Pernikahan

1861 Kata
Dua bulan kemudian Carissa menatap dirinya di cermin ketika tengah di dandani oleh penata rias pengantin, di salah satu kamar hotel bintang lima yang akan menjadi tempat acara pernikahannya. Waktu terasa sangat singkat untuknya, mulai dari perjodohan hingga dua bulan kemudian langsung menikah. Bahkan antara dirinya juga Ghava yang merupakan calon suaminya itu, hanya beberapa kali bertemu, itu pun untuk fitting baju pengantin dan foto prewedding. Selebihnya tidak pernah saling bertemu. Walaupun ada waktu untuk saling mengenal, tetapi keduanya seolah sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing. Kembali Carissa menatap pantulan dirinya di cermin, Gaun berwarna putih tulang yang membalut tubuhnya sangat pas, terlebih memiliki tubuh langsing. Untuk bagian rambutnya dengan gaya rambut Ponytail serta beberapa bunga kecil sebagai hiasan di rambut hitamnya yang panjang sepunggung itu. Ketika ada seorang staf WO yang memberitahukan jika ada teman-temannya yang datang untuk menemuinya. Tiba-tiba kegaduhan terjadi, kala tiga orang perempuan memasuki ruangan itu. Carissa yang sudah hafal betul, ternyata tiga sahabatnya yang datang, hanya geleng-geleng kepala karena kehebohan yang mereka ciptakan. "Hei. Lira, Sindy, Mira. Kalian datang juga!?" sapa Carissa senang melihat ketiganya dari cermin besar di hadapannya. "Iya dong. Masa sahabatnya nikah enggak datang, iya kan, Sindy, Mira!?" ujar Lira meminta pendapat. Sindy dan Mira hanya mengangguk mengiyakan. Kemudian Lira berdiri tepat di belakang Carissa. "Lihat pengantinnya cantik banget ya, gaes!?" seru perempuan yang disapa Mira memakai gaun pink soft di bawah lutut , dengan rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai. "Iya, Mira. Akhirnya Ratu desainer ini nikah juga!?" celetuk Sindy berambut sebahu itu yang sukses membuat Carissa mendelik padanya yang tengah berdiri di sampingnya. "Hey! Aku ikut senang loh. Memang aku salah bicara?!" ujar Sindy lagi memperbaiki sikapnya seolah perkataannya adalah sebuah sindiran sehingga membuat Carissa menatapnya sedikit sinis. "Iya. Terima kasih sudah datang!?" balas Carissa mengubah posisi duduknya membelakangi cermin dengan menghadap ketiga temannya. "Eh, iya. Sa, calon suami kamu..." Belum selesai ucapan Lira, ternyata Carissa mendahuluinya. "Tampan, kan, Ra?!" tukas Carissa tersenyum. Lira malah nyengir tidak jelas, karena sebenarnya tidak sependapat, seraya menatap dua temannya secara bergantian. "Kayaknya dia Cupu!?" celetuk Sindy lagi tanpa ragu. "Eh..Dia Tampan, kok!?" ujar yang Lira lagi mendelik pada Sindy karena bicara ceplas- ceplos. "Enggak apa-apa. Dia memang biasa aja, kalau Tampan nanti banyak yang naksir!?" Sarkas Carissa. "Hem..bener juga, tapi berapa lama kalian pacaran? ujug-ujug gitu nikah. Dan yang aneh itu adalah dia bukan tipe kamu deh, Sa !?" cerocos Lira penasaran. Carissa hanya nyengir kuda, namun dia juga tidak ingin menceritakan kebenarannya jika dia di jodohkan. "Sudah berapa lama kalian pacaran? Aku kira sama Rivan !?" timpal Sindy penasaran, dan Mira juga ikut mengangguk sependapat atas pertanyaannya. Lagi-lagi seolah Carissa mati kutu, membuatnya harus berpikir dulu untuk memberikan jawaban pada teman-temannya itu. Beruntung sang penata rias telah menyelesaikan riasannya sehingga tidak perlu mendengar semua pembicaraan mereka. Karena Carissa terkenal selalu pacaran dengan laki-laki yang berpenampilan keren juga tampan dan kaya. Namun mungkin sekarang justru menikah dengan laki-laki yang di lihat sekilas saja tampak biasa dan berbanding terbalik dengan Carissa yang selalu tampil modis. "Kan, tadi aku sudah bilang. Kalau yang tampan itu...pertama, nanti banyak yang naksir. Kedua banyak tingkah dan maunya.." cerocos Carissa. "Bukannya pacaran dengan Rivan sudah satu tahun, ya? Kapan kalian putus? Dan ini malah tiba-tiba nikah sama orang lain!?" potong Sindy memberondong pertanyaan seraya menatap Carissa curiga. "Jangan bilang..." ucapan Mira terhenti seraya menatap Lira dan Sindy secara bergantian. Seolah satu pemikiran ketiganya bahkan berucap secara bersamaan. "Cinta satu malam!?" seru ketiganya kompak. "Astaga! Itu maksudnya apa? Bentar...kalian kira aku.." Carissa membuang napasnya kasar seraya berdecak kesal karena tuduhan ketiga temannya tentang dirinya. "Aku sudah putus dengan Rivan karena orang tuanya tidak merestui hubungan kami. Jadi memutuskan untuk menentukan kehidupan masing-masing. Terus ketemu Ghava yang berbeda dari laki-laki lainnya!?" jelas Carissa walaupun ada sebagian cerita yang asal di katakan. Ketiga temannya hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Carissa, seraya tersenyum malu sebab telah mengatakan yang tidak seharusnya. "Oke. Enggak usah tersinggung, kita nanya karena aneh.Tapi Sa, yakin kamu nikah sama siapa itu namanya..em, Ghaga ya?!" tanya Mira masih penasaran. "Ghava. kenapa? Karena penampilannya? Dia manis kok!?" puji Carissa. Ternyata ucapannya itu sukses membuat ketiga temannya saling memandang satu sama lainnya, mengenal Carissa cukup lama dari sejak kuliah dulu, tentu merasa sangat aneh akan temannya yang menikah dengan laki-laki cupu menurut mereka. "Oh, iya. Anak-anak tidak di bawa ke sini?" tanya Carissa mengalihkan pembicaraan. Karena merasa ada yang kurang dari kedatangan ke tiga temannya itu, yang memang sudah menikah dan memiliki anak. Namun tidak seorang pun yang membawa anak mereka. "Ada di depan sama ayahnya. Kita sengaja enggak ajak ke sini, akan merepotkan nanti !?" Ujar Sindy. Carissa hanya mengangguk mengerti dan mereka mengobrol cukup lama, sehingga Mamanya datang untuk memberitahukannya bahwa akad nikah akan segera di mulai. Tiba-tiba perasaan gugup juga khawatir menderanya. Apalagi mengingat calon suaminya yang sangat pendiam dalam artian pemalu itu, akan mengucapkan ijab qobulnya. Hatinya tidak tenang takutnya tidak lancar mengucapkannya. Memegang erat salah satu tangan Mamanya ketika telah memasuki area gedung pernikahan di hotel bintang lima, yang telah di sulap menjadi tempat mewah nan elegan dengan dekorasi banyaknya bunga-bunga serta lampu kecil yang menghiasi seluruh penjuru gedung. Kursi Pelaminan di hiasan sedemikian rupa. Di sebelah pelaminan ada panggung kecil untuk acara musik, Juga banyak stand makanan berjajar di samping kursi-kursi untuk tamu undangan. Itu semua sukses membuat Carissa tersenyum tidak percaya jika sekarang adalah hari pernikahannya, yang bahkan seolah bagaikan mimpi. Kini dirinya menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di gedung itu. Di bantu bressmaid yang memegangi gaunnya yang cukup panjang bagian belakangnya. Pandangan pertama yang dia lihat adalah laki-laki memakai peci putih dan berkaca mata minus itu, yang memakai baju pengantin berwarna senada dengan gaun yang di pakainya. Kemudian dia duduk di samping Ghava yang tampak tenang. Mungkin hanya dia saja yang benar-benar gugup. Bahkan berulang kali menghela napasnya untuk berusaha mengusir rasa gugup itu. Sang penghulu memulai acaranya sehingga kini semua orang yang merupakan sanak saudara, rekan bisnis juga para tamu undangan lainnya yang sengaja di undang itu tertuju pada kedua pengantin. "Saya terima nikah dan kawinnya Carissa Rachel Emiliana binti Emil Darwin Suseno dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang dua ratus dua puluh tiga juta rupiah di bayar tunai!?" seru Ghava dengan lantang seraya menjabat tangan Papanya Carissa. "Bagaimana para saksi, Sah?" tanya penghulu pada semuanya. "Sah!" seru semuanya serentak. "Alhamdulillah, sekarang kalian berdua telah resmi menjadi pasangan suami istri." tutur penghulu. Semua orang juga ikut mengucapkan syukur atas lancarnya acara akad nikahnya. Carissa yang dari tadi menunduk karena merasa gugup, menoleh pada Ghava di sebelahnya yang telah resmi sebagai suaminya. Padahal dia sudah sangat takut setengah mati, membayangkan jika ijab qobulnya tidak berjalan lancar dan akan malu karenanya. Namun hanya satu kali pengucapan, itu pun terdengar dengan nada lantang. Carissa tersenyum ketika ternyata Ghava tersenyum kearahnya, dapat dia lihat lesung di pipi kirinya. Hingga kemudian selesai tanda tangan di akta nikah keduanya mulai canggung ketika Carissa harus mencium punggung tangan Ghava, begitu sebaliknya Ghava yang mencium kening Carissa. Terdengar suara riuh di penjuru gedung oleh semuanya yang bersorak pada pasangan yang baru resmi itu. Kemudian pengantin melanjutkan acara resepsinya sampai selesai, sedangkan para tamu juga mulai menikmati berbagai hidangan prasmanan yang telah di sediakan, dengan musik live sebagai hiburannya. Menjelang tengah malam acaranya baru selesai. Carissa dan Ghava yang merupakan raja dan ratu sehari itu, akhirnya pergi ke salah satu kamar hotel yang di siapkan untuk khusus pengantin. Lagi-lagi kecanggungan terjadi, setelah keduanya berada di kamar yang sama hanya berdua saja. "Em..kamu mandi duluan saja!?" ucap Ghava memecah keheningan antara keduanya. Carissa yang tengah duduk di ranjang berukuran besar itu menoleh pada Ghava yang berdiri dekat pintu kamar hotel. Tangan Carissa yang dari tadi sebenarnya sibuk dengan bunga-bunga yang bertaburan di tengah ranjang kemudian turun dan berjalan menghampiri Ghava yang mengalihkan pandangannya. "Kamu duluan aja, tapi tolong bukain resletingnya!?" ucap Carissa. Ghava yang ternyata salah mengartikan ucapan Carissa memegangi celananya sendiri dengan wajah tampak pucat dan tubuhnya yang tegang. Carissa hampir saja menyemburkan tawanya jika tidak menahannya karena sikap suaminya yang benar-benar sangat polos itu. "Hem..maksudku, resleting gaunnya karena berada di belakang, ngapain aku buka resleting celanamu!?" ucap Carissa berusaha tenang supaya tidak tertawa. "Oh..i- ya," ucap Ghava gugup bahkan tangannya yang hendak terulur ke punggung Carissa bergetar. Carissa tiba-tiba kembali tersenyum karena Ghava yang gugup serta kesusahan yang membantunya membuka resleting gaunnya yang ternyata tersangkut. "su-dah. Maaf saya dulu yang mandi!?" ujar kemudian pergi dengan langkah cepat menuju kamar mandi. Carissa masih melihatnya yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Tiba-tiba tawanya pecah mengingat sikap lucu suaminya tadi. Mata sampai berair karena cukup lama tertawa. Seraya membaringkan tubuhnya di atas ranjang, sambil memainkan kembali kelopak bunga mawar yang berhamburan di tengah ranjang. Ceklek Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, muncul Ghava dengan memakai jubah mandi dan telah segar terlihat dari rambutnya yang sedikit basah serta aroma wangi sabun. Carissa bangun dari berbaring kemudian turun dari ranjang. "Silakan kalau mau mandi!?" ujar Ghava seraya menunduk. Namun kali ini dengan nada sedikit tenang dari sebelumnya. Sebenarnya Carissa ingin menggodanya lagi, namun dia harus segera mandi karena merasa tubuh sudah lengket oleh keringat, seharian menyalami para tamu undangan hingga malam. Sambil mengangguk, Carissa berlalu pergi menuju kamar mandi. Walau sudah larut malam, tapi memang lebih baik mandi supaya segar dan bisa tidur. Hanya butuh sepuluh menit saja, Carissa membersihkan diri. Tangan yang sudah membuka kenop pintu kamar mandi, hendak keluar itu , sekarang terdiam sejenak. Pandangannya menatap tubuhnya sendiri yang hanya mengenakan jubah mandi karena tadi tidak membawa baju ganti. Kemudian dengan pelan membuka pintu kamar mandi dan berjalan keluar dengan sedikit waspada. Carissa menghela napas lega, ketika mendapati Ghava ternyata telah tidur di sofa yang ada di kamar itu. Seraya berjalan mengendap, Carissa menghampiri sofa kemudian berjongkok menatap wajah suaminya. "Aku beneran udah nikah? sama si culun ini?" ujar Carissa dalam hati seraya masih menatap wajah damai suaminya yang sedang tidur. "Tidur pun dia tidak melepas kacamatanya?" ujar Carissa bicara sendiri. Carissa terkejut dengan langsung berdiri ketika Ghava bergerak dalam tidurnya. Dengan cepat menuju tas koper miliknya di sebelah lemari baju untuk mengambil baju tidur dan memakainya di kamar mandi. Ketika telah selesai memakai baju tidurnya Carissa berjalan pelan menuju ranjang, ketika hendak naik ke atas ranjang, pandangannya menoleh pada Ghava yang masih tidur. Carissa pun merebahkan tubuhnya yang sangat lelah itu di atas ranjang. Matanya terpejam tapi tidak tidur, akhirnya bangun terduduk dan bersandar pada kepala ranjang, seraya memeluk bantal guling kembali menatap Ghava beberapa saat hingga kemudian rasa kantuk itu datang, membuatnya tertidur. Sejenak melupakan tentang berbagai pertanyaan untuk pernikahannya yang terkesan terburu-buru itu. Entah kehidupan seperti apa yang akan di jalaninya, bahkan tidak ada cinta antara keduanya juga belum sepenuhnya saling mengenal satu sama lain. Sementara itu, Ghava membuka matanya kemudian melirik ke arah ranjang dimana Carissa yang sudah tertidur. Sebenarnya tadi dia yang tidur, memang terbangun ketika tak sengaja menghirup wangi sabun yang menyeruak ke indra penciumannya dan menyadari jika Carissa tengah berada di dekatnya. Bahkan tadi harus berpura-pura tetap tidur dan sengaja bergerak supaya istrinya itu pergi. Ghava memilih tetap berada di sofa, walaupun mungkin besok tubuhnya akan pegal-pegal. Sebab baru kali ini dia sekamar dengan perempuan yang bukan ibu atau saudaranya. Meskipun memang Carissa adalah istrinya sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN