8. Cemburu

1527 Kata
“Sudah berapa kali Sophie melakukan hal seperti ini kepadamu?” tanya Declan seraya membantu Eva membersihkan badannya dari cairan hijau lengket yang sebenarnya menggiurkan saat masih dalam gelas, tetapi menjijikkan saat sudah berada di luar gelas. "Pasti tak hanya kali ini dia melakukannya padamu, 'kan?" “Lupakan, Dec! Aku juga sudah tak ingin mengingatnya,” kata Eva kemudian. Setelah merasa badannya cukup bersih, Eva segera membereskan pecahan piring dan pancake yang berserakan di lantai. Menjijikkan. Sebenarnya, Eva bukan tak ingin mengatakan yang sebenarnya. Namun, bukan hanya Sophie yang melakukan hal tersebut padanya. Banyak teman kencan Declan yang lain yang membuat Eva kesusahan. Kadang mereka meminta Eva untuk memasak menu yang rumit, kemudian menganggap Eva gagal dan memaksa Eva untuk menghabiskannya sendiri. Walaupun Eva mengakui bahwa masakannya sangat tidak enak dan gagal, setidaknya Eva berharap bahwa mereka percaya saat dia mengatakan bahwa dia tak bisa memasak makanan sesulit itu. Kadang beberapa teman wanita Declan sengaja mengotori lantai dan meminta Eva untuk membersihkannya segera saat Eva sedang sangat lelah. Bila Eva beruntung, Regina akan membantunya membersihkan ulah para jalang itu. Namun, penderitaan menumpuk saat Regina sudah pulang dan Eva harus membersihkan ulah mereka sendirian. Tak jarang mereka akan sengaja mengotori kembali lantai dengan tumpahan sirup atau minuman ringan agar Eva membersihkannya lagi. Bahkan yang lebih buruk lagi bila mereka mengambil minyak biji bunga matahari dan menuangnya ke lantai. Eva pernah terpeleset sampai cedera punggung karenanya. “Wajahmu mengatakan bahwa kau masih mengingat apa yang dilakukan Sophie,” desak Declan tak terima atas diamnya Eva. “Dec, tak hanya Sophie yang melakukannya.” Tiba-tiba Regina muncul dan ikut bergabung dengan pembicaraan Declan dan Eva. Wanita paruh baya itu kemudian membantu Eva membereskan pecahan piring dan mengelap smoothie yang tercecer di lantai. “Sebaiknya kau segera membersihkan diri, Eve!” Regina memaksa Eva agar segera ke kamar mandi agar tidak sakit. Cuaca masih sangat dingin. Regina tak ingin Eva jatuh sakit hanya karena ulah bodoh Sophie. Seperginya Eva, Declan bertanya kepada Regina, “Mengapa kau tidak mengatakan hal ini dari dulu padaku?” “Gadis itu melarangku. Dia tak mau membuatmu susah dengan banyak protes.” Regina menjawab sambil mendengkus kesal. “Kalau aku jadi kau, aku tak akan membawa para jalang itu ke rumah. Siapa pula yang tidak cemburu melihat Eva yang cantik itu tinggal seatap denganmu?” Memang, kata-kata Regina benar. Tak ada teman wanita Declan yang berani memprotes terang-terangan tentang keberadaan Eva di penthouse karena pasti Declan akan segera mengusirnya. Hanya saja, Declan tak menyangka bahwa mereka akan membully Eva sebagai pelampiasan kekesalan. Sepertinya, Declan harus memikirkan ulang keputusannya untuk membawa para wanita itu pulang. *** Sejak kejadian dengan Sophie, perasaan Eva ke Declan berubah lagi. Mau tak mau, Eva merasa diistimewakan di atas teman kencan Declan yang kurang ajar kelakuannya. Dia kembali menaruh harapan akan hubungannya dengan Declan. “Eve, sadarlah! Declan hanya kasihan denganmu. Bukan berarti dia menyukaimu!” Eva berbicara kepada dirinya sendiri di depan cermin sambil menekan kedua pipi agar dia sadar dan kembali ke kenyataan. “Kau bukan Cinderella, Eve! Bangunlah. Kau bukan Cinderella!” Namun, sebesar apa pun usaha Eva untuk menetralkan perasaannya kepada Declan, tetap saja tidak berhasil. Rasa cemburu dan marah sering muncul di hati Eva bila dia melihat Declan bersama wanita lain. Hatinya teriris saat dia harus memesan restoran, hotel, atau memberikan hadiah untuk teman kencan Declan. "Aku akan berhenti membawa wanita ke rumah," kata Declan siang itu. Kejadian dengan Sophie meninggalkan trauma khusus yang membuat Declan merasa malas untuk membawa teman wanitanya pulang. Dia masih ingat bagaimana Sophie dengan kasar membanting piring dan menyiram Eva dengan smoothie. Bagi Eva, keputusan Declan untuk tidak membawa teman kencannya pulang adalah anugerah. Eva tak harus bertemu dan bertikai dengan teman-teman wanita Declan. Tak seperti beberapa bulan lalu yang berat dan menyiksa. Namun, bagi Declan, itu adalah hal yang berat karena dia harus menahan diri dengan Eva. Tak ada pengalih perhatian selain berolahraga atau menonton film. Oleh karena itu, dia selalu menunggu saat-saat weekend agar bisa pergi dari Eva dan menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman kencannya. Seperti malam ini, dia menelepon Jessica dan mengajaknya bertemu. "Declan, malam ini aku ingin ke rumahmu saja," rengek Jessica yang wajahnya mulai merah karena pengaruh alkohol. Declan terdiam sejenak. Sebenarnya dia tak ingin ke rumah sama sekali. Namun, Declan ingat, saat di kantor, Eva meminta izin untuk keluar malam ini bersama temannya. Kemudian Declan mengambil ponsel dan menghubungi Eva. Berharap asistennya itu juga sedang bersenang-senang di luar rumah. "Halo, Eve? Apakah kau jadi keluar malam ini dengan Rebecca?" tanya Declan dengan malas sambil melirik Jessica yang bergelayut manja di lengannya. "Aku sudah dalam perjalanan, Dec! Rebecca menjemputku lima belas menit lalu," jawab Eva riang dari ujung telepon. “Apa kau butuh bantuan?” “Tidak. Tentu saja tidak. Selamat bersenang-senang.” Declan pun lega dan menutup telepon dengan segera untuk melaju ke penthouse. Sampai di rumah, Jessica yang merasa bebas, bahkan segera menggoda Declan tanpa menunggu lebih lama lagi. Declan yang memang sudah menahan diri selama berhari-hari, tak kuasa menahan godaan dari Jessica. Mereka pun berujung melakukannya di sofa ruang tengah. Tak disangka, permainan keduanya berlangsung cukup lama. Mereka sempat ke kamar dan tertidur. Namun, Jessica membangunkan Declan lagi dan mengajaknya ke dapur karena dia ingin makan sesuatu. “Kurasa kita tak punya makanan. Aku akan membuatkanmu sesuatu. Tunggulah sebentar di kamar.” Declan kemudian mencari pasta di pantry. Namun, Jessica merebut pasta kering dari tangan Declan dan meletakkannya di dekat wastafel. Mata Jessica menatap Declan dengan penuh hasrat. Declan pun tahu bahwa Jessica tak benar-benar sedang lapar. Wanita itu ke dapur dengan niatan yang lain. "Sudah lama kita tidak mencoba hal baru, bukan?" tanya Jessica sambil meraba bibir Declan dengan jari telunjuknya. Pandangan mata Jessica nan sayu menolak berkedip saat menatap pria kekar di hadapannya. “Ayo kita bermain di sini!” "Tidak, Jessie! Aku tak mau di dapur." Declan mengambil soda rasa jeruk sunkist favoritnya dan meneguknya beberapa kali. “Ayo kita kembali ke kamar!” Declan memang tak mau melakukan di dapur karena tempat tersebut adalah tempat yang paling sering dipakai Eva di rumah ini. Namun, lagi-lagi, pendekatan Jessica yang agresif mengalahkan pertahanan Declan. Dia pun menyerah dan melakukan hal tersebut di dapur. Tanpa sadar, ada sosok berambut pirang yang baru saja sampai di penthouse setelah berpesta bersama kawannya. Gadis itu tak sengaja menyaksikan perbuatan mereka yang tak seharusnya diperlihatkan kepada orang lain. Dengan mata birunya yang masih waras, dia menyaksikan sendiri Declan melakukan hal itu dengan kekasihnya. Rasa cemburu merayapi hati Eva. Lututnya lemas, tetapi bukan karena pengaruh alkohol. Sambil menutup mata, Eva menangis dalam diam. Saat itulah, mata Declan yang tengah tertutup oleh keinginan menggebu, tak sengaja melihat kedatangan Eva. Serta merta dia menghentikan perbuatannya, segera mengenakan celana, dan mengejar Eva yang kini berlari ke kamarnya dan menutup pintu. "Eve, tunggu!" Declan berseru, berharap Eva mendengarkannya. Namun, Eva dengan sigap menghapus air matanya dan membuka pintu untuk Declan. "Ada apa, Dec?" Eva berusaha tersenyum untuk menutupi kesedihannya. "Maafkan aku! Aku tak sengaja melakukan ini semua. Kukira kau baru akan pulang pagi hari," ujar Declan penuh penyesalan. "Aku juga minta maaf karena mengganggu kalian. Kupikir, kalian berdua menghabiskan malam di hotel yang kupesan." Eva menatap Declan penuh percaya diri. Berlawanan dengan perasaan dia yang sesungguhnya. Namun, Declan mata Eva yang berkaca-kaca, tentunya tak bisa dibohongi. Dia menyentuh pipi Eva dan mengusapnya lembut. "Eve, kau mena—" Plak! "Dasar, brengsék! Kamu mengganggu malam kami!" Tiba-tiba saja Jessica datang dan menginterupsi pembicaraan Eva dan Declan–mendaratkan tamparan keras di pipi Eva! Eva sangat terkejut dengan serangan mendadak yang dilancarkan Jessica. Dia memegangi pipinya yang merah dan terasa panas. Declan pun sangat marah dan membalas tamparan Jessica. "Kau pikir kau ini siapa?" "Declan! Aku ini kekasihmu! Dia pelayanmu!" Jessica kini menangis. Dia tak bisa menahan air mata karena tamparan keras Declan. Mungkin rasa sakit karena tamparan di pipi Jessica tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. “Bagaimana mungkin kau menamparku demi membela gadis ini, Dec?” "Pergi dari sini! Aku tak pernah punya kekasih. Hubungan kita tanpa komitmen. Apa kau lupa?" Declan membelalakkan mata dan mengusir Jessica malam itu juga. Dia tak mempedulikan rengekan Jessica yang meminta maaf padanya. “Aku minta maaf, Dec! Aku janji tak akan mengulanginya lagi!” Nasi sudah menjadi bubur. Declan tak merasa perlu untuk tetap menjaga hubungan dengan Jessica. “Kau seharusnya tahu bahwa sangat mudah bagiku mencari teman kencan lain. Rasakan saja akibatnya!” Sepeninggal Jessica, Declan mencoba menenangkan Eva. “Maafkan aku, Eve, ini tak akan terulang lagi.” Declan mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Eva yang merah karena tamparan Jessica. Namun, Eva beringsut menjauh dengan cepat. “Bukan masalah untukku, Dec! Aku baik-baik saja.” Eva menjawab tanpa menatap wajah Declan. “Aku boleh sendiri dulu, bukan?” Eva lalu menutup pintu kamar perlahan dan menguncinya. Di dalam, gadis itu menangis dengan suara tertahan. Ternyata, Declan memang tak berubah. Declan tak menyukainya. Dia tetaplah playboy seperti dulu. Dirinya saja yang terlalu berharap banyak dari seorang Declan Sawyer. Eva tahu, dirinya akan jatuh begitu dalam cintanya ke Declan bila dia terlalu lama berada di dekat Declan. Dia harus segera pergi dari Declan dan mengurangi intensitas pertemuannya dengan Declan di luar pekerjaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN