Air mata mengalir di pipi Sekar, tak menyangka jika persahabatannya hancur begitu saja, hanya karena sebuah kesalahpahaman. Seumpama Akira mau mendengar, mungkin mereka masih bisa bercanda bersama saat ini. Namun, apa mau dikata, semua sudah terjadi. Biarlah waktu yang menjadi penentu dan mengungkap segala salah yang terjadi di antara keduanya. Sadar bahwa Akira tak akan datang, Sekar mulai melajukan mobil. Perlahan keluar dari pekarangan rumah sakit, dengan perasaan sedih. Akan tetapi, tanpa dia sadari, sepasang mata tengah memperhatikan dari balik gorden di lantai dua. Akira menatap nanar mobil yang melaju dengan segala perasaan yang berkecamuk. Kesal, sedih, dan rindu. Sempat terbersit keinginan untuk menyapa dan menghampiri Sekar seperti dulu, tetapi gengsi masih bertakhta dalam ha