusus untuk pakaian dan make up, juga lemari sepatu. Ghava juga memperlihatkan balkon yang menyatu dengan kamar itu. "Kalau mau istirahat silakan. Saya ke bawah dulu!?" seru Ghava. Carissa yang sebenarnya tengah berbaring di ranjang itu, kini bangun terduduk. "Terus, kamu tidur di kamar bawah?" tanya Carissa membuat Ghava yang berada di depan pintu kamar itu membalikkan badannya kearahnya. "Jadi dia ingin tidur terpisah?" seru Ghava dalam hati. "Em..iya." sahut Ghava tersenyum. "Oh..oke." "Ya, sudah. Silakan istirahat." Ghava pun berlalu pergi meninggalkan Carissa di kamar. "Dia benar-benar ingin tidur terpisah? Padahal kita suami istri yang sah. Tunggu dulu..di hotel juga dia sengaja tidur di sofa. Berarti dia..." cerocos Carissa kemudian bangkit dari duduknya di sisi ranjang. Dengan langkah cepat berjalan menuju pintu kamar yang ternyata ada Ghava yang mengetuk pintu. "Ah, maaf. Sebenarnya..baju-baju saya ada di kamar ini!?" seru Ghava tersenyum seraya memegang lehernya bagian belakang merasa gugup dan canggung. "Oh, iya. masuk aja!?" seru Carissa menggeser tubuh yang berdiri diambang pintu supaya Ghava bisa masuk. Carissa mengikuti Ghava yang kemudian masuk ke ruangan khusus pakaian itu. Pandangannya meneliti Ghava yang tengah mengambil baju-bajunya yang tergantung. Pakaian yang kebanyakan warna kalem seperti, abu-abu, cokelat s**u, putih dan hitam. Mulai dari kemeja kerja, kaos polos, bahkan celana panjang. Ada juga beberapa jas yang menggantung di dalam lemari kaca. Pandangannya melihat ke arah Ghava yang masih canggung karena mungkin Carissa yang mengikutinya. Sementara Ghava sibuk memilih baju yang hendak diambilnya, berbeda dengan Carissa menjadi penasaran tentang Ghava yang secara penampilan culun, namun terkesan sangat berbanding terbalik dengan kepribadiannya jika melihat desain rumah secara keseluruhan. "Saya sudah selesai, jadi akan keluar!?" seru Ghava yang memegang beberapa baju miliknya. "Jadi kamu akan tidur di kamar bawah?" tanya Carissa. "Ah, iya. Bukannya kamu yang ingin di kamar ini?!" sahut Ghava. Carissa berjalan mendekat membuat Ghava mengalihkan pandangannya. "Em, begini.. bukannya, kita suami istri? Jadi kamu juga tidur di kamar ini, kan?!" ujar Carissa mengutarakan isi hatinya. "I-ya, seharusnya. Tapi .." Ghava tidak melanjutkan perkataannya malah membenarkan letak kacamatanya kemudian tangannya yang bebas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya sudah, simpan lagi baju-bajunya!" tukas Carissa meraih beberapa baju yang di pegang Ghava kemudian menyimpan kembali pada lemari. Ghava masih terdiam di posisinya tadi mencerna perkataan Carissa. Bahkan kembali Carissa mengambil baju yang masih ada di tangannya itu untuk kemudian di simpan ke tempatnya tadi. "Aku rasa akan aneh, jika kita tidur di kamar yang berbeda, kan?!" lanjut Carissa lagi. Ghava hanya mengangguk samar sebagai jawaban. "Ke depannya kita harus lebih dekat untuk saling mengenal satu sama lain!?" sambung Carissa lagi, berjalan menghampiri Ghava yang ternyata malah mundur seraya menunduk. "Apalagi kita sudah sah suami istri, banyak hal yang harus di lakukan bersama, iya, kan!?" tambah Carissa tersenyum jahil. Lagi-lagi Ghava hanya tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya. Sebenarnya ingin sekali Carissa menjahili suaminya, mengingat kejadian lucu ketika di hotel malam itu pun masih jelas dalam ingatannya. Namun melihat tiga koper yang tergeletak di lantai dekat lemari, membuatnya harus merapikan dulu semua baju dan barang-barang miliknya. Malamnya di ruang tengah, tepatnya ruang televisi, Carissa sesekali celingukan mencari keberadaan suaminya yang dari semenjak magrib tadi tidak keluar kamar. Padahal tadi niatnya akan menonton film bersama. Karena penasaran, Carissa pun mendatanginya ke kamar mereka yang ada di atas. Carissa tertegun ternyata mendapati, Ghava tengah melakukan sholat isya di dalam kamar. Kopiah hitam di kepalanya dan baju koko putih melekat di tubuhnya yang tegap serta sarung sebagai bawahannya. Tanpa dia sadari tersenyum sendiri bahkan hatinya terasa bergetar. Selama ini bahkan dirinya selalu sibuk dengan pekerjaannya yang padat setiap harinya, sampai melupakan pada sang pencipta. Perlahan langkahnya berjalan menuju ranjang berukuran besar itu. "Va, lain kali ajak aku sholat bareng, ya?" seru Carissa yang duduk di sisi ranjang. Sebenarnya Ghava sempat terkejut ketika telah selesai sholat mendapati istrinya itu tengah memandanginya. "I-ya, boleh saja. Em..nanti kita sholat berjamaah." balas Ghava seraya tersenyum. Carissa menganggukkan kepalanya seraya tersenyum senang. Dari awal dia sudah yakin dengan memilih Ghava sebagai suaminya, terlebih sikapnya yang lembut dan pemalu ternyata juga religius.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN