Bulan Madu

1442 Kata
Carissa terbangun dari tidurnya ketika suara getaran ponselnya di bawah bantal mengusiknya. Dengan malas bangun terduduk seraya mengusap wajahnya. Bahkan matanya belum terbuka sempurna, karena masih mengantuk. " Assalamualaikum. Tunggu! Jangan bilang kamu baru bangun, Sa?!" tanya Mamanya di sebrang telepon. Carissa menjauhkan ponselnya yang menempel ke telinganya kemudian melihat nama yang tertera di layar ponselnya. "Ah, ya Ma. Semalaman aku begadang jadi masih ngantuk." "Ah, iya. Maaf Mama ganggu ya, pasti kamu cape. Asyik Mama bakal cepet punya cucu." ujarnya lagi kegirangan. "Hah? Cucu?" "Ya sudah. Mama tutup teleponnya nanti sore ajak Ghava ke rumah Mama ya. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Padahal Carissa masih mencerna ucapan Mama yang terdengar sangat senang itu. Namun ternyata sambungan teleponnya malah di matikan, karena dia juga baru bangun tidur. Kembali merebahkan tubuhnya seraya memeluk bantal guling yang ada di tengah ranjang. Matanya yang baru terpejam terbuka dan dengan cepat bangun terduduk, melirik jam digital di atas nakas yang menunjukkan sudah hampir jam dua belas siang. Turunlah dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Carissa segera membersihkan dirinya. Sementara itu di dapur, Ghava tengah memasak untuk makan siang. Saking fokusnya tidak menyadari jika Carissa yang sudah duduk di kursi dekat meja bar itu memperhatikannya. Carissa tersenyum sendiri melihat punggung Ghava yang bergerak-gerak karena tengah berkutat di depan kompor, sebenarnya dia penasaran dengan masakan apa yang di buat suaminya itu. Perlahan berjalan menuju keberadaan Ghava yang masih belum menyadarinya. "Masak apa?" tanya Carissa yang menyondongkan wajah ke arah Ghava yang malah terkejut dan menjatuhkan spitulanya. Ghava memundurkan sedikit tubuhnya seraya melihat ke arah Carissa. "Ka-mu, sudah bangun? Em.. ini saya masak tumis ayam lada hitam. tenang saja tidak terlalu banyak kalori." sahut Ghava kemudian sembari meraih spitula yang tadi jatuh ke lantai. "Oh, jadi kamu masak yang rendah kalori? kamu diet?" ujar Carissa malah bertanya. Kemudian pandangan beralih pada salad sayur dan jus tomat yang berada meja makanKarena ini kali kedua dirinya mendapati Ghava yang memasak menunya sayuran. Kemarin juga menu yang tidak jauh berbeda. "Tidak. Ini sengaja masak untuk kamu," sahut Ghava lagi, kemudian memasukkan makanan yang sudah siap tadi ke wadah. Ghava membawanya ke meja makan yang memang menyatu dengan dapur sekalian. "Kamu kira aku diet ya? Padahal aku bebas makan apa aja!?" jelas Carissa. Ghava menatap Carissa seolah tengah meneliti penampilannya yang memang memiliki tubuh langsing. Seperti seorang cenayang yang bisa membaca pikiran, Carissa tahu maksud pandangan Ghava padanya. "Aku sering olahraga walaupun makan apa saja, jadi tetap langsing, 'kan?!" ujar Carissa tersenyum bangga. "Ah, iya." sahut Ghava tersenyum canggung. Carissa juga tersenyum senang, ternyata suaminya itu perhatian sekali. Sebab sudah dua hari ini membuatkan makanan untuknya. "Em ..di sini ada tempat fitnes kalau memang kamu suka olahraga." tutur Ghava ketika keduanya mulai menikmati makan siangnya. "Maksudnya di sini, di rumah ini?" tanya Carissa tidak percaya. Sebab kemarin dia sudah berkeliling rumah yang ternyata sangat luas dari perkiraannya, namun tidak menemukan tempat fitnes atau semacamnya. "Ada di lantai atas sebelah kamar ki- ta, em..kalau di lihat dari balkon kamar juga terlihat." jelas Ghava kikuk. "Ah, apa mungkin yang kemarin pintu kamarnya terkunci ya?!" "Iya." Carissa menatap Ghava dengan kaca mata minus yang selalu bertengger di hidung yang mancung. Seolah sedang meneliti penampilannya yang sekarang hanya mengenakan baju kaos berlengan panjang kebesaran dan celana training serta sandal biasa di gunakan di dalam rumah. "Oh, kamu rajin olahraga juga, ya!?" tanya Carissa. "Iya. Saya suka berolahraga." sahut Ghava mengiyakan. Namun ternyata jawabannya itu justru membuat Carissa tidak percaya dan berpikir olahraga apa yang sering di lakukannya, jika di lihat dari penampilannya yang selalu kaku atau cupu. "Hanya stretching saja." ujar Ghava lagi menambahkan seolah tahu akan pemikiran Carissa. "Ah, iya. Jadi ..kita bisa makan sekarang?" tanya Carissa nyengir. Sebenarnya perutnya sudah sangat lapar apalagi melewatkan sarapan pagi tadi. Namun kemudian pandangannya kearah ponsel di atas meja yang berbunyi dengan suara adzan. Carissa termangu sejenak melihat ponsel kemudian kearah Ghava yang merupakan pemilik ponselnya. "Sudah adzan. Em...jadi aku mau sholat lebih dulu.Tapi kalau kamu ingin makan, silakan saja." ujar Ghava. Setelah melihat Carissa mengangguk, Kemudian Ghava pergi ke kamar atas. Sekarang justru Carissa malah terdiam tampak berpikir. Bangkitlah dari duduknya, bermaksud ingin menyusul suaminya yang akan sholat itu. Walau hatinya ragu, namun langkahnya tetap berjalan menuju kamar. "Tunggu!?" teriak Carissa diambang pintu ketika melihat Ghava yang hendak bersiap sholat. Ghava menoleh heran seraya membenarkan letak kacamatanya. Carissa dengan malu-malu menghampiri suaminya yang telah rapi dengan peci hitam di kepalanya, baju koko berwarna putih yang di kenakan dan sarung sebagai bawahannya. "Em..aku juga mau ikut sholat, boleh, 'kan?" tanya Carissa nyengir. "Iya. Silakan ambil wudhu dulu!?" balas Ghava tersenyum. "O-ke." Dengan segera Carissa berlari menuju kamar mandi untuk berwudhu. Tapi ternyata malah terdiam sejenak seraya melihat ke arah air kran yang sudah dia buka. Carissa masih mengingat-ingat tata cara berwudhu, sebab memang selama ini bahkan dia sudah seolah melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ketukan pintu membuatnya sedikit terkejut dan menoleh pada pintu kamar mandi yang memang terbuka. Muncullah Ghava yang melongokkan kepalanya. "Ada apa? " tanya Ghava melihat kran air yang mengalir di bawah shower. "Ah, tidak. Sebentar ya!?" Ghava yang sebenarnya penasaran akan tingkah istrinya itu, namun kemudian pergi. Sementara Carissa segera menyelesaikan untuk berwudhu. Setelah itu mendatangi suaminya yang telah menunggunya. Didapatinya mukena yang terlipat di atas sajadah yang ternyata sudah di sediakan. Tak menunggu lama, kemudian keduanya melakukan sholat dzuhur berjamaah. Tiba-tiba Carissa mengulurkan tangannya ke arah Ghava yang masih berdzikir. "Aku mau salim, suamiku!?" ujar Carissa karena Ghava tidak menerima uluran tangannya. Sambil tersenyum tangannya menyambutnya, kemudian Carissa mencium punggung tangannya. Sesaat Ghava terdiam bahkan malah menahan napasnya seraya melihat wajah Carissa, kemudian mengerjapkan matanya. Detik berikutnya segera menarik tangannya. "Ayo sekarang kita makan, ya!?" ajak Carissa yang tengah melipat kembali mukenanya. Ghava mengangguk seraya tersenyum, kemudian keduanya keluar kamar bersama-sama menuju meja makan. Sambil mengobrol keduanya makan siang, walaupun sebenarnya justru Carissa yang lebih mendominasi percakapannya, Ghava hanya sesekali menanggapi. Sorenya seperti yang sudah di sampaikan Carissa pada Ghava perihal tentang Mamanya yang menyuruh mereka datang ke rumah. Dengan mengendarai mobil milik Carissa, akhirnya tiba di rumah orang tua Carissa. Ternyata di sana juga ada orang tua Ghava. Kedua orang tua mereka malah asyik mengobrol hingga kemudian memberikan sesuatu untuk pengatin baru itu. "Tiket pesawat? Ke korea?" ujar Carissa memegang kertas yang merupakan tiket pesawat itu. "Wah! Seru banget honeymoon ke korea!?" seru perempuan remaja yang duduk di sebelah Carissa yang tiada lain adik Ghava. Carissa tersenyum seraya melirik Ghava yang duduk di sebelahnya. "Kejauhan bulan madu ke sana, lagian aku pernah beberapa kali ke sana." tutur Carissa kembali melirik Ghava yang tampak dengan wajah datarnya. "Bukannya kamu mau sekali honeymoon ke korea?!" ujar Mamanya. "Enggak juga. Aku lebih ingin ke Bali atau Labuan Bajo." sahut Carissa. "Ya, sudah, ke Bali saja. Mama siapkan di hotel untuk sebulan!?" ujar Mama Ghava dengan nada enteng. Ucapannya itu ternyata sukses membuat semua ada di sana menganga tidak percaya melihat ke arahnya. "Lama amat, sebulan " celetuk adiknya Ghava. Sementara Carissa juga masih terdiam tidak percaya dengan ucapan mertuanya itu. kemudian melirik Ghava yang tampak kikuk. "Enggak apa-apa. Biar nanti pas pulang jadi bawa cucu !?" celetuk mama Ghava lagi. Kedua orangtua Carissa dan Ghava tampak antusias. Namun berbeda dengan sepasang pengantin itu malah menatap satu sama lain seraya tersenyum tipis. Keesokannya harinya, sesuai rencana Carissa dan Ghava berangkat ke Bali dengan penerbangan pagi. Hampir dua jam perjalanan keduanya tiba di Bandar udara Internasional I gusti Ngurah Rai Bali. kemudian ada yang menjemput mereka menuju hotel yang telah di siapakan oleh orangtua Ghava. Carissa mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar hotel ketika baru tiba dengan diantar bellboy. "Va, ini beneran kita nginep di sini satu bulan?" tanya Carissa tidak percaya. Di lihat dari kamarnya sudah tentu ini merupakan hotel bintang lima. Satu tempat tidur king size yang langsung menghadap ke balkon yang mengarah langsung ke pantai. Ada televisi dan kamar mandi yang luas dengan jendela yang menghadap ke pantai juga. "Em.. iya. " sahut Ghava tersenyum canggung. Mendengar jawaban Ghava, kembali Carissa mengedarkan pandangannya pada kamar yang super mewah itu. "Orang tuanya sekaya apa? Sewa hotel satu bulan per malamnya saja yang begini lebih dari dua puluh juta. " batin Carissa melirik Ghava yang tengah duduk di sofa panjang dekat televisi seraya membuka kopernya. Carissa duduk di sisi ranjang yang sangat empuk itu. "Rencananya hari ini mau kemana kita? " tanya Carissa. "Terserah kamu saja. " balas Ghava kemudian merapikan pakaiannya ke lemari baju. "Nanti sore saja ya, kita ke pantai lihat sunset. Sekarang aku mau tidur dulu. " Sebagai jawaban Ghava hanya mengangguk. Sorenya sesuai rencana keduanya jalan-jalan ke pantai melihat matahari terbenam dan menikmati keindahannya. keduanya juga pergi malam bersama di restoran yang ada di hotel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN