Bulan Madu 2

1423 Kata
Carissa menatap malas pada makanan di depannya. Jika biasanya dia akan makan malam di restoran di hotel namun kali ini memilih makan di kamar saja. Itu pun hanya seorang diri. Sedangkan Ghava, suaminya sejak menjelang malam tadi pergi ke tempat Gym dan belum kembali. Dia benar-benar bosan dengan kegiatan bulan madunya. Ternyata tidak sesuai ekspektasinya. Kebanyakan pasangan pengantin pergi bulan madu untuk menciptakan kenangan yang indah dan kedekatan yang lebih intim. Meski memang keduanya masih belum mengenal satu sama lain. Ini adalah hari keempat berada di Bali, selama itu pula tidak ada yang menyenangkan. Pagi sarapan di restoran, siang jalan-jalan sekitar pantai Geger yang sangat dekat dari hotel dan pantai lainnya seperti Green Bowl juga pantai Jimbaran yang sedikit jauh sekitar dua puluh menitan dengan berkendara. Meski fasilitas mewah yang di dapatkan ternyata tidak membuatnya yang seperti pengantin baru. Malah keduanya pergi secara terpisah. Malas memang pergi dengan Ghava yang selain culun juga Kaku. Jika malam juga, suaminya itu selalu tidur lebih dulu. Bukannya dia mengharapkan akan malam-malam romantis seperti pasangan pengantin pada umumnya. Setidaknya mereka harus mulai lebih dekat menurutnya. Jangankan dekat, Ghava selalu menghindar jika berduaan dengannya. Seolah-olah dirinya akan menerkamnya. Carissa malah menertawakan dirinya sendiri bisa sampai membuat suaminya seperti takut. Tapi dia suka menjahili Ghava yang selalu gugup dan menjadi serba salah di buatnya. Pandangannya menatap pintu kamar hotel yang tertutup rapat, seolah berharap akan terbuka. Baru beberapa detik harapannya terkabul ternyata pintu terbuka dan muncul Ghava di sana dengan pakaian serba hitam kaos lengan pendek dan celana training juga sepatu hitam. terlihat seperti memang sudah olahraga sebab berkeringat. Carissa pun bangkit dari duduknya di sofa tadi meninggalkan makan malamnya. Karena lebih menarik mendatangi suaminya. Ghava yang hendak masuk ke kamar mandi, menghentikan langkahnya ketika Carissa berbicara. "Kita enggak beneran satu bulan di sini, kan, Va?! " tanya Carissa bangkit dari duduknya di sofa menghampiri Ghava yang berdiri dekat pintu kamar mandi. "Ya, terserah kamu." sahut Ghava melihat canggung ke arah Carissa. "Kok, terserah aku? Tapi kalau kita sebulan di sini habis berapa uang itu cuma buat bulan madu padahal kita juga hanya jalan-jalan doang. " cerocos Carissa, sebenarnya dia berbicara dengan sedikit menyindir pada Ghava. "Mm.. tidak apa-apa mau sebulan juga. Toh hotel ini milik kakek. " celetuk Ghava polos. "Hah? Maksudnya milik kakek? Kakek kamu? " tanya Carissa membelalakkan matanya tidak percaya. Sebagai jawaban Suaminya itu hanya mengangguk seraya tersenyum canggung karena dia tidak bermaksud pamer atau membanggakan diri tentang hotel itu yang memang milik kakeknya. "Pantas saja, Mamanya keukeh harus sebulan di sini. Ternyata hotel ini milik kakeknya. " ucap Carissa dalam hati seraya menatap Ghava yang masih berdiri di dekat pintu kamar mandi. "Tapi kenapa dia malah memilih kerja di perusahaan transportasi? " batin Carissa pada dirinya sendiri. " Maaf, ya. Aku harus mandi dulu. " izin Ghava membuyarkan lamunan Carissa. "Hmm." Carissa hanya bergumam masih menatap suaminya itu. Ghava pun masuk ke dalam kamar mandi, sementara itu Carissa memilih berbaring di ranjang. Pandangan pada langit-langit kamar, kemudian beralih pada ponselnya karena berbunyi tanda ada pesan masuk dari teman sekaligus karyawannya di butik. Disela kegiatannya berbalas pesan, tiba-tiba menoleh pada pintu kamar mandi yang tertutup rapat itu, terdengar suara gemercik air dari dalam. Suaminya itu benar-benar tengah mandi. Carissa tertawa sendiri akan pesan dari temannya yang malah menanyakan malam pengantinnya. Jangankan melakukan kontak fisik, suaminya itu di tatap saja gugup pikir Carissa mentertawakan Ghava mengingat tingkahnya. Dia jadi ingat, di koper pakaian ada beberapa lingerie dari teman dan ibu mertuanya. Tadinya saat tiba hari pertama datang ingin memakainya namun ketika beberapa kali yang meninggalkannya tidur lebih dulu membuatnya malah. Dan tentu saja sampai saat ini tidak pernah ada niatan untuk memakainya, hanya terlipat rapi di dalam koper miliknya. Tengah asyik sendiri dengan ponselnya, Lagi-lagi kembali menoleh ketika kaki yang putih mulus dengan sedikit bulu-bulu halus di sana, melangkah keluar kamar mandi. Terlihat Ghava dengan kacamata minusnya yang masih betah bertengger di hidung mancung. Sepertinya tadi hanya melepasnya ketika mandi. Dia telah segar dengan memakai jubah mandi berwarna putih dan tetesan air dari ujung rambutnya masih terlihat jatuh. Perlahan berjalan kearah lemari sembari memegangi jubah mandinya supaya tidak terbuka. "Sa-ya, lupa bawa baju. " ujar Ghava dengan bersuara gugup. Apalagi malah di perhatikan oleh istrinya. Carissa tidak menjawab hanya menghirup wangi antara perpaduan sabun dan shampo dari Ghava. Hingga sosok itu kembali menghilang di balik pintu kamar mandi. Lagi-lagi dia tersenyum lucu melihat Ghava seperti anak perawan yang malu-malu. Tapi justru malah dia sekarang yang berpikiran aneh layaknya bujang. Tiba-tiba menepuk kedua pipinya sendiri menghilangkan pikiran liarnya yang baru kali ini malah membayangkannya. Meskipun perempuan, tapi dia sudah dewasa dan jiwanya meronta melihat sosok laki-laki apalagi pasangan halal baginya. Anggap saja Mungkin sekarang dia perempuan m***m. Padahal dulu dia tidak ingin membayangkan yang seperti ini ketika pacaran. Carissa turun dari ranjang untuk mengambil air putih dan meneguk nya hingga tandas, malah tiba-tiba terasa kering tenggorokannya. kemudian pandangannya melirik makanan yang hanya beberapa siap tadi dia memakannya. Sebenarnya ingin pergi keluar tapi malas jika seorang diri, mengajak suaminya juga tidak mungkin karena pasti lelah sudah pergi ke tempat Gym. Akhirnya kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, walaupun belum terlalu malam, masih jam setengah delapan, tapi akan tidur saja. Baru memejamkan matanya beberapa menit, terasa jika ranjang itu bergerak karena ternyata ada Ghava yang naik ke atas ranjang dan duduk di sebelahnya yang membelakangi nya. Carissa sempat membuka matanya hingga kemudian memilih untuk mencoba tidur. Namun tiba-tiba seperti ada yang meniup tengkuknya membuatnya geli, juga kedua tangan Ghava melingkar di perutnya membuatnya tersentak karena terkejut. "Ghava? " panggil Carissa. "Hmm." gumam Ghava nyaris tidak terdengar. "Kamu.. " ucapannya terhenti ketika ternyata Ghava melepaskan pelukannya di perut Carissa. Kemudian Ghava menarik bahu Carissa supaya tidurnya terlentang. jelas di melihat tatapan lekat Ghava padanya walaupun hanya dengan lampu tidur saja. "Apa kamu siap!? " bisiknya. "Hah? " Carissa masih mencerna pertanyaannya. Tiba-tiba bibir itu telah menempel pada bibirnya. Awal hanya menempel namun kemudian menjadi lumatan yang memabukkan. tidak terburu-buru dan sangat lembut, sampai keduanya sama-sama melepaskan pagutannya untuk menghirup oksigen. Detik berikutnya Carissa melotot ketika Ghava telah membuka bajunya sendiri memperlihatkan tubuh bagian atasnya. "Aaaargh!? " Carissa berteriak bersamaan dirinya yang jatuh dari atas ranjang. Ada rasa nyeri di seluruh tubuhnya termasuk kepalanya yang membentur lantai. "Ada apa? " tanya seseorang yang telah berjongkok di hadapannya. Carissa mengerjap-ngerjapkan matanya melihat laki-laki di hadapannya. kedua tangannya menepuk pipinya, kemudian mencubit nya ternyata sakit. "Sialan!? " umpatnya dalam hati karena ternyata dia bermimpi tapi saat terbangun malah melihat sosok yang tidak dia kenal membuatnya langsung panik dan bangun terduduk menatap sekeliling kamar. Anehnya benar dia berada di kamarnya. Dia juga tidak mabuk semalam tapi siapa laki-laki di hadapannya ini pikirannya. "Ayo bangun!? " ajaknya mengulurkan kedua tangannya. "Kamu siapa? " "Ah, pasti aneh karena saya tidak pakai kacamata. Tertinggal di kamar mandi. " celetuknya tersenyum. Carissa terdiam tampak berpikir kemudian kembali memandang kearahnya yang masih mengulurkan tangannya. penampilannya memang biasa saja, baju kaos putih berlengan panjang yang kebesaran dan celana training hitam, sangat mirip suaminya. "Kacamata? " gumamnya menatap lekat wajahnya. "Ghava? " lirih Carissa memperhatikan wajah itu, bulu mata panjang dan lentik, alis yang tebal, hidung mancung dan bibir tipis yang merah alami. juga lesung pipi di bagian kiri ketika tersenyum. "Ghava? " panggil Carissa lagi yang terpaku melihat sosoknya yang berbeda padahal hanya tidak memakai kacamata saja, namun aura sangat berbeda lebih tampan menurutnya. "I-iya." sahut Ghava seperti biasa gugup. Dia bahkan melupakan punggungnya yang sakit saat jatuh dari atas ranjang tadi karena ternyata tengah bermimpi. "Mm.. sebentar, saya ambil kacamata dulu.. " "Bantu aku bangun dulu. " tukas Carissa mengangkat kedua tangannya meminta agar Ghava menggapai tangannya. Dengan ragu, laki-laki yang memang Ghava itu menarik tangannya membantunya bangun. Kemudian dia berlari ke kamar mandi. Laki-laki itu memakai kacamata lagi dan itu tak luput dari pandangan Carissa yang masih berdiri mematung di posisi nya tadi. Dia benar-benar pangling melihat Ghava tadi sampai sempat tidak mengenalinya. Tiba-tiba Carissa tersenyum mengetahui sesuatu yang membuatnya takjub. Pandangan melirik sekilas keluar jendela kamar yang langsung menghadap ke balkon itu, ternyata sudah terang. Kemudian berjalan ke kamar mandi membiarkan Ghava yang masih berdiri melihatnya heran. Ketika berada di kamar mandi Carissa kembali mengingat wajah itu tanpa adanya kacamata namun jelas perbedaannya. Dia baru melihatnya hari ini. Kemudian ingat mimpi semalam yang terasa nyata untuknya. Ternyata pikiran mesumnya malah membuatnya malu sendiri. Apa mungkin memang sebegitu inginkan dirinya sampai terbawa ke alam mimpi. Sekarang tiba-tiba wajahnya terasa panas ketika kembali terlintas di otaknya. Segera menguyur seluruh tubuhnya di bawah shower yang dia nyalakan untuk menghilangkan pikiran liarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN